Mampu Produksi Pupuk Organik, Kelompok Tani di Banyuwangi Mulai Lepas Ketergantungan Pupuk Bersubsidi

Kelompok tani Sumber Urip, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, berangsur lepas dari ketergantungan terhadap pupuk bersubsidi.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 24 Mar 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2023, 13:00 WIB
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani melihat langsung pengoahan pupuk organik dari kotoran sapi di Desa Watukebo, Banyuwangi (Istimewa)
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani melihat langsung pengoahan pupuk organik dari kotoran sapi di Desa Watukebo, Banyuwangi (Istimewa)

Liputan6.com, Banyuwangi - Kelompok tani Sumber Urip, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur berangsur lepas dari ketergantungan terhadap pupuk bersubsidi. Mereka secara swadaya mengoptimalkan pupuk organik dengan memanfaatkan limbah ternak.

Pengolahan pupuk organik ini dilakukan di peternakan sapi milik Saidi, ketua Kelompok Tani Sumber Urip. Tiap hari di kandang sapi yang menjadi Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) tersebut, kelompok tani ini mampu memproduksi 1 ton pupuk organik.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani sempat mengunjungi kandang sapi pembuatan pupuk organik tersebut dan bertemu langsung para petani dan peternak.

"Meskipun menjadi tempat pengolahan pupuk organik yang bahannya dari limbah ternak, ternyata tidak bau. Ini keren bisa dicontoh pada kelompok tani lainnya," kata Ipuk, Kamis (23/3/2023).

Bupati Ipuk sangat mengapresiasi kelompok tani ini dan diharap bisa membantu kebutuhan pupuk petani yang sempat mengalami kelangkaan.

"Selain itu pupuk organik sebagai upaya agar petani mulai beralih ke pertanian organik yang lebih ramah lingkungan dan prospek pasarnya lebih bagus. Saya minta Dinas Pertanian untuk terus melakukan pendampingan agar banyak petani yang beralih ke pupuk organik," kata Ipuk.  

Apalagi jatah petani untuk pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat kian lama kian berkurang, sehingga pupuk organik menjadi alternatif.  

Sementara  salah seornag petani Saidi mengatakan perlahan para petani di kelompoknya mulai beralih ke pupuk organik. Meskipun tidak bisa lepas sepenuhnya, tapi perlahan Saidi terus mengarahkan beralih pupuk organik. 

"Kalau saya sudah seratus persen pakai pupuk organik. Memang perlu perlahan-lahan agar petani mau pakai pupuk organik. Di kelompok kami ada yang sudah 25 persen pakai pupuk organik, ada juga yang baru 15 persen," tambah Saidi. 

Saidi menjelaskan pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik tersebut dilakukan dengan pendampingan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi. 

Di kelompok ini terdapat 104 anggota dan terdapat 38 ekor sapi peranakan ongole (sapi PO) dengan berbagai turunannya seperti limousin, brahman dan simental yang mereka kembangkan dan fokus pada proses pembibitan ternak.

Kelompok ini mengolah kotoran sapi yang dicampurkan dengan cocopeat dan dapat menghasilkan 1 ton pupuk setiap harinya. Cocopeat sendiri sangat mudah didapat karena bahan utamanya adalah sekam atau tempurung buah kelapa yang diolah atau dihaluskan hingga menjadi butiran seperti serbuk kayu, yang mana produk akhirnya adalah cocopeat.

"Pembuatan pupuk organik sangat mudah dan murah. Satu ekor menghasilkan sekitar 20 kg kotoran sapi. Untuk proses pembuatan dari kotoran menjadi pupuk sekitar 15 hari. Kini dengan kami bisa menghasilkan rata-rata 1 ton pupuk organik tiap hari," jelas Saidi.

Dapat Sertifikat Organik

Kotoran sapi merupakan penghasil asam humat alami yang dapat meningkatkan Ph tanah secara optimal. Asam humat berfungsi meningkatkan porositas tanah mengikat oksigen, hingga menahan air lebih baik. 

Dengan menggunakan pupuk organik ini dapat menyeimbangkan Ph tanah dengan asam humat secara alami. Harapannya, produjsi tanaman juga meningkat karena kesuburan tanahnya meningkat. 

Berkat penggunaan pupuk organik tersebut, beras hasil kelompok tani Sumber Urip mendapat sertifikat organik untuk ruang lingkup padi, dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lesos). Beras organik tersebut dinyatakan telah memenuhi persyaratan Sistem Pertanian Organik melalui Internal Control System (ICS). 

"Alhamdulilah Desember tahun 2022 beras kami telah mendapat sertifikat organik. Ini memacu kami untuk terus mengembangkan pertanian organik," kata Saidi.

Beras organik memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada beras umumnya. Satu kilogram untuk beras putih organik diharagai Rp 15.000, dan untuk beras merah organik dengan harga Rp25.000.

 

Infografis Jadwal Imsakiyah 1444 H Ramadhan 2023 untuk DKI Jakarta
Infografis Jadwal Imsakiyah 1444 H Ramadhan 2023 untuk DKI Jakarta (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya