Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyatakan, perlindungan masyarakat dan perempuan adat melalui undang-undang yang spesifik mesti diwujudkan. Menurutnya, kearifan lokal dengan kekayaan budaya dan karya intelektualnya adalah fondasi utama dalam proses pembangunan berkelanjutan.
"Masyarakat adat hingga saat ini masih berhadapan dengan sejumlah persoalan pemenuhan hak dasar yang kerap terabaikan dengan alasan pembangunan nasional," katanya, saat Focus Group Discussion "Menempatkan Masyarakat Adat dan Perempuan Adat Dalam Konteks Kebangsaan" di Ruang Delegasi gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Menurut Lestari, persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat adat itu terjadi karena jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adat belum sepenuhnya hadir di negeri ini.
Advertisement
Padahal, tambahnya, mengutip Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) AMAN, per 2020 sebaran masyarakat adat sebagai komponen pembentuk dan kemajemukan Indonesia terdiri atas 70 juta jiwa masyarakat adat, 2.371 Komunitas Adat, 10,86 juta luas wilayah adat yang dipetakan tersebar di 31 provinsi.
Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pun, ujar dia, berawal dari bersatunya komunitas-komunitas adat yang ada di seantero wilayah Nusantara.
Rerie sapaan akrab Lestari berpendapat, sebagai bagian dari masyarakat adat, permasalahan yang hampir sama dialami perempuan adat.
Perempuan adat, jelas Rerie, berperan penting menjaga nilai-nilai budaya, merawat kearifan lokal dengan seperangkat karya intelektualnya.
Menurut Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, perempuan adat berperan sentral dalam masyarakat adat karena selain memegang peranan sosial, perempuan adat menjaga dan melestarikan lingkungan.
Perempuan Adat Bergulat dengan Stigma
Namun, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan adat hingga saat ini masih bergulat untuk melepaskan diri dari stigma dan belenggu budaya patriarki, ditinggalkan dalam proses pembangunan, dan ragam permasalahan yang belum terselesaikan.
Karena itu, tegas Rerie, perlindungan masyarakat dan perempuan adat mesti direalisasikan melalui sebuah undang-undang spesifik yang mengatur dinamika kehidupan masyarakat adat sekaligus pengakuan utuh terhadap masyarakat adat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Advertisement