Liputan6.com, Jakarta - PT Indofarma Tbk (INAF) mengumumkan anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM), telah dinyatakan pailit. Putusan ini ditetapkan dalam sidang permusyawaratan hakim yang digelar pada 10 Februari 2025 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT IGM telah berakhir. Selain itu, hakim memutuskan PT IGM dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.
"Keadaan Kepailitan PT IGM akan memberikan dampak secara finansial terhadap Perseroan di mana Perseroan tidak lagi mendapatkan pembagian keuntungan (dividen) dari PT IGM yang menyebabkan Perseroan akan membukukan kerugian," ujar Corporate Secretary Indofarma, Hilda Yani dalam keterbukaan informasi Bursa, Jumat (14/2/2025).
Advertisement
Selain itu, oleh karena PT IGM berada dalam keadaan kepailitan maka Perseroan tidak lagi menjadi pengendali PT IGM. Seluruh tindakan kepengurusan PT IGM akan dilakukan oleh Kurator yang ditunjuk dan diangkat oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Adapun Kurator nantinya akan melakukan penjualan harta PT IGM dan melakukan pembagian atas hasil penjualan harta tersebut kepada para kreditor untuk pembayaran utang PT IGM sebagaimana ditentukan dalam UU Kepailitan dan PKPU.
Selanjutnya, apabila Kurator telah melakukan pembayaran terhadap seluruh kreditor dan masih terdapat sisa pembagian atas penjualan harta PT IGM maka Perseroan akan memperoleh pembagian harta tersebut sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
"Namun apabila nantinya harta PT IGM tidak mencukupi untuk pembayaran utang kepada Kreditor maka PT IGM akan berada dalam keadaan insolvensi yang membuat Perseroan atau Pemegang Saham tidak mendapatkan pembagian atas hasil apa pun dari penjualan harta PT IGM," jelas Hilda.
Â
Kronologi PKPU
PT IGM telah berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 144/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 30 Mei 2024 (Putusan PKPU).
Pada 3 Februari 2025, telah dilakukan pemungutan suara atas rencana atau proposal perdamaian yang diajukan oleh PT IGM per 31 Januari 2025. Hasilnya, 1 dari 13 Kreditor Separatis yang mewakili 32,18% suara dari jumlah tagihan Kreditor Separatis menyetujui Proposal Perdamaian. Sementara 12 Kreditor Separatis lainnya menyatakan menolak Proposal Perdamaian.
Lalu, 29 dari 58 Kreditor Konkuren yang mewakili 77,89% suara dari jumlah tagihan Kreditor Konkuren menyetujui Proposal Perdamaian, 12 Kreditor Konkuren lainnya menyatakan menolak Proposal Perdamaian, sementara 17 Kreditor Konkuren tidak hadir dan tidak memberikan suara dalam Rapat Kreditor.
Berdasarkan sidang atau rapat permusyawaratan hakim yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2025, Majelis Hakim pemeriksa Perkara PKPU PT IGM di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan yang pada pokoknya, menyatakan PKPU PT IGM selaku Termohon PKPU atau Debitur telah berakhir. Menyatakan PT IGM selaku Termohon PKPU atau Debitor Pailit dengan segala akibat hukumnya.
Putusan Pailit yang diputus berdasarkan Sidang/Rapat permusyawaratan Hakim juga akan diumumkan oleh Kurator di 2 (dua) surat kabar harian Nasional dan Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).
"Terhadap Putusan Pailit tersebut, PT IGM akan melakukan langkah-langkah dan upaya hukum sesuai dengan Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU)," imbuh Hilda.
Advertisement
10 Dosa Indofarma yang Diungkap BPK
Direktur Utama Holding BUMN Farmasi PT Bio Farma (Persero), Shadiq Akasya, mengungkapkan beberapa potensi kecurangan yang terjadi di PT Indofarma Tbk (INAF) yang membuat perusahaan tersebut ambruk.
Salah satu kecurangan tersebut adalah utang pinjaman online (pinjol) sebesar Rp 1,26 miliar. Shadiq mengatakan, terdapat 10 dosa alias potensi kecurangan yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kecurangan ini terjadi di Indofarma dan anak perusahaannya, Indofarma Global Medika (IGM).
"Dalam rangka transparansi, kami ingin menyampaikan bahwa BPK telah menemukan beberapa temuan, berikut rinciannya," ujar Shadiq dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, dikutip pada Jumat (21/6/2024).
Adapun 10 temuan dosa yang dilakukan oleh Indofarma yang menunjukkan indikasi kecurangan. Sebenarnya, LHP BPK mengumpulkan total 18 temuan tetapi yang mengindikasikan potensi fraud terdapat 10 kecurangan. Beberapa temuan tersebut adalah:
1. Indikasi kerugian IGM sebesar Rp 157,33 miliar atas transaksi unit bisnis FMCG.
2. Terdapat indikasi kerugian IGM sebesar Rp 35,07 miliar atas Penempatan dan Pencairan Deposito Beserta Bunga atas nama pribadi pada Kopnus.
3. Indikasi kerugian IGM sebesar Rp 38,06 miliar atas Penggadaian Deposito Beserta Bunga pada Bank Oke.
4. Indikasi kerugian IGM sebesar Rp 18 miliar atas pengembalian uang muka dari MMU yang tidak masuk ke rekening IGM. 5. Pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa adanya transaksi yang berindikasi merugikan IGM sebesar Rp 24,35 miliar.
6. Kerja sama distribusi TeleCGT dengan PT ZTI tanpa perencanaan yang memadai juga berindikasi merugikan IGM, dengan nilai Rp 4,5 miliar atas pembayaran yang melebihi nilai invoice, dan berpotensi merugikan IGM sebesar Rp 10,43 miliar atas stok TeleCGT yang tidak dapat terjual.
7. "Temuan ketujuh adalah pinjaman melalui fintech sebesar Rp 1,26 miliar," ucap Shadiq.
8. Kegiatan usaha masker tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud sebesar Rp 2,6 miliar atas penurunan nilai persediaan masker berpotensi kerugian Rp 60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp 13,11 miliar atas sisa persediaan masker.
9. Pembelian dan penjualan rapid test panbio PT IGM tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian senilai Rp 56,70 miliar atas piutang macet PT Promedik.
10. Pembelian dan penjualan PCR Kit Covid-19 tahun 2020/2021 tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud serta berpotensi kerugian senilai Rp 5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp 9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR Kit Covid-19 yang kadaluarsa.
Â
