Permintaan Layanan 5G di Indonesia Masih Lemah, Ini Alasannya

Data Fitch Solution memperlihatkan kurangnya peta jalan spektrum dan tidak tersedianya spektrum secara umum, sehingga hambatan untuk peluncuran layanan 5G bisa terjadi.

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 24 Jun 2021, 09:39 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2021, 20:02 WIB
Ilustrasi jaringan 5G
Ilustrasi jaringan 5G. (Doc: Cobham)

Liputan6.com, Jakarta - Pengesahan omnibus law oleh pemerintah Indonesia Oktober 2020 merupakan langkah penting dalam mereformasi bidang-bidang utama di sektor telekomunikasi, seperti infrastruktur dan pembagian spektrum, serta pelepasan spektrum dividen digital.

Meski demikian, data Fitch Solution memperlihatkan kurangnya peta jalan spektrum dan tidak tersedianya spektrum secara umum, sehingga hambatan untuk peluncuran layanan 5G bisa terjadi.

Permintaan konsumen untuk layanan 5G juga diperkirakan masih tetap lemah mengingat relatif jaringan 4G masih belum matang, pendapatan yang rendah, dan tidak adanya kasus penggunaan konsumen yang solid.

Pada akhir September 2020, pasar ponsel Indonesia menampung sekitar 348,26 juta pelanggan seluler, yang mewakili peningkatan quarter on quarter 4,9 persen.

Ketiga operator seluler utama yang banyak digunakan di Indonesia ialah Telkomsel, XL Axiata dan Indosat Ooredoo. Pasar ponsel Indonesia secara keseluruhan fluktuatif, mengingat periode penonaktifan SIM prabayar yang tidak aktif.

Di tengah kejenuhan pasar, operator seluler terus bekerja untuk membalikkan tren penurunan ARPU dengan menjual nilai yang lebih tinggi dari sisi layanan dan memotivasi peningkatan penggunaan data dengan menggabungkan konten OTT, seperti video.

Pengesahan Omnibus Law Oktober 2020 juga akan membantu mendorong penggunaan layanan tersebut, dan meningkatkan lingkungan operasi bagi operator dengan mendorong spektrum dan berbagi jaringan, serta menurunkan tekanan persaingan dengan memperkenalkan penetapan harga batas atas dan bawah.

Persaingan harga yang berkepanjangan di pasar ponsel Indonesia telah memicu seruan baru untuk merger bagi operator Indonesia. Konsolidasi kemungkinan kuat terjadi di pasar yang sangat terfragmentasi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Konsolidasi

Jaringan HP 4G dan 5G
Ilustrasi Foto Jaringan Telpon Seluler atau HP 4G dan 5G. (iSrockphoto)

Konsolidasi bisa juga memungkinkan alokasi sumber daya spektrum yang lebih efisien, meskipun peraturan saat ini tampaknya akan memperumit masalah.

Pada Desember 2020, Tri Indonesia milik CK Hutchison dan Indosat Ooredoo mengumumkan mereka terlibat dalam diskusi tentang kemungkinan merger.

Operator terus memfokuskan sebagian besar 2020 membangun jaringan di pulau Sumatera dan Kalimantan untuk mencapai perluasan pelanggan dari daerah pedesaan.

Salah satunya, dilakukan Indosat Ooredoo.  Mengalokasikan Rp9,5 triliun (USD 650juta) dalam belanja modal  2020, atau naik 12 persen dari Rp 8,5 triliun dibanding 2019. Pada saat yang sama, operator juga melakukan belanja modal awal untuk investasi backhaul karena lonjakan penggunaan layanan komunikasi di tengah pandemi COVID-19. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya