Liputan6.com, Jakarta - Surabaya, Jawa Timur memiliki sejumlah bangunan bersejarah baik peninggalan Belanda dan Tionghoa. Sejumlah bangunan tersebut masih ada berdiri hingga kini meski usianya sudah ratusan tahun. Salah satu bangunan bersejarah tersebut yaitu rumah abu.
Tiga rumah abu yang terkenal di Surabaya antara lain Rumah Abu Han, Rumah Abu The dan Rumah Abu Tjoa. Rumah abu ini menjadi saksi bisu perjalanan masyarakat Tionghoa di Surabaya, Jawa Timur. Rumah abu tersebut dapat menjadi salah satu tempat yang dapat Anda kunjungi ketika jalan-jalan di Surabaya, Jawa Timur.
Apalagi rumah abu ini juga terletak di kawasan pecinan Surabaya, tepatnya di Jalan Karet. Momen perayaan Imlek atau Tahun Baru China menjadi waktu tepat untuk merasakan suasana Imlek.
Advertisement
Baca Juga
Dosen Arsitektur dan Interior Fakultas Industri Kreatif, Universitas Ciputra Surabaya, Freddy Istanto menuturkan, rumah abu merupakan rumah doa atau ibadah keluarga. Para leluhur membuat bangunan itu untuk tempat menghormati para leluhur. Di Rumah Abu tersebut menyimpan abu sisa hio.
"Rumah abu tersebut dibangun oleh orang terkenal, kaya dan terhormat. Semua pebisnis sukses, lalu jadi birokrat andalan pemerintah kolonial sebagai Tetua Komunitas Tionghoa atau Pecinan. Rata-rata usianya 125-150 tahun (rumah abu-red)," ujar Freddy saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (25/1/2020).
Di antara tiga rumah abu tersebut, Rumah Abu Han termasuk salah satu yang paling dikenal. Rumah ini milik keluarga Han Bwee Koo. Rumah Abu Han juga sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Berdasarkan informasi , Rumah Abu Han yang terletak di Jalan Karet Nomor 72 Surabaya ini dibangun pada awal abad XVIII dengan perpaduan tiga langgam arsitektur yaitu Melayu/Jawa, Eropa dan China. Bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai SK Walikota Nomor 188.45/6/436.1.2/2013 pada 8 Januari 2013.
Freddy menuturkan, Rumah Abu Han memadukan tiga arsitektur Melayu, Eropa dan China dilihat dari bangunannya antara lain dari bentuk atap dan susunan ruang mengadopsi gaya China. Sedangkan bagian tiang atau kolom klasik menerapkan gaya arsitektur kolonial, sedangkan gaya arsitektur Jawa dilihat dari model sosoran dan ornamentasi.
"Rumah Abu Han paling besar. Rumah Abu The arsitektur China sedangkan Rumah Abu Tjoa arsitekturnya sudah dirombak," ujar Freddy.
Meski bersejarah, Freddy menyayangkan rumah abu Han semakin sepi didatangi oleh sanak keluarga Han selama 10 tahun terakhir. Padahal rumah abu ini menurut Freddy, menjadi kebanggaan keluarga dan nama besar. Ia berharap keluarga besar dapat melestarikan rumah abu tersebut. "Ini hanya sebagian kecil yang care (merawat rumah abu,” ujar Freddy.
Freddy juga berharap Pemerintah Kota Surabaya dapat melestarikan Kawasan Pecinan di Jalan Karet tersebut. Ini menunjukkan Surabaya sebagai kota yang pluralis.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Jalan Karet, Kawasan Kaya Nilai Sejarah di Surabaya
Setiap kota tampaknya memiliki kawasan kota tua yang mengembalikan ingatan kepada masa lalu kota tersebut. Demikian juga di Surabaya, Jawa Timur.
Di Surabaya, dapat ditemui kawasan kota tua yang memikat mata. Di kawasan kota tua tersebut dapat ditemui bangunan-bangunan peninggalan kolonial terutama Belanda, menelusuri jalan-jalan yang menjadi saksi bisu perkembangan kota tersebut, dan lainnya.
Nah, di Kota Pahlawan ini terdapat sejumlah jalan yang menjadi saksi kawasan kota tua Surabaya. Diketahui Jalan Tunjungan termasuk salah satu jalan yang populer dengan nilai sejarahnya lantaran terdapat sejumlah gedung dan bangunan saksi sejarah peristiwa 10 November 1945.
Di kawasan kota tua Surabaya juga ada salah satu jalan yang menjadi saksi bisu perkembangan Surabaya. Jalan itu bernama Jalan Karet atau dikenal dengan sebutan Chinesevorstraat.
Dosen Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair), Adrian Perkasa menuturkan, Jalan Karet termasuk salah satu jalan tertua di Surabaya. Jalan ini sudah ada sejak 1700-an.
"Jalan Karet semakin berkembang ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menguasai Surabaya sekitar 1740-an,” kata Adrian saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (27/11/2019).
Pada abad ke-19, Jalan Karet ini termasuk salah satu jalur perdagangan lantaran terdapat Pelabuhan Kalimas. Kalimas menjadi pelabuhan utama pada sekitar akhir abad 19 di Surabaya. Tak hanya itu, Sungai Kalimas juga menjadi salah satu sarana yang digunakan untuk transportasi air.
Lantaran sebagai salah satu wilayah perdagangan, perusahaan Belanda mendirikan bangunan di sekitaran Jalan Karet. Salah satu perusahaan Belanda yang termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu perusahaan dagang Belanda Nederlansche Handels Maatschappij (NHM) mendirikan bangunan di Jalan Karet. Adrian menilai, Jalan Karet memiliki potensi wisata sejarah yang menarik lantaran masih banyak bangunan asli yang ditemui di jalan tersebut.
Sementara itu, Budayawan dari FIB Universitas Airlangga Kukuh Yudha Karnanta menuturkan, lantaran nama Jalan Karet juga karena banyak perusahaan Belanda bergerak di sektor perdagangan termasuk karet dan gula yang mendirikan gedung di wilayah tersebut.
"Dulu di sekitar wilayah menjadi tempat bongkar muat barang karena termasuk jalur perdagangan yang dilewati Sungai Kalimas dan banyak berdiri bangunan penting,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (27/11/2019).
Jalan Karet tersebut juga termasuk Kawasan Pecinan. Adrian mengatakan, pada masa lalu, di wilayah tersebut terdapat tempat tinggal keluarga kaya menjalankan bisnis besar di Surabaya dan di Pulau Jawa. Kemudian bangunan milik keluarga tersebut menjadi Rumah Abu dari tiga keluarga yaitu Rumah Abu Han, Rumah Abu The, dan Rumah Abu Tjoa.
Advertisement
Selanjutnya
Saat ini bangunan di Jalan Karet tersebut ada yang dijadikan gudang lantaran dekat juga dengan Pasar Atom. Selain itu, ada juga bangunan peninggalan kolonial yang terbengkalai lantaran tidak ditempati dan juga tidak diketahui pemiliknya.
Oleh karena itu, menurut Kukuh, pemerintah Kota Surabaya pun tidak dapat berbuat banyak karena bangunan tua tersebut tidak memiliki dokumen. “Bangunan-bangunan masih ada sekarang itu sebagian suratnya tidak ada. Jadi tidak ada dasarnya kalau pemerintah mau ambil,” ujar Kukuh.
Di Jalan Karet ini, menurut Kukuh ada sejumlah bangunan bersejarah yang dapat ditemui. Bangunan itu antara lain Gedung Internatio, Rumah Abu, dan bangunan tua lainnya.