Liputan6.com, Jakarta - Seorang jaksa di Teheran, Iran, Abbas Jafari Dolatabadi, mengungkap bahwa CEO Telegram, Pavel Durov terjerat kasus pidana terkait penggunaan Telegram oleh teroris, para pelaku pornografi anak, dan elemen kriminal lainnya. Namun, ia tidak memberikan rincian perihal tuntutan tersebut.
"Telegram menyediakan layanan bagi para kelompok teroris seperti IS (ISIS), menciptakan platform yang sesuai untuk berbagai aktivitas kelompok lain, mempromosikan dan memfasilitasi kejahatan pornografi anak, perdagangan manusia, dan perdagangan narkotika," kata Dolatabadi, seperti dikutip dari RT, Rabu (27/9/2017).
Dolatabadi tidak memberikan rincian mengenai tuntutan tersebut, tapi katanya, kasus itu telah dirujuk ke divisi hubungan internasional Kantor Kejaksaan Teheran. Menurutnya, "hukum barat" tidak berlaku untuk kasus Telegram di Iran.
Advertisement
Baca Juga
Iran hanya bisa mengadili Durov secara in absentia (tanpa dihadiri terdakwa) karena tidak tinggal di negara itu, dan sepertinya tidak akan menyambangi Iran untuk menghadiri persidangan. Durov memiliki paspor Rusia serta Sint Kitts dan Nevis, tapi publik tidak mengetahui tempat tinggalnya.
Durov sendiri telah mengetahui perihal tuntutan tersebut. Melalui akun Twitter, ia mengaku terkejut mendengar beritanya dan menilai alasan penuntutan tidak ada kaitannya dengan konten teroris dan pornografi.
Dijelaskannya, tim moderator Telegram telah memblokir lebih dari 1.000 channel, chat, dan bot terkait konten teroris atau pornografi di Iran, setiap harinya. "Saya kaget mendengarnya. Kami aktif memblokir konten teroris dan pornografi di Iran. Saya pikir alasan sebenarnya bukan itu," ungkap Durov.
Telegram sangat populer di Iran, salah satunya karena jutaan penggunanya bisa melewati blokir media sosial di sana. Selain itu, Telegram memiliki sebuah fitur yang bisa dimanfaatkan pengguna untuk mengatur pesan mereka agar "self-destruct" setelah dibaca oleh penerima. "Self-destruct" artinya pesan akan hilang di kedua perangkat (pengirim dan penerima), setelah dibaca oleh penerima.
Menurut Supreme Council of Cyberspace Iran, Telegram adalah layanan pesan paling populer di negara itu dengan lebih dari 20 juta pengguna. Durov melalui channel resminya di Telegram mengatakan, lebih dari 40 juta orang menggunakan Telegram di Iran.
"Lebih dari 40 juta orang menggunakan Telegram di Iran dan kami tidak pernah memblokir satu pun channel politik dan tidak pernah memberikan data apa pun kepada pemerintah (di Iran dan mana pun)," tulis Durov.
(Din/Cas)
Saksikan Video Pilihan Berikut: