Investor Khawatir Kasus COVID-19 Meningkat, Wall Street Merosot

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 melemah 0,8 persen menjadi 3.910,52 yang didorong sektor saham industri dan bahan baku.

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Mar 2021, 05:52 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2021, 05:52 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan saham Selasa, 23 Maret 2021. Indeks saham Nasdaq memimpin pelemahan di antara tiga indeks saham acuan. Hal tersebut dipicu kekhawatiran kasus COVID-19 meningkat dan pembatasan di sejumlah negara.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 melemah 0,8 persen menjadi 3.910,52 yang didorong sektor saham industri dan bahan baku.

Indeks saham Dow Jones susut 308,05 poin atau 0,9 persen menjadi 32.423,15 yang dipicu penurunan saham Caterpillar sebesar 3,4 persen.

Indeks saham Nasdaq turun 1,1 persen menjadi 13.227,70. Indeks saham Russell 2000 tergelincir 3,6 persen menjadi 2.185,69.

Saham perusahaan travel dan ritel alami aksi jual seiring pembatasan baru secara global untuk mencegah penyebaran COVID-19. Saham Carnival dan Norwegian Cruise masing-masing turun lebih dari tujuh persen. American Airline dan United Airlines masing-masing tergelincir lebih dari enam persen. Saham GAP susut hampir 8 persen.

Sebelumnya, indeks saham acuan menguat pada Senin seiring aksi beli investor di saham teknologi. Hal ini dipicu imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun turun. Pada perdagangan Selasa, imbal hasil obligasi turun enam poin menjadi 1,62 persen.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Jumlah Kasus COVID-19 Meningkat

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sebagian besar wilayah di dunia melihat peningkatan kasus COVID-19 baru karena varian yang sangat menular terus menyebar.

Jerman memperpanjang lockdown hingga 18 April 2021. Sementara itu, hampir sepertiga Prancis memasuki pembatasan selama sebulan pada Sabtu pekan ini.

Di sisi lain, harga minyak turun lebih dari enam persen di tengah ancaman gelombang ketiga infeksi global.

“Meski pun terjadi perbaikan besar, gelombnag pandemi COVID-19 membuat sebagian besar penduduk rentan secara medis dan ekonomi. Butuh waktu untuk sembuh. Program vaksinasi COVID-19 akan mengendalikan penyebarannya, tetapi itu akan memakan waktu,” ujar Chief Investment Officer Commonwealth Financial Network, Brad McMillan, seperti dilansir dari CNBC, Rabu (24/3/2021).

AS memberikan sekitar 2,5 juta suntikan vaksin COVID-19 setiap hari. Namum, jumlah kasus baru meningkat di 21 negara baru karena gubernur melonggarkan pembatasan bisnis. Pada Selasa, badan kesehatan AS menyatakan keprihatianannya AstraZeneca mungkin memasukkan informasi lama dalam hasil uji coba vaksin COVID-19.


Dampak Satu Tahun Pandemi COVID-19

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Selain itu, pada perdagangan saham Selasa waktu setempat menandai peringatan satu tahun pandemi COVID-19 setelah krisis kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya mendorong indeks saham S&P 500 turun 30 persen hanya dalam 22 hari seiring aksi jual yang terjadi.

Indeks saham S&P 500 telah reli 80 persen dari level terendah dalam satu tahun, dan menandai awal terbaik untuk pasar saham yang cenderung menguat. Indeks saham Nasdaq menguat lebih dari 90 persen, sedangkan indeks saham Dow Jones naik 75 persen.

“Reli pasar saham adalah memperkirakan harapan pertumbuhan ekonomi, dan saya pikir harapan itu membuahkan hasil,” ujar Investment Strategist Edward Jones.

Ia menambahkan, pasar saham akan positif tetapi tidak sekuat selama 12 bulan terakhir. Pergerakan pasar saham diprediksi akan bergejolak. “Dan saya pikir jalannya akan sedikit bergelombang di sepanjang jalan,” tutur dia.

Berdasarkan survei CNBC Market Strategist  sejarah menunjukkan pasar saham yang positif seperti biasanya membawa reli yang kuat pada tahun kedua meski kenaikan relatif tenang. Target konsensus untuk indeks saham acuan S&P 500 berada di 4.099.

“Setelah menguat 80 persen pada harga saham sejak posisi terendah pada Maret 2020, wajar untuk menunjukkan banyak kabar baik mulai diapresiasi dan potensi kenaikan menjadi lebih terbatas,” ujar Chief US Equity Strategist Citi, Tobias LevKovich.


Harga Aset Naik

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Ketua the Federal Reserve Jerome Powell dan Menteri Keuangan Janet Yellen tampil bersama untuk perama kali di depan Komite Jasa Keuangan AS. Duo ini mengakui harga aset yang sangat bernilai di pasar, tetapi mengatakan mereka tidak mengkhawatirkan stabilitas keuangan.

“Saya mengatakan sementara aset valuasi ditingkatkan oleh metrik historis, ada juga keyakinan dengan program vaksinasi COVID-19 yang berjalan dengan cepat, ekonomi akan dapat kembali ke jalurnya. Menurut saya dalam lingkungan dengan harga aset yang tinggi, penting bagi regulator adalah memastikan sektor keuangan tangguh dan memastikan pasar bekerja dengan baik,” ujar Yellen.

Sementara itu, Powell menekankan ketika tiba waktunya untuk membatalkan pembelian aset bernilai miliaran dolar AS, bank sentral akan berkomunikasi dengan hati-hati dan bergerak perlahan.

“Dalam hal bergerak maju, kami telah mengatakan bahwa kami akan mulai mengurangi pembelian aset kami ketika kami melihat kemajuan substansial lebih lanjut menuju tujuan kami. Jika itu terjadi, kami akan berkomunikasi dengan baik sebelum waktu tapering,” kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya