Liputan6.com, Jakarta - Saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diperkirakan sulit untuk naik kembali di tengah pandemi Corona Covid-19. kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada krisis keuangan di 2008.
Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan menjelaskan, kinerja saham BUMN sepanjang 2020 ini menggambarkan tren negatif. Itu bisa dilihat dari laju Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tersungkur di level 2,8 persen, di mana saham BUMN terkoreksi paling dalam yakni mencapai 37,8 persen.
Baca Juga
"Saham BUMN punya kinerja lebih buruk dibandingkan emiten non-BUMN. Tekanan BUMN lebih sulit untuk recovery," kata dia dalam diskusi virtual, di Jakarta, Minggu (26/4/2020).
Advertisement
Jika dibandingkan dengan kondisi krisis pada 1997 dan 2007-2008, saham-saham pelat merah tersebut bisa lebih cepat pulih dibandingkan kondisi pasar. Bahkan hanya butuh waktu 10 bulan agar saham BUMN keluar dari tekanan tersebut.
"Di 2020 kemungkinan agak sulit mengulang karena saya liat di sentimen negatif untuk saham-saham BUMN cukup kuat," tandas dia.
Buybank Saham BUMN
Seperti diketahui, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memerintahkan emiten BUMN untuk buyback saham (pembelian saham kembali). Pembelian kembali saham ini sebagai langkah antisipasi dampak gejolak ekonomi.
Staf Khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan ada 12 BUMN yang diperintahkan melakukan buyback saham.
"Dari perbankan, ada BRI, Mandiri, BNI dan BTN. Dari konstruksi, ada Wijaya Karya, Adi Karya, PP, Jasa Marga, dan Waskita Karya," ujar Arya di Kementerian BUMN, pada Selasa 10 MAret 2020.
Lalu untuk sektor pertambangan, ada Antam, Bukit Asam dan Timah. Adapun, nilai dari buyback tersebut ialah Rp 7 triliun hingga Rp 8 triliun.
Arya melanjutkan, periode dan strategi buyback diserahkan ke kebijakan masing-masing perusahaan.
Diharapkan, keputusan buyback saham BUMN ini dapat meningkatkan kinerja pasar serta memperbaiki kinerja keuangan. "Mudah-mudahan, ini bisa membuat market confidence dan bisa memperbaiki financial market," kata Arya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement