Liputan6.com, Jakarta - Ketua Kwarnas Pramuka Budi Waseso atau Buwas menegaskan, penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah, merupakan upaya terselubung untuk melemahkan kepemimpinan Indonesia di masa depan.
“Kami mencurigai adanya indikasi ke arah sana yang dilakukan secara halus dan tersistematis. Dalam pembahasan dengan para pimpinan Kwarda seluruh Indonesia dan juga Kwarnas semuanya melihat hal yang sama,” kata Budi Waseso, usai membuka Rakernas Pramuka 2024 di Jakarta, Kamis (25/4/2024).
Buwas mengemukakan, semua pimpinan secara aklamasi menolak Permendikbud No 12 Tahun 2024 dan menandatani dokumen pernyataan sikap bersama yang mendesak Kemendikbudristek segera mencabut peraturan menteri itu.
Advertisement
Surat pernyataan bersama itu selanjutnya akan disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk secepatnya dapat dilakukan pertemuan bersama.
“Keberadaan Permendikbud itu justru tidak relevan dengan perkembangan zaman saat ini yang telah mengalami kemerosotan moral, nilai-nilai budaya, menurunya kedisiplinan, hingga lemahnya nasionalisme dan cinta tanah air. Menurut saya kegiatan pramuka sangat tepat dan harus tetap menjadi kegiatan wajib di sekolah,” katanya.
Mantan Dirut Bulog itu pun melanjutkan, di sekolah-sekolah kini banyak terjadi praktek bullying, kasus narkoba, pornografi, dan tawuran. Sehingga pendidikan dan pelatihan maupun pembentukan sikap dan perilaku yang ada di pramuka masih sangat relevan agar tidak terseret dan terjerumus kegiatan negatif.
Disamakan dengan Proxy War
Sekjen Kwarnas Pramuka Mayjen TNI (Purn) Bachtiar Utomo mengatakan, situasi tersebut dapat disamakan dengan proxy war, yaitu suatu situasi dimana terjadi aktor-aktor tetentu yang upaya memecah belah bangsa secara tidak langsung namun pimpinan bangsa yang jeli dapat mendeteksi gejala tersebut.
“Dalam persepktif strategis, ini membahayakan. Itu sebab Permendikbud nomor 12 tahun 2024 harus direvisi dan tetap memasukkan kegiatan Pramuka menjadi ekskul wajib atau masuk dalam kokurikuler yang tertuang dalam regulasi formal bukan hanya lisan di media, dan harus ada hitam-putihnya secara nyata dan jelas,” kata Bachtiar.
Advertisement