AS Jadi Sasaran Empuk Serangan Cyber China

4 juta data pribadi pegawai Pemerintahan AS dikuasai China.

oleh Adhi Maulana diperbarui 10 Jun 2015, 09:47 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2015, 09:47 WIB
AS Jadi Sasaran Empuk Serangan Cyber China
4 juta data pribadi pegawai Pemerintahan AS dikuasai China.

Liputan6.com, Jakarta - Kedigdayaan Amerika Serikat sebagai negara Adi Kuasa tengah diuji. Sistem keamanan cyber Negeri Paman Sam itu ternyata tidak setangguh yang dikira.

Faktanya, belum lama ini Pemerintah AS mengalami dua serangan cyber yang cukup merugikan. Pertama, kelompok hacker yang terafiliasi dengan Pemerintah China dikabarkan berhasil mencuri 4 juta data pribadi pegawai federal AS dari sistem komputasi Office of Personnel Management (OPM) AS.

Baca juga: Dibombardir Hacker Suriah dan China, AS Darurat Cyber

Kedua, situs resmi Angkatan Darat AS diretas dengan mudah oleh Syrian Electronic Army atau Pasukan Elektronik Suriah yang membekingi Presiden Bashar al-Assad. Bahkan, akibat serangan ini otoritas Angkatan Darat AS harus rela menon-aktifkan sementara situs resmi mereka.

Mark Wuergler, peneliti senior keamanan cyber dari Imunitas Inc mengatakan bahwa kini AS telah menjadi sasaran empuk bagi para negara pesaingnya, terutama China. Wuergler meyakini, tindak pencurian 4 juta data pribadi pegawai Pemerintahan AS merupakan salah satu bagian kecil dari rangkaian aksi spionase cyber China yang lebih masif.

"Informasi pribadi sama berharganya dengan password. Memiliki database yang sangat besar terkait informasi pribadi akan menjadi kunci keberhasilan China dalam agenda negara mereka ke depannya," ungkap Wuergler seperti yang dikutip dari laman Business Insider, Rabu (10/6/2015).

Kelompok hacker yang diduga disponsori Pemerintah China sendiri diwartakan berhasil mencuri berbagai data pribadi karyawan federal AS meliputi nomor jaminan sosial, detail paspor, sekolah, keluarga, kontak, email, dan masih banyak lagi.

"Dengan infromasi-informasi tersebut, China memiliki akses ke lebih banyak sistem, akun dan profil yang terkait dengan Pemerintah AS," tambah Wuergler.

(dhi/dew)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya