Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) siap melakukan delisting pada setidaknya 10 emiten pada 2025. Sehubungan dengan aksi tersebut, perusahaan tercatat yang berpotensi delisting, diminta untuk melakukan pembelian kembali saham (buyback).
Mengenai kewajiban buyback saham oleh Perusahaan Tercatat yang terkena force delisting sebagaimana diatur dalam POJK 45/2024 Pasal 8 Ayat (3), Bursa Efek Indonesia (BEI) terus melakukan koordinasi dengan Perusahaan Tercatat terkait agar kewajiban buyback dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca Juga
Terdapat 10 Perusahaan Tercatat yang telah diputuskan delisting oleh Bursa. Di mana 2 Perusahaan Tercatat yaitu PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) dan PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW) telah melakukan keterbukaan informasi terkait rencana buyback sesuai ketentuan yang berlaku. Langkah ini merupakan bentuk transparansi kepada pemegang saham dan sejalan dengan prinsip keterbukaan informasi di pasar modal.
Advertisement
"Selanjutnya, Bursa akan tetap melakukan pengawasan serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada. Kami juga mengimbau kepada Perusahaan Tercatat yang sudah diputuskan delisting oleh Bursa agar segera memberikan transparansi dan kepastian kepada pemegang saham terkait rencana buyback sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan, Kamis (6/2/2025). Bursa meminta para pemangku kepentingan untuk terus memantau keterbukaan informasi dari Perusahaan Tercatat.
Penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di Bursa diatur dalam Peraturan Bursa No I-I. Pada ketentuan III.3.1.1, Bursa dapat menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat apabila perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, Baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Sementara dalam ketentuan III.3.1.2, Bursa dapat melakukan delisting saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Emiten yang Delisting
Sehubungan dengan telah terpenuhinya salah satu kondisi sebagaimana tersebut pada Peraturan Bursa Nomor I-N, maka Bursa memutuskan penghapusan pencatatan efek (delisting) kepada perusahaan tercatat yang efektif pada 21 Juli 2025 sebagai berikut:
PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH).
Kemudian PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), PT Nipress Tbk (NIPS), PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX), dan PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW).
Imbauan BEI
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengimbau pada perusahaan tercatat yang dinyatakan pailit, agar melakukan penghapusan pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting. Namun sebagai upaya perlindungan investor, Bursa mendesak emiten berpotensi delisting untuk melakukan pembelian kembali saham perusahaan atau buyback.
Nyoman, agar delisting berhasil maka perlu ada pihak yang siap melakukan pembelian kembali. Diutamakan dari pihak internal perusahaan yang akan delisting.
"Kita sangat mengharapkan Bahwa pelaksanaan volunteer delisting itu berhasil. Bagaimana biar berhasil, ya proses buybacknya tercapai. Bagaimana buybacknya tercapai, ya yakinkan bahwa ada pihak yang ditunjuk untuk buyback. Nah, mencari pihak yang ditunjuk Ini yang kita Komunikasikan," kata Nyoman.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa delapan perusahaan terbuka sebagai emiten atau perusahaan publik yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan dan pengumuman. Keputusan ini diambil karena perusahaan-perusahaan tersebut telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jadi ini kita speed up proses (delisting)nya," imbuh Nyoman.
Advertisement
BEI Terapkan Non-Cancellation Kuartal IV 2025
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memberlakukan periode non-cancellation dalam perdagangan saham untuk memastikan transparansi dan stabilitas harga. Non-cancellation period adalah waktu tertentu di mana investor tidak dapat membatalkan atau mengubah pesanan beli maupun jual saham yang telah dimasukkan.
Selama non-cancellation period, sistem perdagangan BEI menggunakan metode Jakarta Automated Trading System (JATS) untuk menentukan harga penutupan saham berdasarkan mekanisme pasar lelang. Pesanan yang masuk akan diproses untuk menciptakan harga penutupan yang mencerminkan kondisi pasar secara transparan dan adil.
"Kalau kita lihat progres proyeknya seperti ini, baru bisa di kuartal IV untuk non-cancellation period. Tapi kita nanti tunggu pengumuman secara resmi dari bursa, kira-kira kapan bisa implementasinya," ujar Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI, Pande Made Kusuma Ari A dalam edukasi wartawan pasar modal, Rabu (22/1/2025).
Meminimalkan Manipulasi Pasar
Periode non-cancellation merupakan satu periode tertentu pada sesi pre-pembukaan dan juga pada sesi pre-penutupan. Di mana pada periode ini pesanan yang telah dimasukkan ke dalam sistem tidak bisa diubah dan dibatalkan.
Kebijakan ini untuk meminimalisir kemungkinan pembentukan harga yang tidak wajar, dan juga untuk menjaga stabilitas harga selama proses pembentukan harga di sesi pre-pembukaan dan pre-penutupan. Dan dengan demikian diharapkan bisa mengurangi risiko praktik manipulasi pasar seperti seperti ini.
"Jadi implementasi non-cancellation periode ini sejalan dengan praktik-praktik umum di bursa global. Sehingga diharapkan bisa memperkuat integritas proses pembentukan harga di awal dan di sesi akhir perdagangan," imbuh Ari.
Pangkas Manipulasi
Non-cancellation period juga menjadi langkah BEI dalam mendukung likuiditas pasar, sekaligus mengurangi potensi manipulasi harga menjelang penutupan perdagangan.
Dengan ada kebijakan ini, investor diharapkan dapat merencanakan transaksi mereka dengan lebih bijak dan memperhatikan aturan yang berlaku. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya BEI untuk meningkatkan integritas dan efisiensi pasar modal Indonesia.
Investor Tak Dapat Lagi Asal Batalkan Beli Saham
Sebelumnya, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy menuturkan, periode non-cancellation adalah periode di menit-menit terakhir pada sesi pre opening dan pre closing yang tidak memungkinkan pelaku pasar untuk membatalkan atau pun mengubah open order (amend order), tetapi tetap dapat melakukan entry order baru.
Dia mengatakan, pertimbangan penerapan periode non-cancellation ini adalah hasil tinjauan data perdagangan yang menunjukkan terdapat tren peningkatan aktivitas pembatalan pada menit-menit terakhir di sesi pre-opening dan pre-closing, sehingga berpotensi terjadinya pembentukan harga yang tidak wajar pada sesi-sesi tersebut.
Memberikan Keyakinan Investor
"Dengan adanya non cancellation period, diharapkan dapat meningkatkan confidence level dan juga validitas dari order yang masuk pada sesi pre opening dan pre closing,” ujar dia dalam pemberitaan Liputan6.com sebelumnya.
Irvan menuturkan, pihaknya berharap penerapan kebijakan ini dapat memberikan keyakinan bagi investor dalam bertransaksi di BEI terutama pada sesi pre-opening dan pre-closing. Selain itu, ia mengatakan, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan investor dengan tetap mengutamakan prinsip perlindungan investor.
Advertisement