Menteri Rini Tunjuk Budi Noviantoro Pimpin INKA

Menteri Rini menunjuk Budi Noviantoro sebagai Dirut PT INKA (Persero). Budi menggantikan posisi R. Agus H. Purnomo.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 16 Jan 2018, 11:30 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2018, 11:30 WIB
(Foto: Dok BUMN)
Menteri BUMN Rini Soemarno coba kereta inspeksi milik KAI (Foto: Dok BUMN)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menunjuk Budi Noviantoro sebagai Direktur Utama (Dirut) PT INKA (Persero) yang baru. Sebelumnya, Budi menjabat sebagai Direktur Logistik dan Pengembangan PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Keputusan rini tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri BUMN Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Industri Kereta Api Nomor: SK-09/MBU/01/2018 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Industri Kereta Api.

Dikutip dari keterangan Kementerian BUMN, penyerahan SK acara telah dilaksanakan kemarin (15/1/2018). Dibuka oleh Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno, dihadiri oleh Direksi dan Komisaris PT INKA, beserta Pejabat atau Pegawai Kementerian BUMN.

Melalui penyerahan Salinan Keputusan ini, Rini Soemarno mengukuhkan pemberhentian dengan hormat R. Agus H. Purnomo sebagai Dirut INKA yang diangkat berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-172/MBU/08/2017 tanggal 28 Agustus 2017 terhitung sejak tanggal 3 November 2017, dengan ucapan terima kasih atas sumbangan tenaga dan pikirannya selama memangku jabatannya tersebut.

Dalam SK yang sama, Rini juga mengangkat nama-nama tersebut di bawah ini sebagai anggota Direksi PT INKA (Persero):

1. Budi Noviantoro sebagai Direktur Utama;

2. Bayu Waskito Sudadi sebagai Direktur Produksi;

3. Agung Sedaju sebagai Direktur Teknologi dan Komersial.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

Menteri Rini: Presiden Belum Puas dengan Program BBM Satu Harga

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan, pemerintah berupaya mengejar target program bahan bakar minyak (BBM) satu harga dengan target 150 titik hingga 2019. Sejak 2016 sampai saat ini program tersebut sudah terealisasi 57 daerah di wilayah terpencil, terluar, dan terdepan, termasuk di Papua dan Papua Barat.

"Saya diminta Presiden, bagaimana BUMN menciptakan BBM satu harga di Papua, karena harganya sangat mahal di Papua," kata Rini saat ditemui di Sentani, Jayapura, Sabtu (13/1/2018).

Hingga saat ini, 57 daerah sudah menikmati harga BBM sama, seperti di Jawa, yakni Rp 6.450 per liter untuk Premium dan Solar Rp 5.150 per liter. Target 2018, program BBM satu harga bisa menjangkau 52 lokasi.

"Jadi sekarang harga BBM di pegunungan tengah Papua misalnya sudah sama dengan di Jawa Rp 6.450 per liter (Premium). Dulunya Rp 70 ribu per liter," Rini menuturkan.

Dari data Pertamina, penyaluran BBM satu harga untuk wilayah Papua dan Papua Barat mencapai 12 lokasi sampai dengan periode akhir November 2017. Sementara targetnya pada akhir 2017 menjangkau sebanyak 16 lokasi.

Inilah yang diakui Menteri Rini belum memuaskan Presiden Jokowi, karena belum seluruhnya daerah terpencil, terluar, dan terdepan di Papua dan Papua Barat menikmati BBM satu harga.

"Beliau (Jokowi) masih belum puas. Karena belum semua titik di Papua. Mudah-mudahan bisa diselesaikan di 2018," tegas mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan itu.

Oleh karenanya, Rini mengaku, Pertamina bersama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain harus saling bersinergi untuk mewujudkan target 150 titik BBM satu harga pada 2019. Pasalnya, wilayah Papua dan Papua Barat termasuk yang paling sulit dalam menyalurkan BBM tersebut karena kondisi geografis pegunungan.

"Kalau Pertamina saja tidak akan mungkin, jadi sinergi dengan BUMN lain. Sebab, mau menyalurkan BBM satu harga harus ada pesawat khusus yang mendistribusikannya karena daerah ini paling sulit, pegunungan sehingga lalu lintas harus pakai (transportasi) udara," terang Rini.

Di sisi lain, katanya, sinergi perusahaan pelat merah pun telah menurunkan harga semen di Papua secara signifikan. Sinergi ini melibatkan peran PT Pelni, PT Pelindo IV, Semen Tonasa, dan PT Semen Indonesia Tbk.

"Saya ke Puncak Jaya Mulia di Papua, harga semen waktu itu Rp 2 juta per sak, tapi akhirnya berkat sinergi BUMN tersebut, harga semen bisa turun di sana menjadi Rp 500 ribu per sak dan di Wamena jadi Rp 380 ribu per sak," tukas Rini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya