Wall Street Kompak Menghijau, Laporan Keuangan Topang Indeks Dow Jones

Wall street kompak menguat dengan indeks Dow Jones naik 286,01 poin atau 0,83 persen ke posisi 34.798.

oleh Agustina Melani diperbarui 22 Jul 2021, 06:23 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2021, 06:23 WIB
Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Rabu, 21 Juli 2021. Hal ini ditopang dari rilis laporan keuangan perusahaan yang lebih baik antara lain Coca Cola dan Johnson and Johnson.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones naik 286,01 poin atau 0,83 persen ke posisi 34.798. Indeks S&P 500 menguat 0,82 persen ke posisi 4.358,69. Indeks Nasdaq bertambah 0,92 persen ke posisi 14.631,95.

Indeks berisi 30 saham reli hampir 550 poin pada perdagangan Selasa, setelah anjlok 725 poin pada perdagangan Senin, 19 Juli 2021. Penurunan indeks Dow Jones itu terburuk dalam delapan bulan. Indeks kembali reli sehingga menghapus kerugian yang terjadi pada awal pekan ini terhadap tiga indeks di wall street.

"Selasa kembali menguat setelah aksi jual pada Senin. Namun, untuk nilai dan siklus untuk kembali menegaskan kenaikan, perlu melihat imbal hasil terendah dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Thomas Essaye dari Sevens Report Research, dilansir dari CNBC, Kamis (22/7/2021).

Pasar obligasi, terutama imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun mendorong pasar saham. Pada Rabu, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun naik 8 basis poin menjadi 1,29 persen. Imbal hasil obligasi turun ke level terendah dalam lima bulan.

Penurunan suku bunga membuat investor saham bingung dengan menandakan kemungkinan perlambatan ekonomi karena penyebaran varian COVID-19 dan kemungkinan kesalahan the Federal Reserve.

Bahkan dengan obligasi bergerak lebih tinggi, tren masih turun dibandingkan lima bulan lalu ketika imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun di atas 1,7 persen.

"Katalis mengapa investor merasa nyaman dengan aset berisiko selama dua hari terakhir memang sulit dipahami,” ujar Chris Hussey dari Goldman Sachs.

Ia menambahkan, kemungkinan investor di wall street menerima hal kalau dampak gelombang baru COVID-19 tidak sama dengan musim semi 2020.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Gerak Saham di Wall Street

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Di sisi lain, saham paling diuntungkan dari pembukaan kembali ekonomi yang cepat terus naik pada Rabu, 21 Juli 2021 setelah  aksi jual pada awal pekan.

Saham Karnaval naik 9,4 persen, saham Las Vegas Sands menguat 3,4 persen. Saham energi memimpin reli lanjutan karena harga minyak yang menguat setelah turun di bawah USD 70 per barel pada awal pekan ini. Sektor energy select SDPR naik 3,4 persen.

Saham Coca Cola memberikan dorongan awal untuk sentimen pasar setelah melaporkan pendapatan kuartalan yang melampaui level pra pandemi pada 2019 dan meningkatkan prediksi setahun penuh. Saham Coca Cola naik lebih dari satu persen.

Saham Johnson and Johnson mendatar setelah melaporkan pendapatan dan laba kuartal II 2021 lebih baik dari yang diharapkan dan juga menaikkan prediksi pada 2021. Saham Moderna bergabung dengan indeks S&P 500. Saham Moderna naik hampir 4,5 persen.

Saham Verizon naik sedikit setelah melaporkan pendapatan dan pertumbuhan pelanggan yang lebih baik dari perkiraan serta meningkatkan prospek setahun penuh. Saham Chipotle naik 11,5 persen karena rantai makanan cepat saji Meksiko tersebut melaporkan pendapatan kuartalan yang melampaui tingkat pra pandemi COVID-19 karena pelanggan kembali ke restorannya.

Selain itu, Netflix melaporkan panduan pelanggan kuartal III yang mengecewakan. Perusahaan raksasa streaming itu mengharapkan 3,5 juta pelanggan pada kuartal III, hampir 2 juta di bawah perkiraan analis. Perusahaan juga melaporkan pendapatan yang meleset dari harapan. Saham Netflix susut 3,2 persen.

Berdasarkan FactSet, sekitar 85 persen perusahaan S&P 500 telah melaporkan kinerja yang sejauh ini telah melampaui perkiraan.

Dampak Kasus COVID-19

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Beberapa ahli melihat pasar menuju periode yang bergejolak. Ada kemungkinan tekanan terhadap bursa saham. Investor menyulap kekhawatiran tentang inflasi kasus COVID-19 baru yang naik di AS saat varian delta menyebar.

“Saya pikir apa yang telah kita lihat di sini adalah peringatan diri dari koreksi yang mungkin anan kita lihat pada akhir Agustus, September, Oktober,” ujar Analis Saham Miller Tabak, Matt Maley.

Namun, data menunjukkan lonjakan jumlah kasus COVID-19 biasanya tidak membuat pasar saham turun lama. Dalam 14 bulan sejak April, rata-rata kasus harian, jumlah kasus AS telah meningkat empat kali lipat dan indeks S&P 500 tetap positif.

Hussey dari Goldman menuturkan, pengetahuan lebih baik tentang COVID-19 dan vaksin yang tersedia mengurangi dampaknya dapat menjadi kontributor kepercayaan pasar kalau kegiatan ekonomi AS tidak akan membeku lagi dengan gelombang kasus COVID-19 lainnya.

Chief Market Strategist The Colony Group, Rich Steinberg mengharapkan kelanjutan dari aksi beli investor.

“Kami akan mendapatkan reli lanjutan karena investor telah dikondisikan untuk membeli saat turun,” ujar dia.

Ia menambahkan, investor telah dkondisikan untuk khawatirkan ekonomi dan kasus COVID-19 yang penuh tekanan tahun lalu. “Saya akan menggambarkan lingkungan yang gelisah, tetapi tidak melihat tingkat level tinggi dalam jangka pendek,” ujar Steinberg.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya