Sentimen Ini Bayangi Pasar Keuangan pada Semester II 2022

PT Ashmore Asset Management Indonesia melihat kemungkinan tekanan eksternal akan mulai berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Jul 2022, 15:31 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2022, 14:30 WIB
Pembukaan-Saham
Pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menjadi salah satu negara dengan kinerja saham terbaik pada semester I 2022. Hal ini seiring kondisi ekonomi yang stabil, harga komoditas dan neraca yang lebih sehat.

Demikian mengutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (3/7/2022). Dalam riset itu disebutkan, pihaknya melihat kemungkinan tekanan eksternal akan mulai berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada saat ini, perusahaan Indonesia masih melaporkan keuntungan cukup kuat.  

Perusahaan tersebut yang masuk perusahaan blue chip yang menyumbang mayoritas terhadap indeks. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang masih sangat hawkish.

Inflasi Amerika Serikat sudah mulai mereda pada Mei 2022. Namun, secara struktural, inflasi masih ada tekanan sehingga the Fed masih agresif untuk memperketat kebijakan moneter.

"Konsensus memperkirakan suku bunga the Fed akan naik 150 basis poin pada akhir 2023, meninggalkan lebih banyak tekanan untuk imbal hasil aset,” demikian mengutip riset Ashmore Asset Management Indonesia, Minggu (3/7/2022).

Kedua, sepertinya serangan Rusia ke Ukraina tidak mereda. Hal ini membuat krisis sumber daya dan energi seiring penutupan gas Rusia ke Eropa mungkin akan segera terjadi. Dengan demikian, risiko pada komoditas, inflasi dan pasar tetap tinggi.

Ketiga, China telah membuka kembali ekonominya setelah kasus nol COVID-19 dan melonggarkan penguncian. Saat ini, China hadapi kenaikan pengangguran seiring kebijakan nol COVID-19 yang ketat pengaruhi kegiatan ekonomi dan menekan pasar lowongan kerja.

"Meskipun pun ini adalah kabar baik dan pasar telah menanggapi dengan tepat, pemerintah China telah menyarankan itu tidak akan menghindar dari melakukan penguncian lain untuk lonjakan kasus positif COVID-19,”

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Strategi

Perdagangan Awal Pekan IHSG Ditutup di Zona Merah
Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bagaimana cara investasi untuk sisa tahun ini?

Ashmore melihat ini adalah waktu yang tepat jika tidak kembali kunjungi portofolio dan melihat apakah akan seimbangkan kembali alokasi.

"Strategi saham kami juga telah bergerak dari pertumbuhan menuju valuasi yang juga telah bergerak dari pertumbuhan menuju valuasi seperti yang kita lihat pertumbuhan earning per share (EPS) paling cepat telah terjadi,”

Ashmore merekomendasikan overweight dalam saham pada semester I 2022 dan underweight untuk obligasi. Sementara ini tetap terjadi untuk jangka panjang.

"Kami merekomendasikan bahwa dalam jangka pendek, portofolio seimbang bisa mendapatkan keuntungan lebih cepat,"

Investasi di Tengah Sentimen Suku Bunga Acuan

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, volatilitas rupiah dan imbal hasil obligasi berkurang setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan pertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,50 persen pada Juni 2022. Di tengah sentimen suku bunga, investasi disarankan tetap dilakukan terutama di saham.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu, 26 Juni 2022, Bank Indonesia pertahankan suku bunga acuan 3,5 persen pada Juni 2022 dan sesuai harapan konsensus.

BI pertahankan suku bunga acuan meski bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga secara agresif selama pertemuan terakhir dan keinginan untuk kembali menaikkan suku bunga pada pertemuan berikutnya.

Imbal hasil obligasi telah turun, sementara rupiah stabil.  Meski demikian, BI isyaratkan upaya untuk menormalkan kurva operasi pasar terbukan.

Lalu bagaimana itu dilakukan dan mengapa penting? Faktanya BI tidak menaikkan suku bunga akan menempatkan dalam posisi yang tidak menguntungkan mengingat spread atau jaraknya menipis antara Indonesia dengan negara lain terutama dengan peringkat lebih tinggi.

 

Makro Ekonomi Indonesia

IHSG Ditutup Melemah ke 6.023,64
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpampang di Jakarta, Kamis (10/10/2019). Dari 10 sektor pembentuk IHSG, lima sektor saham berada di zona merah. Pelemahan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

BI pun berencana mengelola imbal hasil melalui operasi pasar terbuka dengan memberikan lebih dari permintaan biasanya yang dilelang dalam jangka pendek (7 day reverse repo rate) yang tenornya berdekatan (14 day reverse repo rate) akan diambil.

"Ini kemungkinan akan hasilkan OMO lebih curam yang mungkin menyerupai kebijakan kenaikan suku bunga yang akhirnya meningkatkan daya saing pemerintah Indonesia,” demikian mengutip riset Ashmore Asset Management Indonesia.

Secara keseluruhan langkah ini menunjukkan Indonesia tidak di belakang kurva dalam tingkat kenaikan dan dapat mengurangi tekanan dari arus keluar asing dari obligasi pemerintah Indonesia.

Di sisi lain, makro ekonomi Indonesia pun masih lebih kuat meski ada tekanan inflasi. Di sisi lain, transaksi berjalan tetap solid ditopang harga komoditas dengan struktur neraca yang relatif lebih baik.

Ashmore Asset Management Indonesia melihat volatilitas indikator mata uang dan imbal hasil obligasi pemerintah telah berkurang usai keputusan BI. "Mengulangi rekomendasi tetap investasi terutama di saham,” demikian mengutip dari riset Ashmore Asset Management Indonesia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya