Liputan6.com, Jakarta Sebut tahun-tahun yang penting bagi bangsa kita, salah satunya adalah 1998. Di tahun itu kita menyaksikan kerusuhan besar melanda Jakarta, mahasiswa berdemo menuntut Suharto turun, dan pada akhirnya Suharto yang sudah memerintah selama 32 tahun pun lengser.
Namun, peristiwa demikian besar, yang mengubah arah bangsa ini, ternyata baru sedikit sekali diangkat ke layar lebar oleh sineas kita. Entah bagaimana, rupanya tema ini dianggap kurang seksi bagi sineas kita.
Kami mencatat baru lima film yang secara khusus mengangkat seputar peristiwa di tahun 1998. Apa saja? Dan yang mana yang terbaik menurut kami?
Advertisement
Baca juga:
No. 5
5. Merry Riana (2014)
Saudara kita yang beretnis Tionghoa menjadi korban paling bernasib naas saat kerusuhan 13-14 Mei 1998. Rumah dan toko mereka dibakar massa. Sejumlah wanita menjadi korban pemerkosaan. Sejumlah lain eksodus ke luar negeri. Salah satunya, keluarga Merry Riana. Di versi film yang edar akhir tahun kemarin, kita melihat keluarga Merry menyewa mobil ambulans menembus Jakarta yang dilanda rusuh massal. Di tengah jalan, perusuh menghadang. Harta Merry dirampas. Akhirnya, tiket ke Singapura hanya cukup untuk Merry.
Ia kemudian hidup sendirian di Singapura. Di sini filmnya kemudian jadi janggal. Kita melihat Merry sebatang kara, berdiri menatap gedung Marina Bay Sands. Padahal gedung itu berdiri 2010, bukan 1998. Seolah Merry naik mesin waktu dan tiba lebih dari sepuluh tahun setelah peristiwa 1998.
Advertisement
No. 4
4. Di Balik 98 (2015)
Inilah film yang paling lengkap merekam momen-momen peristiwa penting seputar masa Reformasi 1998. Film ini jadi debut penyutradaraan film panjang Lukman Sardi. Dengan kecakapan seorang sutradara spesialis film epik, Lukman merekonstruksi ulang masa itu. Ia mengasting para aktor menjadi elit politik era itu, mulai dari Suharto, Habibie, Harmoko, Wiranto, hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Selain kisah para elit, Lukman juga menyajikan cerita orang-orang biasa yang ikut dalam pusaran arus masa itu.
Ada mahasiswa, tentara, pegawai istana, pemulung, dan warga etnis Tionghoa. Sebagai sebuah karya doku-drama yang berjarak dengan peristiwa 1998, karya Lukman Sardi ini terbilang baik. Namun, bila merujuk pada judulnya yang gagah, film ini tak menawarkan apa pun untuk menerangkan makna Di Balik 98 kecuali hal-hal yang sudah diketahui umum.
No. 3
3. Student Movement in Indonesia (2002)
Tino Saroengallo, sineas dokumenter kawakan itu, mengabadikan peristiwa 1998 dalam gambar yang totalnya berdurasi 50 jam. Lalu, film dokumenter yang semula diberi judul `The Army Forced Them to be Violence` ini harus menunggu selama tiga tahun lebih untuk bisa masuk bioskop. Durasi 50 jam kemudian diringkas jadi sekitar 45 menit yang fokus pada perjuangan mahasiswa meruntuhkan rezim Orde Baru, Suharto. Di laman sinopsis film ini di situs jaringan group bioskop 21, inilah film dokumenter Indonesia pertama yang bisa disaksikan di bioskop komersil.
Advertisement
No. 2
2. 9808, Antologi 10 Tahun Reformasi (2008)
Sepuluh orang pembuat film muda--antara lain Edwin, Ifa Isfansyah, Lucky Kuswandi, dan Ucu Agustin--mengumpulkan film-film pendek mereka yang membicarakan peristiwa penting tahun 1998. Apa yang mereka sodorkan tentu saja bukan versi resmi dari peristiwa 1998. Dalam analisisnya, pengamat film Eric Sasono menulis, "Beberapa cara pandang terasa amat sangat permukaan, bahkan sketsais... Beberapa karya mencoba mendekati Peristiwa Mei 1998 sebagai sesuatu yang pesonal dengan cara pandang yang jujur. Satu dua karya membicarakan satu aspek latar belakang dan akibat peristiwa ini sehingga membuka sebuah dimensi yang dalam tentang proses pembentukan bangsa ini... Masa depan juga dibahas oleh antologi ini untuk memberi semacam tutupan (closure) yang menegaskan sikap optimis antologi ini secara keseluruhan."
No. 1
1. May (2008)
Hingga sekarang, May adalah film terbaik yang mengangkat seputar tragedi Mei 1998. Viva Westi, sutradaranya, memfilmkan peristiwa itu tidak dari jarak yang aman. Viva tak perlu bergenit ria menyuguhkan pergolakan tingkat elit masa itu sebagaimana dilakukan Lukman Sardi lewat Di Balik 98. Namun, `May` mengarah langsung pada rakyat jelata yang jadi korban di hari naas itu. Kita mengetahui May jadi korban perkosaan. Tapi, film ini tak hanya berpusat soal perkosaan maupun akibatnya. Kita juga melihat sosok lain, pasangan suami-istri yang mengambil untung dari kerusuhan Mei 1998 dan kemudian bertemu dengan kikuk korban tragedi itu. May lebih unggul karena ia bercerita tentang kita, bukan tentang mereka. (Ade/Mer)
Advertisement