Liputan6.com, Jakarta Sebelum film tayang dan dinikmati penonton di bioskop, terdapat proses yang harus dilewati. Salah satunya lolos tahap penyensoran yang dilakukan Lembaga Sensor Film atau LSF dan mendapat Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).
Keberadaan LSF bertugas sebagai pengawas yang memastikan dunia perfilman Indonesia tumbuh kembang searah dengan nilai-nilai Pancasila. Keberadaan LSF untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif yang bisa muncul dalam peredaran film Indonesia, yang tak sesuai arah dan tujuan LSF.
Advertisement
Baca Juga
Lantas bagaimana proses penyensoran film berjalan? Ketua Komisi Penyensoran LSF Hadi Artomo mengatakan, pertama si pemilik film harus mendaftarkan karyanya yang akan tayang di bioskop.
Advertisement
"Proses penyensoran itu pertama melakukan pendaftaran. Setelah itu masuk ke studio. Di dalam studio ada beberapa anggota tenaga sensor," kata Hadi Armoro di Jakarta Selatan belum lama ini.
Melanggar Hak Cipta
Hadi Artomo mengatakan, petugas akan menonton dan meneliti film tersebut. Mereka juga akan mencatat timecode dari film yang dinilai perlu diperbaiki.
"Sekarang tidak ada lagi cutting. Kita tidak boleh lagi memotong karena itu melanggar hak cipta. Jadi kita akan kembalikan timecode ke pemiliknya untuk direvisi. Setelah direvisi akan kita lihat kembali apakah sudah sesuai," jelasnya.
Advertisement
Istilah Re-Sensor
Andai pemilik film merasa tidak puas dengan penilaian yang diberikan, LSF memberi ruang diskusi dengan istilah re-sensor. Selain dengan pemilik karya, diskusi ini juga dihadiri anggota LSF lainnya dari komisi 2 dan 3.
"Kalau sampai terjadi tidak puas produser ini, maka kami akan membicarakan dengan istilah re-sensor dengan mengundang komisi 2 dan komisi 3, itu kita bicarakan,"Â Hadi Artomo menyambung.
Tema Yang Diangkat Film
Biasanya, re-sensor lebih banyak membahas seputar penurunan kategori usia. Pasalnya menurut catatan LSF sepanjang 2024, film dengan penggolongan usia 13+ menjadi yang paling dominan.
"Kadang enggak bisa kita berikan penurunan usia. Karena biasanya yang paling berat persoalan tema yang diangkat film itu. Jadi lembaga sensor tak boleh menolak film, tapi kita mengembalikan ke pemiliknya. Tahap terakhir itu dialog," Hadi Artomo mengakhiri.
Advertisement