Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pasar keuangan derivatif di Indonesia masih memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (PMDK) OJK Inarno Djajadi, mengatakan potensi tersebut terlihat dari pangsa pasar keuangan derivatif di beberapa negara tetangga yang telah berkembang pesat.
Advertisement
Baca Juga
Inarno membeberkan data pangsa pasar keuangan derivatif di beberapa negara tetangga Indonesia. Di Thailand misalnya market share derivatif terhadap pendapatan bursa mencapai 16 persen sedangkan dari equity sekitar 30 persen.
Advertisement
"Di luar itu tentunya ada obligasi dan aset-aset lain,” kata Inarno dalam dalam Konferensi Pers, Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025, Selasa (11/2/2025).
Di sisi lain Malaysia market share derivatif terhadap pendapatan bursa mencapai 15 persen, dan Singapura bahkan mencapai 27 persen. Inarno menyebut kehadiran produk keuangan derivatif ini diharapkan dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, Inarno menyebut saat ini OJK bersama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) serta berbagai pemangku kepentingan sedang berfokus pada proses transisi pengawasan yang masih berlangsung.
Soal regulasi, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 1 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut OJK meminta para pelaku pelaku pasar penyedia infrastruktur dan produk derivatif keuangan dengan underlying asset berupa efek wajib mendapatkan persetujuan prinsip dari OJK.
Tak hanya soal perizinan, OJK juga mengembangkan sistem pengawasan terintegrasi. Secara paralel, OJK juga berkolaborasi dengan para pelaku industri guna mengidentifikasi serta mengoptimalkan potensi pertumbuhan pasar keuangan derivatif di Indonesia.
Pengawasan dan Pengaturan Derivatif Keuangan Resmi Beralih ke OJK
Sebelumnya Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital termasuk aset kripto serta derivatif keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada 10 Januari 2025.
Pengalihan tugas dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia ini dilakukan sesuai amanat pada Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Hal ini juga menjadi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan.
Peralihan dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia secara penuh dilakukan paling lama 24 bulan sejak pengundangan UU P2SK yang bertepatan pada 10 Januari 2025.
Advertisement
Jurus OJK Perangi Kejahatan Keuangan di Indonesia
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk memerangi kejahatan keuangan, OJK juga telah membentuk Sistem Informasi Pelaku di Sektor Jasa Keuangan (SIPELAKU).
"Untuk melengkapi ekosistem penegakan integritas di sektor jasa keuangan dan mempersempit ruang gerak pelaku fraud di sektor jasa keuangan OJK membentuk database fraudster terintegrasi. Yang disebut sistem informasi pelaku di sektor jasa keuangan SIPELAKU," kata Mahendra dalam sambutannya di Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Mahendra menjelaskan, sistem ini berfungsi untuk mendata dan menyebarkan informasi terkait pelaku financial fraud kepada lembaga jasa keuangan, sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat dalam berhubungan dengan stakeholder.
"SIPELAKU menjadi sarana diseminasi pelaku financial fraud kepada lembaga jasa keuangan, sehingga diharapkan dapat menjadi bagian dari manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan dalam berhubungan dengan stakeholders," jelasnya.
Tidak hanya itu, OJK juga mengungkapkan bahwa mereka akan terus mengembangkan interkoneksi SIPELAKU dengan berbagai sumber data lainnya untuk memperluas cakupan pengawasan. Hal ini diharapkan dapat mempersempit ruang gerak bagi pelaku fraud di sektor keuangan.
"Kedepan interkoneksi SIPELAKU terus akan dikembangkan dengan sumber data dan sumber informasi lain," ujarnya.
Tingkatkan Perlindungan Konsumen
Lebih lanjut, untuk meningkatkan perlindungan konsumen dan investor, OJK juga akan mengatur mekanisme dan tata cara pemasaran produk keuangan.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa iklan, deskripsi, dan ringkasan produk atau layanan keuangan lebih transparan dan dapat dipahami oleh masyarakat. Praktik pemasaran yang transparan diharapkan dapat meminimalkan potensi kerugian bagi konsumen.
"Untuk memperkuat pelindungan konsumen dan investor, masyarakat, serta menerapkan prinsip akutabilitas OJK akan mengatur mekanisme dan tata cara pemasaran produk keuangan yang lebih transparan terutama terkait iklan, deskripsi, dan ringkasan produk atau layanan," ujarnya.
Mahendra mengatakan, melalui serangkaian kebijakan ini, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman, transparan, dan dapat dipercaya, sehingga meningkatkan integritas sektor jasa keuangan Indonesia secara keseluruhan.
Advertisement