Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 5,58% yang terjadi Senin (19/8/2013) kemarin belum separah yang terjadi pada saat krisis 2008.
Waktu itu, IHSG tergerus hingga 50% dan berbagai kebijakanpun diambil. Salah satunya adalah memberikan kemudahan pada perusahaan, terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk melakukan buyback tanpa harus ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Kalau kita lihat cerminan kondisi pada waktu itu, IHSG sudah turun mendekati 50 %. Kalau kita bandingkan kondisi sekarang, kita tidak berada pada posisi itu. Jadi itu kira-kira bayangannya," kata Anggota Dewan Komisioner OJK Nur Haida seperti yang ditulis pada Selasa (20/8/2013).
Haida menuturkan, untuk saat ini OJK akan terus mencermati pergerakan IHSG secara ketat, tetapi tidak memprediksi. Dia mengakui, pada dasarnya pasar modal itu tidak bisa diintervensi regulator karena di pasar modal masalah demand dan supply yang menentukan. Kecuali, pada saat-saat yang kondisinya memang sudah sedemikian rupa sehingga pengawas harus mengambil tindakan atau relaksasi beberapa ketentuan.
"Itu akan dilakukan, tetapi kita lihat dulu. Kondisinya memang harus benar-benar mengharuskan regulator mengambil sikap seperti itu," ungkapnya.
Menurut dia, relaksasi bisa seperti yang terjadi pada 2008. Namun, buyback seharusnya diputuskan di RUPS, tetapi karena kondisinya memang segera membutuhkan untuk membantu memperbaiki kondisi pasar, sudah harus ada intervensi, itu bisa dilakukan dgn relaksasi aturan tidak harus ada RUPS.
"Kemudian pada tahun 2008 juga ada kondisi pada saat reksadana melakukan penilaian net asset value atau NAV atau nilai aktiva bersih, pada waktu itu boleh tidak dilakukan mark to market, tapi dengan catatan bahwa memang di-hold obligasinya. Jadi ada beberapa kondisi atauketentuan yang bisa diambil pada saat kondisi tertentu dan itu berbeda pada setiap kondisi," terang dia.
Kondisi global secara fundamental, emiten masih bagus. Ini makro global dan juga beberapa tekanan domestik.
"Kita lihat di market itu belum ada sesuatu yang perlu dilakukan, kecuali kalau nanti misalnya terjadi penurunan lagi, kita lihat lagi sampai batas tertentu. Itu semua SOP-nya sudah ada. Misalnya penurunan sampai 7,5 % sehari di bursa itu ada meeting untuk melihat apa yang harus dilakukan. Itu sudah ada step-nya," pungkasnya. (Pew/Ndw)
Waktu itu, IHSG tergerus hingga 50% dan berbagai kebijakanpun diambil. Salah satunya adalah memberikan kemudahan pada perusahaan, terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk melakukan buyback tanpa harus ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Kalau kita lihat cerminan kondisi pada waktu itu, IHSG sudah turun mendekati 50 %. Kalau kita bandingkan kondisi sekarang, kita tidak berada pada posisi itu. Jadi itu kira-kira bayangannya," kata Anggota Dewan Komisioner OJK Nur Haida seperti yang ditulis pada Selasa (20/8/2013).
Haida menuturkan, untuk saat ini OJK akan terus mencermati pergerakan IHSG secara ketat, tetapi tidak memprediksi. Dia mengakui, pada dasarnya pasar modal itu tidak bisa diintervensi regulator karena di pasar modal masalah demand dan supply yang menentukan. Kecuali, pada saat-saat yang kondisinya memang sudah sedemikian rupa sehingga pengawas harus mengambil tindakan atau relaksasi beberapa ketentuan.
"Itu akan dilakukan, tetapi kita lihat dulu. Kondisinya memang harus benar-benar mengharuskan regulator mengambil sikap seperti itu," ungkapnya.
Menurut dia, relaksasi bisa seperti yang terjadi pada 2008. Namun, buyback seharusnya diputuskan di RUPS, tetapi karena kondisinya memang segera membutuhkan untuk membantu memperbaiki kondisi pasar, sudah harus ada intervensi, itu bisa dilakukan dgn relaksasi aturan tidak harus ada RUPS.
"Kemudian pada tahun 2008 juga ada kondisi pada saat reksadana melakukan penilaian net asset value atau NAV atau nilai aktiva bersih, pada waktu itu boleh tidak dilakukan mark to market, tapi dengan catatan bahwa memang di-hold obligasinya. Jadi ada beberapa kondisi atauketentuan yang bisa diambil pada saat kondisi tertentu dan itu berbeda pada setiap kondisi," terang dia.
Kondisi global secara fundamental, emiten masih bagus. Ini makro global dan juga beberapa tekanan domestik.
"Kita lihat di market itu belum ada sesuatu yang perlu dilakukan, kecuali kalau nanti misalnya terjadi penurunan lagi, kita lihat lagi sampai batas tertentu. Itu semua SOP-nya sudah ada. Misalnya penurunan sampai 7,5 % sehari di bursa itu ada meeting untuk melihat apa yang harus dilakukan. Itu sudah ada step-nya," pungkasnya. (Pew/Ndw)