Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenai perkembangan terbaru terkait perkara hukum mengenai penetapan harga fuel surcharge kargo antara perseroan dengan Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) atau KPPU Australia.
Mengutip keterbukaan informasi ke BEI, ditulis Selasa (20/4/2021), PT Garuda Indonesia Tbk menyatakan telah terdapat putusan Pengadilan Federal New South Wales, Australia dalam perkara nomor NSD955/2009. Hal ini sehubungan perkara hukum mengenai penetapan harga fuel surcharge kargo antara perseroan dengan ACCC.
Berdasarkan putusan itu, pengadilan telah mengesahkan perjanjian perdamaian antara Perseroan dengan ACCC. Perseroan diwajibkan membayar denda dan biaya perkara ACCC pada 15 April 2021.
Advertisement
Adapun perkara hukum antara perseroan bersama maskapai lainnya terhadap ACCC mengenai penetapan harga fuel surcharge kargo dilaksanakan di Pengadilan Federal New South Wales, Australia yang telah diputus pengadilan tingkat pertama pada 2014. Perseroan awalnya dinyatakan tidak terbukti bersalah.
Kemudian atas putusan Federal New South Wales, Australia, ACCC mengajukan banding dan kasasi ke high court, Australia. Pada 2017, perseroan dinyatakan bersama melakukan penetapan harga fuel surcharge untuk menentukan jumlah denda yang akan dikenakan kepada perseroan dikembalikan kembali kepada Pengadilan Federal New South Wales, Australia.
Pada 2019, Pengadilan Federal New South Wales, Australia menjatuhkan putusan denda dengan hukum perseroan untuk membayar sebesar AUD 19 juta, disertai biaya perkara ACCC.
Namun, pada awalnya, perseroan mengajukan banding atas putusan denda tersebut. Kemudian putusan Pengadilan Federal New South Wales, Australia pada 15 April 2021 ini telah mengesahkan perjanjian perdamaian antara perseroan dan ACCC.
"Perseroan akan membayar denda sebesar AUD 19.000.000 disertai biaya perkara ACCC secara angsuran selama lima tahun dimulai Desember 2021, dan mencabut banding yang telah diajukan sebelumnya,” demikian mengutip keterbukaan informasi BEI yang diteken Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk, Prasetio.
Perseroan menyatakan, berdasarkan putusan tidak terdapat sanksi lainnya yang dikenakan kepada perseroan.
Terhadap putusan perkara hukum tersebut, perseroan menyatakan telah melakukan keterbukaan informasi dan melakukan pembaharuan informasi atas proses hukum yang berlangsung sesuai ketentuan berlaku.
Ini tunjukkan melalui Surat Nomor GARUDA/JKTDI/20315/14 pada 3 November 2014 perihal keterbukaan informasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Nomor Garuda/JKTDS/20012/17 tanggal 16 Juni 2017 dan Nomor Garuda/JKTDI/20103/2019 tanggal 14 Juni 2019 perihal laporan informasi atau fakta material PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) .
PT Garuda Indonesia Tbk menyatakan, perkara hukum terkait bukan merupakan perkara baru melainkan telah berlangsung sejak 2014. Perseroan secara rutin telah menyampaikan kewajiban keterbukaan informasi terhadap perkembangannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Catatan: pada artikel tersebut telah diperbaharui mengenai kronologi dan perkembangan terbaru terkait perkara hukum mengenai penetapan harga fuel surcharge kargo antara perseroan dengan Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) atau KPPU Australia yang berlangsung pada 2014.
Kemudian terdapat putusan pengadilan yang mengesahkan perjanjian perdamaian antara Perseroan dengan ACCC pada 15 April 2021.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kena Denda Rp 214 Miliar
Mengutip Yahoo Finance pada 3 Juni 2019, Pengadilan Federal Australia memberikan sanksi denda kepada Garuda Indonesia untuk membayar A$ 19 juta atau sekitar Rp 214,71 miliar (asumsi kurs dolar Australia terhadap rupiah di kisaran 11.300).
Denda itu diberikan terkait penetapan harga kargo udara sebagai bagian dari kartel internasional besar-besaran. Denda dari Australia sekitar A$ 132,5 juta itu dikenakan terhadap 14 maskapai. Hal itu berdasarkan Komisi Persaingan dan Konsumen Australia.
Pada penutupan perdagangan saham sesi pertama, saham GIAA stagnan di posisi Rp 332 per saham. Saham GIAA berada di kisaran Rp 330-Rp 332 per saham. Total frekuensi perdagangan 399 kali dengan nilai transaksi Rp 759,8 juta.
Advertisement