Era Drone Rambah Dunia Militer, Masihkah Satuan Kavaleri Dibutuhkan?

Selain faktor senjata dan teknologi, Iftitah mengatakan bahwa kunci sukses memenangkan perang adalah the man behind the gun.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2022, 15:31 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2022, 11:15 WIB
Drone
Ilustrasi Drone, sebuah pesawat tanpa awak GDU Byrd Premium yang diterbangkan pada acara Consumer Electronic Show (CES) 2017 di Las Vegas, Nevada, (06/1/ 2017). (DAVID McNew / AFP)

 

Liputan6.com, Jakarta - CEO Romeo Strategic Consulting M Iftitah Sulaiman menegaskan satuan kavaleri dalam sebuah pertahanan militer masih relevan saat ini.

Menurutnya, meski drone di Ukraina sukses menghajar lebih dari 2.435 tank rusia, tetapi kehadiran drone tidak serta merta meniadakan satuan lain, termasuk satuan Kavaleri," kata Iftitah pada webinar  Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) pada 12 Oktober 2022.

Ia juga menekankan bahwa pasukan Kavaleri adalah satuan manuver, atau pasukan darat (ground forces). Sementara drone adalah komponen pertempuran udara (airland battle). Untuk menduduki dan menguasai suatu wilayah daratan, tentu yang dibutuhkan adalah pasukan darat.

Disamping itu, lanjut Iftitah, tidak semua negara memiliki kecanggihan drone. Senjata drone dan antidrone juga masih barang mahal. Kemampuan SDM untuk mengendalikan drone pun, katanya, memiliki tantangan yang tidak mudah.

Peraih Adhi Makayasa dan lulusan terbaik Akademi Militer 1999 ini juga mengajak untuk belajar dari masa lalu. Kehadiran tank, kata Iftitah, tidak lantas meniadakan kehadiran pasukan berkuda. Untuk jalan-jalan sempit dan tertutup, kehadiran pasukan berkuda tetap dibutuhkan. Jadi kehadiran teknologi, sifatnya saling melengkapi, bukan saling meniadakan.

Selain faktor senjata dan teknologi, Iftitah mengatakan bahwa kunci sukses memenangkan perang adalah the man behind the gun. Ia mencermati fighting spirit Ukraina sangat besar. Rusia kalah jauh. Banyak warga dan pemuda Rusia yang kabur dari kewajiban berperang.

Bahkan Iftitah mencermati adanya jenderal- jenderal tua Rusia yang telah purnawirawan, harus diaktifkan lagi, karena tidak ada yang mau bertempur di Ukraina. Berbeda dengan Rusia, kata Iftitah, warga Ukraina merelakan dirinya untuk ikut wajib militer membela negaranya.

 

 

 

Auftragstaktik

Mantan Komandan Batalyon Kavaleri 4/Tank Kodam III Siliwangi ini, juga merujuk kepada pelajaran dari Perang Dunia II. Salah satu kesuksesan Jerman dalam perang kilat adalah Auftragstaktik.

Auftragstaktik, kata Iftitah, adalah filosofi militer yang menekankan kepada pemberian ruang dan waktu kepada komandan bawahan, untuk mengambil sejumlah inisiatif.

Auftragstaktik adalah ruang kreasi komandan bawahan, untuk melakukan sejumlah tindakan yang diyakininya, akan mampu mencapai keberhasilan tugas pokok. Tentu tetap dalam koridor petunjuk perencanaan komandan atasannya.

Tapi Iftitah menegaskan, tentu Auftragstaktik tidak bisa seketika dijalankan. Harus dimulai dengan melakukan reformasi pendidikan militer di semua bidang. Auftragstaktik ini, katanya, ditiru oleh oleh Inggris dengan Mission Type Order-nya, ditiru juga oleh Amerika Serikat dengan Mission Command-nya, hingga sekarang. Ini diterapkan bukan hanya untuk para perwira Kavaleri, tetapi juga untuk seluruh kecabangan lainnya.

Oleh karen itu, Iftitah menyarankan agar Kavaleri TNI-AD transformasi organisasi, peralatan, doktrin, taktik serta sumber daya manusianya.

 

Infografis Atraksi di Perayaan HUT ke-76 TNI. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Atraksi di Perayaan HUT ke-76 TNI. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya