Sentimen Ini Bikin Saham Bank Rontok di Wall Street

Saham bank berguguran di bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menjelang akhir pekan seiring keputusan the Federal Reserve.

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 20 Mar 2021, 10:33 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2021, 10:15 WIB
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve  (the Fed) mengatakan akan mewajibkan syarat permodalan untuk bank-bank besar. Langkah tersebut menekan saham bank besar di wall street atau bursa saham AS.

Sebelumnya syarat modal dilonggarkan sebagai bagian dari upaya the Fed untuk menopang sistem keuangan pada awal pandemi COVID-19.

The Fed mengatakan tidak akan memperpanjang keringanan dari apa yang disebut supplementary leverage ratio (SLR) atau rasio likuditas wajib setelah 31 Maret 2021.

Pelonggaran peraturan itu dimaksudkan sebelumnya untuk memberikan fleksibilitas bank untuk aset yang dipegang sebagai pemenuhan syarat peraturan selama gejolak pandemi COVID-19, ketika bank tiba-tiba harus menuliskan pinjaman dolar AS.

Industri perbankan telah melobi perpanjangan bantuan tetapi pada Kamis pekan ini, tetapi the Fed mengatakan sejak persyaratan dilonggarkan tahun lalu, pasar obligasi telah stabil.

Saham-saham bank besar di wall street pun berguguran pada awal perdagangan. Saham JPMorgan Chase dan Wells Fargo turun sekitar 3 persen.  Saham Goldman Sachs masing-masing turun lebih dari satu persen,  dan saham Bank of America tergelincir satu persen. 

Indeks saham Dow Jones susut 263 poin atau 0,8 persen. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun naik menjadi 1,7 persen dari 1,7 persen.

Rasio likuiditas wajib tambahan mengharuskan bank besar memiliki modal setara dengan sekitar tiga persen dari aset mereka. Rasio yang disyaratkan lebih tinggi sekitar lima persen untuk bank yang dianggap paling penting bagi keseluruhan sistem keuangan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Aturan Diadopsi dari Reformasi Keuangan

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Aturan ini diadopsi sebagai bagian dari reformasi regulasi setelah resesi dan krisis keuangan global 2007-2009. Idenya adalah memastikan bank memiliki cukup modal untuk bertahan dari krisis pasar.

Mengutip laman AP, Sabtu (20/3/2021), aturan tersebut juga disalahkan karena memperbesar kekacauan yang meletus di pasar keuangan pada tahun lalu seiring pandemi COVID-19 yang melanda pada pertama kali. Bank, bank sentral asing dan hedge fund berusaha melepas surat berharga atau treasury dan obligasi lainnya untuk menggumpulkan uang tunai.

Imbal hasil obligasi melonjak sebagai respons. Untuk menenangkan pasar, the Fed turun tangan membeli ratusan miliaran dolar surat berharga.

Industri keuangan berpendapat aturan tersebut menghalangi bank untuk memegang treasury. Hal itu meningkatkan aset bank dan mengurangi rasio likuiditas wajib tambahan perbankan.

Bank menyatakan kalau hal itu merusak kemampuannya untuk bertindak sebagai perantara di pasar treasury dan memfasilitasi perdagangan.

Masalah lainnya pembelian surat berharga telah membanjiri sistem perbankan dengan cadangan uang tunai. Cadangan ini menurunkan SLR bank dengan meningkatkan asetnya. Total cadangan bank sekarang mencapai hampir USD 3,5 triliun naik dari sekitar USD 1,5 triliun sebelum pandemi COVID-19.

Surat berharga atau treasury dianggap berisiko rendah dan cadangan kas dianggap bebas riiko. Akan tetapi SLR tidak seperti syarat modal bank lainnya tidak memperhitungkan risiko.

Respons Senator di Kongres

Pada 2020, the Fed membebaskan surat berharga dan cadangan kas dari perhitungan SLR. Pengecualian tersebut akan berakhir pada 31 Maret. Pelobi bank berpendapat tanpa perpanjangan pengecualian, bank besar akan cenderung tidak memiliki surat berharga.

Jika itu terjadi, suku bunga bisa naik membuat pinjaman lebih mahal. Imbal hasil bertenor 10 tahun berfungsi sebagai patokan suku bunga hipotek dan biaya pinjaman lainnya. Bank juga mengatakan mengakhiri pengecualian akan membuat mereka enggan memberikan pinjaman yang akan kurangi modal.

Akan tetapi, sejumlah senator dari partai Demokrat di kongres menentang melanjutkan pengecualian sehingga meningkatkan tekanan yang dihadapi the Fed. Awal Maret, Senator Elizabeth Warren, D-Mass Dan Sherrod Brown mendesak Ketua the Fed Jerome Powell dan regulator bank lainnya untuk menolak dorongan bank memperpanjang waktu ketentuan tersebut.

"Permintaan bank untuk perpanjangan bantuan ini tampaknya merupakan upaya untuk menggunakan pandemi sebagai alasan untuk melemahkan salah satu reformasi regulasi pasca krisis yang paling penting,” tulis para senator.

Jika bank khawatir kehabisan modal, Warren dan Brown mengatakan dapat meningkatkan neraca dengan menangguhkan pembayaran dividen.

"Kami juga yakin komunitas ribuan bank yang tidak tunduk pada persyaratan SLR akan dengan senang hati menerima simpanan yang mungkin ditolak oleh bank besar,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya