Keputusan The Fed Topang IHSG Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat selama sepekan. Faktor apa saja pendorongnya?

oleh Agustina Melani diperbarui 23 Mar 2019, 12:30 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2019, 12:30 WIB
IHSG 30 Mei 2017 Ditutup Melemah 0,33 Persen
Sepanjang perdagangan hari ini (30/5), IHSG bergerak pada kisaran 5.693,39 - 5.730,06, Jakarta, Selasa (30/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat selama sepekan. Hal ini didorong langkah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve memutuskan kurang agresif atau dovish dan beri sinyal tak naikkan suku bunga pada 2019.

Mengutip laporan PT Ashmore Asset Management Indonesia, Sabtu (23/3/2019), IHSG menguat 0,99 persen dari posisi 6.461 ke posisi 6.525 pada 22 Maret 2019.  IHSG menguat juga didukung saham kapitalisasi besar masuk LQ45 naik 1,1 persen selama sepekan.

Penguatan IHSG tersebut juga didorong the Federal Reserve memberikan sinyal tak menaikkan suku bunga pada 2019 dan kurang agresif. Investor asing beli saham USD 74 juta atau sekitar Rp 1,04 triliun (asumsi kurs Rp 14.177 per dolar AS).

Sementara itu, indeks obligasi naik 1,1 persen selama sepekan. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berada di posisi 7,61 persen. Posisi dolar AS di kisaran Rp 14.163. Investor asing beli obligasi mencapai USD 803 juta atau sekitar Rp 11,38 triliun hingga perdagangan Rabu.

Sejumlah sentimen baik eksternal dan internal pengaruhi pasar keuangan global termasuk IHSG. Dari sentimen eksternal, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China mempengaruhi pelaku pasar.

Presiden AS Donald Trump memperingatkan AS mungkin menetapkan tarif pada barang-barang China untuk "periode substansial" sehingga memastikan pemerintahan China mematuhi perjanjian perdagangan apa pun. Donald Trump juga ingin mencapai kesepakatan perdagangan. Pembicaraan perdagangan akan dilanjutkan pekan depan.

Kemudian, bank sentral AS juga memutuskan mempertahankan suku bunga acuan usai gelar pertemuan dalam dua hari. Hal ini seiring ekonomi AS melambat lebih dari yang diperkirakan sebelumnya dan melukiskan gambaran ekonomi jauh lebih lemah dari pada yang disampaikan pemerintah AS.

Pimpinan bank sentral AS, Jerome Powell menuturkan, ekonomi "berada di tempat yang baik". Akan tetapi, dia mengatakan, pertumbuhan tampaknya melambat dari tahun lalu di bawah tekanan perang dagang antara AS dan China.

Selain itu, perlambatan ekonomi di Eropa dan China dan memudarnya stimulus dari pemotongan pajak dari partai Republik pada 2017.

Bank sentral AS saat ini mengharapkan pertumbuhan ekonomi 2,1 persen dari perkiraan pada Desember sebesar 2,3 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 2020, bank sentral AS perkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 1,9 persen.

Bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) melihat tanda-tanda kelemahan antara lain pengeluaran konsumen dan investasi. Powell menilai, pertumbuhan agak melambat dari yang diharapkan.

 

Sentimen Lainnya

Pembukaan-Saham
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sentimen eksternal lainnya yang bayangi pasar keuangan global terkait perkembangan Brexit. Uni Eropa menyetujui penundaan proses Brexit yang berliku-liku yang menghindari Inggris tersingkir tanpa kesepakatan. Uni Eropa menolak proposal Perdana Menteri Inggris Theresa May dan memberlakukan jadwal bagiannya sendiri.

Dari internal, Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga 6 persen selama empat bulan berturut-turut. Selain itu, BI juga merilis sejumlah langkah untuk meningkatkan ekonomi domestik.

Selain itu, suku bunga simpanan dan pinjaman juga masing-masing dipertahankan pada 5,25 persen dan 6,75 persen.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya