Waspada Fenomena Pompom di Kalangan Investor Pemula

Pasar modal Indonesia menunjukkan geliat positif dengan terus bertambahnya investor di tengah pandemi COVID-19.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Feb 2021, 16:37 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2021, 16:37 WIB
20151117-Pasar-Modal-Jakarta-AY
Peserta memantau monitor bursa saham pasar modal di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Hal ini sejalan dengan salah satu inisiatif pemerintah melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni menambah jumlah investor pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan saham Gamestop, perusahan video game, secara signifikan menjadi perbincangan hangat  investor dan pelaku pasar. Bahkan menjadi sorotan khusus secara global pada Januari 2021.

Meroketnya harga saham Gamestop bermula dari pembicaraan para investor retail melalui forum Reddit, ‘WallStreetBets’. Para investor kecil ini bergabung dan saling mengajak satu sama lain untuk membeli saham Gamestop secara massal.

Meskipun aksi masif pembelian saham itu membuat harga saham Gamestop melesat, tetapi kenaikan tersebut memaksa para hedge fund besar yang memakai saham Gamestop untuk transaksi short selling (jual kosong) merugi.

Dalam short selling, investor meminjam saham yang belum dimilikinya dari broker saham, kemudian menjualnya dengan harga tinggi, dan kemudian membelinya kembali dengan harga lebih rendah, dengan tetap mempertahankan selisihnya.

Akan tetapi jika suatu saham tiba-tiba melonjak, investor tersebut terpaksa harus membelinya kembali dalam keadaan rugi. Kenaikan harga saham Gamestop disinyalir sebagai fenomena pom-pom saham yang memang sedang ramai terjadi, termasuk di Indonesia baru–baru ini.

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi menilai, bukan tidak mungkin hal itu juga akan terjadi  juga di BEI. Namun, dia menegaskan, jika hal tersebut terjadi seharusnya dilandasi dengan pemahaman yang benar terhadap prospek saham tersebut.

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Maraknya Investor Saham Pemula di Indonesia

20151117-Pasar-Modal-Jakarta-AY
Peserta terlihat serius saat mengikuti cara berinvestasi Mandiri Skuritas di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Mandiri Sekuritas terus mendorong pertumbuhan jumlah investor pasar modal di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pasar modal Indonesia menunjukkan geliat positif dengan terus bertambahnya investor di tengah pandemi COVID-19. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat jumlah investor sebanyak 3,9 juta Single Investor Identification (SID) atau melonjak 56 persen jika dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2019.

Investasi di pasar modal banyak digemari publik saat ini khususnya kaum milenial. Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga menunjukkan demografi investor untuk usia di bawah 30 tahun berjumlah 54,8 persen dan usia 31-40 tahun berjumlah 22,6 persen dari total investor pasar modal di Indonesia, dapat dikatakan lebih dari 75 persen investor pasar modal Indonesia berada pada usia muda atau produktif.

Grant Thornton Indonesia melihat banyaknya investor baru ini patut menjadi perhatian, terlebih lagi dengan munculnya fenomena pom-pom.  Saham dipompa (pump) agar harganya melejit oleh individu atau kelompok sehingga tampak menggiurkan.

Fenomena ini juga bersamaan dengan maraknya influencer yang ikut membicarakan soal investasi saham dengan merekomendasikan saham tertentu sehingga semakin meningkatkan antusiasme publik untuk berinvestasi saham.

Marvin Camangeg, Advisory Director Grant Thornton Indonesia mengatakan, saham tidak jarang dianggap sebagai instrumen investasi yang mampu menghasilkan keuntungan yang relatif tinggi.

"Namun, sama seperti investasi pada umumnya, potensi keuntungan yang tinggi dari investasi saham juga tentu diikuti dengan risiko yang tinggi, fakta ini yang seringkali kurang diperhatikan oleh investor pemula,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (27/2/2021).

Imbauan kepada Investor Pemula

Ciptakan Investor Pasar Modal Berkualitas Lewat Kompetisi Saham
Suasana saat peserta mengikuti kompetisi Trading Challenge 2017 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (7/12). Kompetisi Trading Challenge 2017 ini sebagai sarana untuk menciptakan investor pasar modal berkualitas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Performa beberapa perusahaan yang sempat mengalami kenaikan harga saham hingga ratusan persen juga mendorong banyaknya investor newbie menjadi merasa FOMO (Fear of Missing Out).

Mereka akhirnya bertindak impulsif hanya karena takut ketinggalan momentum untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat.

"Banyak akhirnya investor pemula yang salah kaprah dengan menginvestasikan uang untuk kebutuhan sehari-hari bahkan berutang dengan bunga besar, mereka yang tadinya berharap mendapat keuntungan cepat justru banyak yang berakhir dengan rugi besar,” kata dia.

Akan lebih  baik apabila investor pemula belajar dan meningkatkan pemahaman terlebih dahulu sebelum berinvestasi saham. 

Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti webinar dan workshop tentang pasar modal yang sering diselenggarakan oleh instansi berkaitan ataupun bergabung dengan komunitas pemain saham sehingga para investor pemula bisa langsung mendengarkan dan belajar dari orang – orang yang sudah berpengalaman dalam bermain saham.

“Pelajaran yang dapat dipetik di sini adalah bahwa pasar saham dapat di ibaratkan seperti rimba. Kita akan menemukan berbagai jenis hewan. Ada hewan yang kuat secara alami karena ukuran tubuhnya yang besar, namun ada juga ada hewan yang kuat semata-mata karena mereka selalu bergerombol dalam jumlah besar. Selain itu sekarang teknologi juga telah mengubah aturan permainan. Jadi sebelum berinvestasi saham, perlu memahami profil risiko perseorangan, tetap rasional dan tidak bergantung pada intuisi saja waktu pemilihan saham," ujar dia.

Ia menambahkan, selalu mencari bantuan dari para penasihat investasi yang dapat membantu dan memberikan bimbingan dalam keputusan berinvestasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya