Meneropong Prospek Saham dan Obligasi di Tengah Sentimen Global

Kinerja imbal hasil obligasi dan kebijakan the Federal Reserve (the Fed) terkait suku bunga membayangi pasar.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Nov 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2024, 07:00 WIB
Meneropong Prospek Saham dan Obligasi di Tengah Sentimen Global
Seiring ekonomi Amerika Serikat (AS) yang melambat dan bank sentral AS berpotensi kembali turunkan bunga akan mendorong investor global mencari aset berisiko.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Seiring ekonomi Amerika Serikat (AS) yang melambat dan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) berpotensi kembali turunkan bunga akan mendorong investor global mencari aset berisiko.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, pada pekan lalu, data klaim pengangguran awal di AS yang terus menurun yang menunjukkan pasar tenaga kerja tetap tangguh meskipun suku bunga tetap ketat secara historis di AS.

“Namun, penting untuk dicatat data ini dirilis setiap minggu dan rentan terhadap gangguan. The Fed tetap bergantung pada data untuk keputusan suku bunga mereka,” demikian seperti dikutip dari riset Ashmore, ditulis Senin (25/11/2024).

Ashmore melihat, pasar terus perkirakan kemungkinan lebih kecil dari penurunan suku bunga pada bulan mendatang. Jika the Fed bertindak seperti yang ditunjukkan pada September dot plots, pasar akan melihat penurunan suku bunga pada Desember. “Namun, saat ini pasar hanya memperkirakan sekitar 55 persen kemungkinan penurunan suku bunga pada Desember, karena inflasi tampaknya tidak lagi menjadi perhatian utama bagi pejabat the Fed,” demikian seperti dikutip.

Ashmore terus memantau data pasar tenaga kerja yang akan datang sebelum pertemuan FOMC berikutnya.

Di sisi lain, kondisi terkini di Amerika Serikat adalah kondisi di mana imbal hasil surat berharga atau obligasi AS meningkat, mendekati level tertinggi dalam sejarah. “Ini berarti investor dapat tetap berinvestasi dalam investasi “bebas risiko” dan tetap memperoleh laba sekitar 1,8 persen berdasarkan level imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun saat ini,” demikian seperti dikutip.

Melihat data historis dalam 10 tahun terakhir, Ashmore melihat imbal hasil obligasi biasanya tidak bertahan pada atau di atas level 2 persen untuk waktu yang lama. Faktanya, imbal hasil riil hanya bertahan pada level sekitar 6 persen, yang berarti pasar dapat segera melihat pembalikan.

 

Potensi Penurunan Suku Bunga The Fed

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

"Meskipun kekhawatiran tentang dasar suku bunga di AS tetap ada, kemungkinan besar kita akan terus melihat siklus penurunan suku bunga, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat dari yang diantisipasi sebelumnya,” demikian seperti dikutip.

Oleh karena itu, pasar mungkin melihat tingkat imbal hasil riil perlahan-lahan turun karena inflasi tampak terkendali dan imbal hasil AS kembali.

Apa artinya?

Jika menilik kembali saat imbal hasil riil berkisar sekitar 2 persen, pasar biasanya melihat kinerja lebih baik dari beberapa kelas aset yang mencakup pasar negara berkembang. Dolar AS juga melemah sekitar 7 persen dalam rata-rata 12 bulan setelah mencapai imbal hasil riil yang tinggi.

“Oleh karena itu, kami tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang saham dan obligasi Indonesia, karena valuasi saham secara historis tetap murah dan imbal hasil obligasi saat ini meningkat yang membawa peluang besar untuk menambah eksposur,”

Ashmore merekomendasikan untuk mempertahankan diversifikasi dalam portofolio seiring risiko global tetap ada.

Kinerja IHSG pada

Hari Ini, Indeks Harga Saham Gabungan Ditutup di Zona Hijau
IHSG ditutup pada level 7.220,88. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada perdagangan 18-22 November 2024. Penguatan IHSG didorong sentimen nilai tukar rupiah dan harga komoditas.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (23/11/2024), IHSG ditutup naik 0,48 persen ke posisi 7.195,56. Pada pekan lalu, IHSG ditutup turun 1,7 persen di posisi 7.161,25.

Sementara itu, kapitalisasi pasar bursa terpangkas 0,08 persen menjadi Rp 12.053 triliun dari pekan lalu di posisi Rp 12.063 triliun. Rata-rata frekuensi transaksi juga merosot 13,80 persen menjadi 1,10 juta kali transaksi dari 1,28 juta kali transaksi pada pekan lalu.

Sementara itu, selama sepekan rata-rata nilai transaksi harian bursa anjlok 19,17 persen menjadi Rp 9,93 triliun dari Rp 12,28 triliun pada pekan sebelumnya.

Selain itu, rata-rata volume transaksi harian bursa selama sepekan susut 37,82 persen menjadi 19,89 miliar saham dari 31,99 miliar saham pada pekan lalu.

Investor asing menjual saham Rp 353,68 miliar pada Jumat, 22 November 2024. Namun,selama sepekan pada 18-22 November 2024, investor asing jual saham Rp 3,65 triliun. Sepanjang 2024, investor asing beli saham Rp 25,46 triliun.

 

Kata Analis

IHSG Ditutup Melemah ke Level 6.679
Pekerja tengah melintas di bawah layar Indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Selasa (16/5/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, selama sepekan IHSG menguat didorong sejumlah hal. Pertama, pergerakan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah. Dolar AS masih menguat terhadap rupiah seiring sikap hawkish the Federal Reserve atau the Fed yang akan tetap pertahankan suku bunga acuan 4,75 persen mengingat kondisi ekonomi AS yang masih baik.

"Kedua, pergerakan harga komoditas dunia, khususnya emas dan minyak yang mengalami penguatan setelah memanasnya kembali konflik Rusia dengan Ukraina,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Ketiga, rilis suku bunga China dan Indonesia yang masih mempertahankan di levelnya masing-masing (China 3,1% dan 3,6%, Indonesia 6%).

Untuk sepekan ke depan, Herditya mengatakan, pihaknya perkirakan IHSG berpeluang melanjutkan penguatannya dengan area support di 7.118 dan resistance di 7.287.

“Adapun diperkirakan yang mempengaruhi IHSG antara lain  Rilis data makro AS, di mana akan ada data PCE dan personal income,” kata dia.

Kemudian, Investor diperkirakan mencermati kembali Rusia dan Ukraina yang kembali memanas, di mana akan mengakibatkan pergerakan pada harga komoditas dunia.

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya