Gelar Paparan Publik, Bank IBK Indonesia Ungkap Aset Tumbuh 28,5 Persen

PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS) mencatat peningkatan aset sejak Desember 2019 ke September 2020 sebesar 28,5 persen. Aset naik dari Rp 6,4 triliun menjadi Rp 8,2 triliun.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 15 Mar 2021, 16:08 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2021, 16:08 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS) menggelar paparan publik pada Senin, (15/3/2021). Dalam kesempatan tersebut, manajemen perusahaan membeberkan kinerja perseroan hingga September 2021. 

Dari sisi aset, Direktur Kepatuhan PT Bank IBK Indonesia Tbk Alexander Frans Rori mengatakan terdapat peningkatan sejak Desember 2019 ke September 2020 sebesar 28,5 persen. Aset naik dari Rp 6,4 triliun menjadi Rp 8,2 triliun.

Adapun dari sisi kredit diberikan, lanjut Alexander, meningkat sebesar 19 persen. Yaitu dari Rp 4,1 triliun menjadi Rp 4,95 triliun. Sementara Dana pihak ketiga (DPK), dari Rp 4,8 triliun menjadi Rp 4,3 triliun, atau terdapat penurunan sebesar 11 persen.

"Hal ini merupakan kebijakan dari perusahaan untuk mengurangi dana-dana dengan tingkat suku bunga yang relatif mahal. Sehingga dapat kita lihat di sini bahwa dana pihak ketiga khususnya deposito mengalami penurunan,” kata dia dalam video konferensi, Senin (15/3/2021).

Kemudian, permodalan dari Desember 2019 sejumlah Rp 1,2 triliun, pada September 2020 menjadi Rp 2,09 triliun, atau bertumbuh sebesar 74,3 persen.

Adapun berkaitan dengan rugi, Alexander memaparkan, pada Desember 2019, perseroan mengalami rugi sebesar Rp 248 miliar. Pada posisi September 2020 mengalami rugi Rp 97,5 miliar.

"Dari gambaran  ini, dapat kita lihat bahwa secara umum perseroan mengalami perbaikan. Yaitu dari sisi aset, dari sisi kredit, walaupun di tengah pandemi,” kata Alexander.

Selanjutnya, pendapatan bunga bank pada 2019 posisi Desember sebesar Rp 540 miliar. Sementara pada posisi September 2020 turun menjadi sebesar Rp 324 miliar. Demikian juga dengan biaya bunga posisi Desember 2019 sebesar Rp 384 miliar dan posisi September 2020 turun menjadi Rp 200 miliar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Posisi CAR

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dari sisi rasio, posisi CAR Bank IBK pada 2019 sebesar 26,5. Sementara posisi September 2020, CAR meningkat menjadi 35, 27 persen. Angka ini tumbuh di atas rata-rata industri seperti pada September 2020 adalah sebesar 23,52 persen.

"Pertumbuhan kali ini adalah akibat dari penambahan modal yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali dalam hal ini adalah IBK Korea,” ujar Alexander.

Selanjutnya, pada posisi Desember 2019, non performing loan (NPL) gross tercatat sebesar 11,68, yang secara bertahap dapat diturunkan sehingga pada September 2020 menjadi sebesar 9,58 persen. Adapun NPL net dapat terjaga pada posisi 4,89 pada Desember 2019 dan 3,93 pada September 2020 

"ROA masih minus Karena perusahaan masih mengalami rugi. Demikian juga dengan return on equity yang pada September 2020 minus sebesar 10,6 persen,” ia menambahkan.

Net interest margin (NIM) pada posisi Desember 2019 sebesar 2,46 dan pada September 2020 sebesar 2,48. Alexander mengatakan posisi NIM ini masih dapat terjaga dengan kondisi yang cukup baik.

"Adapun berkaitan dengan BOPO perusahaan memang masih tinggi sebagai akibat dari rugi yang dialami, di mana pada Desember 2019 sebesar 151,26 persen, pada posisi September dapat ditekan untuk turun menjadi 128,58 persen,” tutur dia.

Adapun LDR pada posisi Desember 2019 sebesar 85,38, meningkat pada posisi September 2020 menjadi 114,4.

"Prosentase ini terjadi karena akibat dari kebijakan perusahaan di mana perusahaan menurunkan dana deposito dengan tingkat suku bunga yang tinggi dengan tujuan adalah untuk efisiensi sehingga kedepannya perusahaan dapat beroperasi dengan lebih baik,” pungkas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya