Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyatakan, untuk mencegah anak-anak dari ancaman diabetes melitus (DM) perlu peningkatan literasi kesehatan dan intervensi kebijakan perlindungan.
"Pola hidup yang kurang sehat dengan konsumsi makanan dan minuman yang memiliki kandungan gula tinggi saat ini menjadi rutinitas anak-anak. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan," katanya, pada diskusi daring "Ancaman Diabetes Melitus pada Anak-Anak Indonesia Sangat Mencemaskan" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (5/7/2023).
Baca Juga
Apalagi, ujar Lestari, data IDAI mencatat kejadian diabetes melitus (DM) terhadap anak saat ini meningkat dua kali.
Advertisement
Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, kita tidak boleh menutup mata terhadap fenomena itu. Karena, tambah dia, DM terhadap anak bukan sekadar ancaman kesehatan saja, anak-anak adalah masa depan kita untuk melanjutkan kehidupan bangsa Indonesia.
Belum tuntas dengan masalah stunting, ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, kita dihadapkan pada pola hidup yang mengancam anak dengan DM.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem mengakui Indonesia belum memiliki kebijakan perlindungan yang menyeluruh terkait penerapan pola hidup sehat sejak dini.
Rerie menegaskan, dengan memperhatikan masalah yang dihadapi anak-anak, seperti ancaman DM ini, sejatinya kita sedang berupaya memperbaiki masa depan bangsa ke arah yang lebih baik.
Karena itu, ujar dia, kita harus bersama-sama mendorong berbagai langkah antisipatif hingga solusi untuk mencegah dan mengatasi ancaman Diabetes terhadap anak di Indonesia.
Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Kementerian Kesehatan RI, dr. Esti Widiastuti, MScPH mengungkapkan prevalensi DM pada rentang 2013-2022 meningkat drastis.
Pada 2021, tambah Esti, tercatat 6,7 juta orang meninggal karena menderita diabetes. Pada tahun yang sama 1,2 juta anak menderita diabetes tipe 1.
Esti mengungkapkan faktor risiko penyebab DM sangat erat dengan gaya hidup. Dia memperkirakan jumlah penderita DM tipe 1 di Indonesia bisa jadi lebih tinggi dari yang tercatat, karena rendahnya upaya deteksi dini sehingga tidak terdiagnosa.
Secara keseluruhan, ujar Esti, biaya pelayanan kesehatan terkait DM dan sejumlah penyakit yang dipicunya seperti stroke, jantung dan kanker di Indonesia pada 2019 tercatat lebih dari Rp8 triliun.
Pemerintah, ujar Esti, sudah melakukan transformasi sistem kesehatan yang salah satunya berupa transformasi layanan primer yang mengedepankan upaya preventif dan promotif, diharapkan masyarakat sebagai salah satu ujung tombak dalam pelaksanaannya.
Berbagai upaya peningkatan aktivitas fisik, edukasi terkait pola hidup sehat, dan deteksi dini berupa pemeriksaan berat badan, tekanan darah, test kadar gula dalam darah, ujar Esti, dilakukan dalam mengedepankan langkah preventif dan promotif.
Penderita DM Tipe 2 Meningkat 3%
Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan data IDAI mencatat penderita DM tipe 2 meningkat sampai 3% dan 77% di antaranya adalah anak-anak yang obesitas.
Menurut Piprim, penderita DM tipe 2 di masa lalu adalah orang berusia 40 tahun ke atas. Namun saat ini DM tipe 2 ini sudah diderita oleh anak berusia 6-7 tahun. "Ini harus diwaspadai. Ini indikasi gaya hidup masyarakat kita yang tidak sehat," ujarnya.
Selain karena gaya hidup, tambah dia, konsumsi ultra processed food dengan glycemic index yang tinggi juga merupakan pemicu DM tipe 2. Apalagi, tegas Piprim, rasa manis yang ditimbulkan sangat adiktif.
"Kondisi ini merupakan wake up call bagi kita semua. Karena, satu dari delapan penduduk Indonesia menderita DM dan 80% penderita itu tidak sadar kalau mereka menderita DM," tegas Piprim.
Advertisement