Cerita Tenaga Laboratorium COVID-19 di Tengah Pandemi (I)

Pemeriksaan spesimen COVID-19 diperiksa di sejumlah laboratorium yang sudah ditunjuk, salah satunya di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.

oleh Dian KurniawanAgustina Melani diperbarui 29 Agu 2020, 21:25 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2020, 04:00 WIB
Percobaan medis rahasia (0)
Ilustrasi percobaan medis di laboratorium. (Sumber Pixabay/DarkoStojanovic via Creative Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pandemi COVID-19, sejumlah profesi berperan penting untuk penanganan COVID-19.  Tak hanya dokter dan perawat saja yang menjadi garda terdepan untuk penanganan COVID-19, tetapi salah satu ada tenaga atau analis laboratorium yang memeriksa spesimen tes COVID-19 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

Pemeriksaan spesimen COVID-19 diperiksa di sejumlah laboratorium yang sudah ditunjuk Kementerian Kesehatan, salah satunya di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya. BBTKLPP Surabaya ini memeriksa sampel rujukan dari Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT.

Salah satu penanggungjawab laboratorium COVID-19 tersebut yaitu dr Zahrotunnisa, M.Biotech. Ia pun berbagi cerita mengenai suka duka terutama saat pandemi COVID-19, harapan dan pesan kepada warga.

Pandemi COVID-19 telah mendorong Zahrotunnisa bersama tim untuk bekerja cepat, teliti dan akurat. Hal ini mengingat sampel yang begitu banyak untuk diperiksa. Dalam sehari, rata-rata kisaran 300-400 sampel yang diuji dan menyesuaikan jumlah spesimen yang datang.

Kepala Seksi Teknologi Laboratorium BBTKL PP Surabaya ini mengatakan, pihaknya pernah uji 800 sampel dalam sehari. Akan tetapi, seiring tambahan laboratorium terutama di rumah sakit turut memeriksa sehingga mengurangi beban.

"Beda jauh sekali (saat dan sebelum pandemi,red). Sampel banyak bisa berlipat-lipat, dan tantangannya cepat, teliti dalam waktu singkat. Pada awal pandemi sehari bisa 300-400 sampel,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Sabtu, (29/8/2020).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Berisiko Terpapar COVID-19

Perempuan yang akrab disapa Nisa ini menuturkan, pihaknya memeriksa spesimen dari rumah sakit dan dinas kesehatan untuk diagnosa. Dibutuhkan kecepatan, ketelitan dan keakuratan pemeriksaan sampel agar dapat dilakukan tindakan oleh rumah sakit (RS).

Nisa mengatakan, risiko terpapar COVID-19 juga ada saat di laboratorium tetapi memang tidak sebesar dokter dan perawat yang berhadapan langsung dengan pasien.

"Di laboratorium kami menerima dalam bentuk sampel dari pasien dan suspek. Namun, kami juga harus tetap hati-hati. Kami menggunakan biosafety cabinet untuk melindungi petugas dan lingkungan sekitar saat pemeriksaan. Kemudian memakai APD seperti di ruang isolasi rumah sakit. kemungkinan terpapar ada terutama saat proses ekstraksi. Kami melakukan mitigasi risiko dari awal,” ujar perempuan kelahiran 1978 ini.

Akan tetapi, Nisa selalu menekankan untuk menerapkan protokol kesehatan, mengingatkan staf untuk memakai alat pelindung diri, melakukan disinfeksi dan sterilisasi setiap hari, membersihkan diri di kantor dan lainnya.

Selain memeriksa sampel dengan cepat, akurat dan teliti, ia dan tim juga menemui tantangan lainnya dari lingkungan sekitar.

Ia menceritakan, saat awal pandemi, stafnya pun pernah dihindari ketika keluar dari laboratorium. Hal ini karena kekhawatiran takut terpapar COVID-19.

"Kami dihindari, akhirnya sudah tidak usah turun cari makan siang. Minta tolong cleaning service belikan makanan dan tidak ganggu ritme. Jadi makan, salat, mandi, di ruangan kami. Ketika pulang sudah sepi, tidak terlalu banyak ketemu orang,” kata dia.

Sempat Khawatir

Ia juga mengingatkan stafnya untuk mengurangi kecemasan, bekerja aman dan nyaman. Hal itu dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan, sterilisasi dan disinfeksi. Nisa juga mendorong pemberian vitamin, minuman isotonik, dan makanan bergizi kepada para staf.

Apalagi jam kerja juga makin panjang seiring pandemi COVID-19 yang terjadi. Ia bersama tim bisa kerja hingga malam hari.

"Kami juga setiap enam minggu screening dengan tes. Kalau ada yang flu, dan sudah kecapekan, saya minta untuk bedrest,” ujar dia.

Nisa juga bersyukur dengan penerapan protokol kesehatan dan keamanan ketat, sejak awal pandemi, kesehatan timnya dapat terjaga.

Malah pihaknya mengkhawatirkan penularan COVID-19 dari luar laboratorium seiring kondisi saat ini sudah seperti normal dan kedisiplinan protokol kesehatan dengan memakai masker masih kurang.

"Banyak yang positif malah bukan dari lab dan tidak bersentuhan dengan kami," ujar dia.

Kekhawatiran dan ketakutan, menurut Nisa memang sempat membayangi terutama saat awal-awal pandemi. Terutama ada keluarga juga yang harus dilindungi. Hal ini mengingat bekerja di laboratorium yang memeriksa spesimen juga berisiko terinfeksi COVID-19.

"Awal dulu iya (takut, khawatir-red). Ada keluarga yang harus kita protect. Kalau bisa WFH, tetapi sama seperti dokter, kami tidak bisa. Jadi saya biasa ketika sampai di rumah juga memakai masker, sebelum gencar protokol kesehatan, saya sudah menerapkan protokol kesehatan,” ujar dia.

"Semakin sering melakukan pekerjaan (uji sampel-red), rasa khawatir itu hilang, juga pasrah," ia menambahkan.

Nisa mengatakan, pada awal pandemi COVID-19, tim di laboratorium ada tujuh orang yang sebelumnya sudah ahli dalam pemeriksaan sampel flu burung dan DBD.

Dengan sampel yang makin banyak datang untuk diuji, pihaknya pun memberikan pelatihan kepada 14 orang. Kemudian tim bertambah menjadi 24 orang. Ia pun membagi menjadi tiga tim dan waktu pengerjaan menjadi tiga shift.

"Sampel pada puncaknya saat bulan Ramadan, itu ada tiga shift, antrean ribuan karena proses lama ekstraksi sampel," tutur dia.

Selain kerjakan pekerjaan rutin, Nisa menuturkan, pihaknya juga melatih teman-teman di laboratorium lain ada dari RS Adi Husada, Labkesda, dan RS lainnya.

"Kami latih, supervisi sampai bisa kerjakan sendiri-sendiri. Sudah banyak yang bisa, rumah sakit sudah kurangi pengiriman,” kata dia.

Pihaknya juga mendapatkan relawan ahli teknologi laboratorium medik (ATLM) dan memberikan pelatihan bagi mereka. Dengan ada tambahan relawan, waktu kerja menjadi dua shift.

"Kami tidak hanya mengerjakan COVID-19, tetapi juga program lainnya," tutur dia.

Nisa menuturkan, saat ini pihaknya juga ikut jemput bola untuk pelacakan atau tracing ke desa-desa dan dari kasus positif serta probable.

(Bersambung)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya