Waspada! Efisiensi Anggaran Bisa Berdampak ke Perbankan

mengatakan pemangkasan anggaran negara yang mencapai Rp 306 triliun tentunya akan memberi dampak pada kegiatan bisnis di dalam negeri, termasuk sektor perbankan.

oleh Tira Santia diperbarui 11 Feb 2025, 18:20 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2025, 18:15 WIB
Bank Syariah
Petugas teller menghitung uang di Bank Bukopin Syariah, Jakarta, Selasa (30/1). Di periode sama, pertumbuhan aset perbankan konvensional sebesar 11,20% menjadi Rp 7.183,77 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Instruksi ini soal efisiensi anggaran negara sebesar Rp 306,69 triliun untuk tahun anggaran 2025.

Langkah ini mencakup pengurangan belanja kementerian/lembaga dan alokasi dana transfer ke daerah, dengan tujuan utama mendukung program-program pemerintah yang berdampak cepat.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengatakan pemangkasan anggaran negara yang mencapai Rp 306 triliun tentunya akan memberi dampak pada kegiatan bisnis di dalam negeri, termasuk sektor perbankan.

Menurutnya, dengan anggaran yang lebih terbatas, konsumsi domestik dan investasi sektor publik dapat mengalami penurunan, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Bagi bank, hal ini mungkin memengaruhi volume kredit dan kinerja investasi, yang berimbas pada target pertumbuhan kredit yang diperkirakan akan melambat.

Prinsip Kehati-hatian

Namun, sektor perbankan Indonesia memiliki dasar yang cukup kuat dalam menghadapi tantangan ini. Karena bank-bank di Indonesia sejauh ini telah menerapkan prinsip kehati-hatian yang baik, terutama pasca-reformasi 1998, dan telah memenuhi standar internasional yang diharapkan.

Prinsip kehati-hatian inilah yang menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian.

"Kabar baiknya. Karena memang dalam penerapan prinsip kehati-hatian bank kita sudah cukup bagus bahkan semenjak reformasi 1998 banyak sekali perubahan peraturan perundang-undangan dan juga peningkatan rasio-rasio keuangan yang sesuai dengan internasional standar," kata Dian dalam konferensi pers PTIJK 2025, di JCC Jakarta, Selasa (11/2/2025).

 

Peran OJK Menjaga Stabilitas Sektor Perbankan RI

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Oleh karena itu, OJK memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan stabilitas sektor perbankan Indonesia. Sebagai regulator yang mengawasi sektor ini, OJK mengedepankan kebijakan yang mendukung ketahanan dan pengelolaan risiko dalam perbankan.

Salah satu langkah yang diambil OJK adalah mendorong penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan risiko kredit dan likuiditas.Selain itu, kebijakan untuk mendukung pertumbuhan perbankan juga penting, terutama di sektor yang berkaitan dengan hilirisasi dan proyek-program pemerintah lainnya.

Program-program ini diharapkan dapat menciptakan peluang bagi perbankan domestik untuk tumbuh, asalkan dilakukan dengan mekanisme pasar yang transparan dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

OJK, dalam hal ini, memberikan ruang bagi sektor perbankan untuk beradaptasi dengan dinamika pasar, sambil tetap mengutamakan ketahanan dalam menghadapi risiko eksternal yang berpotensi merugikan.

"Apalagi ditambah dengan program-program Pemerintah tertentu untuk hilirisasi dan sebagainya. tentunya jika dilakukan tentu saja secara market mecanism dan prudential regulation akan mendorong pertumbuhan perbankan kita dengan signifikan," jelasnya.

 

Prospek Pertumbuhan Perbankan di Tengah Ketidakpastian

Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti
Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti... Selengkapnya

Meskipun tantangan besar hadir, prospek pertumbuhan sektor perbankan Indonesia tetap optimis. Dengan adanya program hilirisasi yang didorong oleh pemerintah, serta peluang yang terbuka lebar di pasar domestik, perbankan Indonesia tetap memiliki ruang untuk tumbuh.

Menurut Dian, target pertumbuhan kredit sebesar 9-11 persen di tahun 2025 masih terbilang realistis, dengan catatan bahwa bank-bank Indonesia tetap menjaga prinsip kehati-hatian dan beradaptasi dengan dinamika pasar.

"Memang target pertumbuhan kredit 9-11 persen itu masih realistik," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya