Harga Batu Bara Turun pada Awal Pekan, Ini Kata Analis

Ada varian delta COVID-19 dinilai akan berdampak terhadap ekonomi China dan Amerika Serikat. Hal ini berdampak terhadap harga batu bara.

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 23 Agu 2021, 23:18 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2021, 23:18 WIB
Ekspor Batu Bara Indonesia Menurun
Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah meningkat, harga batu bara terpantau merosot. Menurut data ICE Newcastle (Australia), harga untuk komoditas energi ini berada di angka USD 157,5 per ton pada Senin (23/8/2021).

Padahal sebelumnya, harga batu bara sempat menyentuh USD 169,75 per ton. Angka tersebut menjadi rekor tertinggi sejak 2008 lalu. Lalu bagaimana prospek saham batu bara hingga akhir tahun ini?

Direktur Equator Swarna Investama, Hans Kwee mengatakan, bila penurunan yang terjadi karena ekonomi China dan Amerika Serikat juga mengalami hal yang sama.

"Ini memang karena ada Covid-19 varian delta jadi kemungkinan ekonomi Tiongkok dan Amerika Serikat itu turun, sehingga komoditas jadi melambat, oleh karena itu turun ke bawah," katanya kepada Liputan6.com.

Saat disinggung bagaimana prospek saham batu bara ke depan, Hans masih optimistos meski menegaskan bila penurunan bisa saja terjadi.  

"Harusnya masih bisa (investasi di batu bara), cuma kemungkinan ada pelemahan bisa saja terjadi," tuturnya.

Tak hanya itu, Hans mengaku kinerja batu bara yang dirilis beberapa perusahaan juga masih terlihat baik.

"Kalau dari kinerja perusahaan masih bagus ya kalau dilihat pergerakannya. Jadi dia masih menarik karena memang masih banyak tenaga listrik yang menggunakan itu," ujar dia.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penutupan IHSG pada 23 Agustus 2021

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat dan catat penguatan besar pada perdagangan Senin, 23 Agustus 2021.

Pelaku pasar yang dinilai sudah menganggap dampak tapering atau pengurangan stimulus bank sentral AS tidak terlalu besar seperti 2013 jadi sentimen positif.

Penutupan perdagangan, IHSG  menguat 1,31 persen ke posisi 6.109,82. Indeks LQ45 naik 1,03 persen ke posisi 863,82. Seluruh indeks acuan kompak menguat.

Pada awal pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.109,82 dan terendah 6.037,70. Sebanyak 377 saham menguat sehingga mengangkat IHSG. 147 saham melemah dan 127 saham diam di tempat.

Total frekuensi perdagangan saham 1.565.177 kali dengan volume perdagangan 22,8 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 12,6 triliun. Investor asing beli saham Rp 159,77 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 14.378.

10 sektor saham kompak menguat. Indeks sektoral IDXtechno naik 3,06 persen, dan catat penguatan terbesar. Diikuti indeks sektoral IDXenergy mendaki 2,66 persen dan IDXproperty menanjak 2,01 persen.

Analis PT Sucor Sekuritas, Hendriko Gani menuturkan, IHSG menguat seiring mayoritas investor sudah kembali berpikir rasional terkait dampak tapering off oleh bank sentral Amerika Serikat (AS). “Potensinya tidak terlalu berdampak pada pasar saham seperti 2013,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Selain itu, Hendriko menuturkan, kenaikan IHSG juga didorong saham-saham teknologi. Sedangkan terkait keputusan perpanjangan atau tidak PPKM, Hendriko menilai, PPKM tidak terlalu berdampak terhadap IHSG.

Hal ini seiring data ekonomi masih baik. “Kalau dilihat data selama Juli kemarin dan data Agustus yang PPKM, konsumsi kita masih tumbuh bagus, jadi ekonomi tidak selemah yang diperkirakan akibat PPKM,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya