Liputan6.com, Jakarta - Memenuhi kebutuhan obat dalam negeri, PT Indofarma Tbk (INAF) mengaku, 97 persen kebutuhan obat telah diproduksi di Indonesia. Meski demikian, 90 persen bahan baku masih harus diekspor.
"Dari 1.809 obat yang ada di katalog hanya 56 obat saja yang belum diproduksi dalam negeri jadi sebagian besar itu sudah diproduksi di dalam negeri. Walaupun bahan baku 90 persenan masih impor dari luar," kata Direktur Utama PT Indofarma Tbk Arief Pramuhanto secara virtual.
Sedangkan untuk alat kesehatan, Arief mengaku, hanya 31 persen yang telah berhasil di buat di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya tengah fokus memperluas produksi alat kesehatan di dalam negeri.
Advertisement
"Alat kesehatan ini baru 31 persen yang diproduksi dalam negeri, sisanya impor. kita harus mengurangi subtitusi impor dulu sehingga ketergantungan impor bisa dikurangi," ujarnya.
Pandemi yang terjadi secara global diakui Arief menjadi peluang bagi bisnis kesehatan. Ia mengakui adanya peningkatan yang cukup tinggi terhadap beberapa obat dan vitamin.
"Obat yang berkaitan dengan Covid-19 memang mengalami peningkatan. Sedangkan yang enggak ada hubungannya dengan Covid-19 turun," tuturnya.
Selain vitamin, kebutuhan masyarakat akan vaksin juga akan membuat komponen ini meningkat. Terlebih pada kuartal II dan III 2021.
"Nomor satu itu vitamin. Di kuartal I 2021, vaksin mengalami kenaikan. Kemungkinan besar bertambah naik nanti di kuartal II, lalu kuartal III. Vitamin juga memiliki peluang yang masih besar, karena konsumsi masyarakat juga masih besar," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Indofarma Garap 6 Proyek Pengembangan Produk pada 2021
Sebelumnya, PT Indofarma Tbk (INAF) memiliki enam proyek pengembangan produk dan satu proyek pendukung pada 2021. Nilai pembiayaan investasi dan modal kerja untuk memastikan proyek pengembangan produk itu berjalan baik masing-masing Rp 169,86 miliar dan modal kerja Rp 30 miliar.
Untuk mengembangkan kemandirian produk alat kesehatan Indonesia, PT Indofarma Tbk akan membangun pabrik melt blown yang merupakan bahan baku masker dengan nilai pembiayaan investasi Rp 14,86 miliar dan modal kerja Rp 5 miliar.
Selanjutnya pabrik hospital furniture dengan nilai pembiayaan investasi Rp 15 miliar dan modal kerja Rp 5 miliar. Lalu pabrik sarung tangan atau gloves dengan nilai pembiayaan investasi Rp 20 miliar dan pabrik Catheter dengan nilai pembiayaan investaso Rp 50 miliar dan modal kerja Rp 10 miliar.
Untuk pengembangan central processing facility, nilai pembiayaan investasi yang digunakan Rp 30 miliar dan modal kerja Rp 10 miliar. Nilai pembiayaan investasi untuk supporting function sebesar Rp 10 miliar.
"Pada akhir 2021, semua fasilitas produksi dan pendukung yang baru tersebut ditargetkan sudah selesai dan siap beroperasi pada awal 2022,” dikutip dari keterangan tertulis PT Indofarma Tbk , Kamis (20/5/2021).
Advertisement