Liputan6.com, Semarang - Keinginan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk mendorong percepatan pembangunan dengan e-Goverment dinilai belum memperhatikan sisi pertahanan dan keamanan nasional.
Penilaian itu disampaikan oleh pakar keamanan cyber Pratama Persadha dalam sebuah diskusi internal Communication and Informaton System Security Research Center (CISSReC).
Baca Juga
Menurut Pratama, sejak masa kampanye, Presiden Jokowi sudah bertekad mempercepat pembangunan dengan e-Government.
Advertisement
"Itu sangat bagus, tapi butuh pengamanan yang sangat ekstra," kata Pratama kepada Liputan6.com melalui rilis yang dikirim CISSReC, Rabu (20/5/2015).
Mantan ketua tim pengamanan IT kepresidenan ini menyebutkan bahwa saat ini kondisi keamanan cyber di Indonesia masih sangat memprihatinkan.
"Mengamankan dunia cyber Indonesia tidak hanya dengan memakai teknologi anti virus atau memakai enkripsi, tapi memastikan teknologi yang dipakai benar-benar aman," ujar Pratama.
Ditambahkan Pratama, selama ini pemerintah belum menyentuh masalah utama, yaitu manusia dan teknologinya. Sebab Indonesia tidak bisa selamanya hanya membeli alat dan software dari asing. Indonesia harus bisa membuat dan memberdayakan SDM lokal.
Menurutnya, akan jauh lebih aman dan menguntungkan bila pemerintah bisa membeli maupun mengembangkan SDM dan produk dalam negeri.
"China contohnya, mereka memakai produk dalam negeri untuk media sosial dan pertahanan digital, karena tahu produk asing pastilah sudah dibuat celah keamanan atau bahkan dipasang penyadap," imbuh Pratama.
Pratama juga menambahkan bahwa pemerintah tidak harus meniru China yang mulai dari email sampai media sosial semua memakai buatan dalam negeri. Menurutnya, pemerintah Indonesia bisa selektif memilih bidang yang strategis terlebih dahulu.
"Misalnya alat komunikasi para pejabat tinggi kita. Bisa diamankan SDM maupun produk dalam negeri. Selain itu para pejabat juga harus sadar, untuk tidak memakai aplikasi gratisan seperti email dan cloud untuk berkirim dan menyimpan data strategis," kata Pratama.
Ditegaskan bahwa sebuah negara yang tidak mampu merahasiakan informasi strategisnya seperti tidak mempunyai kemerdekaan.
"Saat ini era perang informasi, gak perlu lagi menjajah secara fisik. Asing bisa mudah saja mendikte kebijakan kita dari meja kerja mereka, bila setiap informasi penting dan rahasia bisa mereka ketahui," tandasnya.
(edh/isk)
Â