Dedi Mulyadi Bicara tentang Buzzer dan Black Campaign

Buzzer selalu aktif ketika sedang ada peristiwa politik seperti pilkada, lalu bagaimana tanggapan Dedi Mulyadi tentang para buzzer?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 09 Mar 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2018, 10:30 WIB
Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi
Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta - Semenjak media sosial menjadi populer, para buzzer terkenal acap kali mencari proyek dari orang-orang penting untuk memberikan jasa dukungan di media sosial.

Di tahun politik seperti 2018, pastinya para buzzer akan menawarkan proposal kepada calon-calon kepala daerah agar memakai jasa mereka.

Bila membahas aktivitas kepala daerah di media sosial, di Indonesia sendiri ada beberapa kepala daerah yang terkenal sering berinteraksi di media sosial untuk menyampaikan programnya. Salah satunya adalah Dedi Mulyadi, calon wakil gubernur Jawa Barat.

Pria yang akrab disapa Kang Dedi ini sudah memiliki 166 ribu pengikut di Twitter dan 286 ribu pengikut di Instagram, di mana ia aktif menunjukan aktivitas sosialnya bersama para warga.

Sayang, follower Dedi di medsos belum menembus satu juta, sementara rivalnya di pilgub Jabar telah memiliki jutaan pengikut di medsos. Lantas, timbul pertanyaan apakah ia menyiapkan tim buzzer untuk menunjang popularitasnya di dunia maya.

"Enggak, saya tidak punya tim buzzer. Itu yang komen alamiah saja dalam setiap hari," kata Dedi pada Tekno Liputan6.com saat berkunjung ke kantor Liputan6.com, Kamis (8/3/2018). 

Dedi yang aktif di medsos memang kerap mendapat lusinan hingga ratusan komentar di tiap foto Instagram-nya. Ia juga menegaskan lebih memilih menjalankan politik yang alamiah ketimbang memakai jasa buzzer. 

Taktik Dedi Melawan Black Campaign

Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi
Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Bagaimana dengan masalah black campaign? Dedi menanggapi masalah itu dengan santai.

"Untuk persoalan black campaign, black itu kan hitam, ya? Tinggal dikasih gula aja biar jadi kopi manis," katanya, "Jadi kita juga tidak usah terlalu panik dengan black campaign."

Sementara jika ada serangan lewat isu-isu agama, Dedi juga memilih tidak mau menanggapi.

"Gak usah ditanggepin. Yang milih publik. Publik itu ujungnya pakai hati. Kalau hatinya udah kena, dia tidak terpengaruh pada siapapun," katanya.

Dedi memberikan perumpamaan dalam bentuk pasangan hidup.

"Anda punya pacar, punya istri, udah percaya betul sama anda. Dikasih bisikan oleh tetangga begini-begitu, ya kalau sudah jatuh cinta gak bisa (untuk ditipu)," kata Dedi.

"Ikatkan diri kita pada warga dengan cinta. Maka black campaign tinggal dikasih kopi dan susu, enak rasanya," tandas Dedi.

Dedi Mulyadi yang menjabat sebagai Bupati Petahana di Purwarkarta sejak tahun 2008 silam. Ia ikut dalam pilkada serentak 2018 sebagai calon wakil gubernur yang diusung Partai Golkar dan Partai Demokrat.

Awalnya, beredar kabar kalau Dedi akan menjadi calon gubernur, apalagi karena status Dedi sebagai Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, tapi ternyata Golkar lebih memilih untuk mengusung Deddy Mizwar sebagai cagub.

Buzzer Penyebar Hoax Tertangkap

mca
Empat orang terduga anggota MCA yang ditangkap Polda Jatim. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Masih berkaitan dengan buzzer dan black campaign, sebelumnya beberapa anggota grup Muslim Cyber Army (MCA) berhasil digrebek polisi karena aksi negatif mereka di dunia maya.

Polisi pun mencium aroma politik di balik penyebaran konten berita bohong alias hoax dan ujaran kebencian oleh kelompok MCA dan mantan Saracen.

Hoax MCA yang terkait penyerangan ulama dan kebangkitan PKI tersebut disebar begitu masif di media sosial selama Februari 2018.

"Dari semua yang disampaikan itu, kami ingin katakan apa yang dilakukan kelompok ini adalah motifnya politik," ujar Kepala Satgas Nusantara Polri Irjen Gatot Eddy Pramono saat jumpa pers di Mabes Polri.

Kelompok tersebut, Gatot melanjutkan, berharap dapat mendegradasi pemerintah dengan isu yang disebar dan opini publik yang dibangun. Dengan isu itu, masyarakat akan dibuat resah, khususnya ulama dan pemuka agama.

"Akibatnya timbul ketakutan dan memicu perpecahan bangsa. Dapat memicu konflik ketika tidak bisa diatasi, muncul (opini) bahwa pemerintah tidak mampu. Hoax ini betul-betul berbahaya," kata jenderal bintang dua itu.

Namun hingga kini, polisi belum menemukan dalang dibalik proyek penyebaran hoax dan ujaran kebencian MCA pada tahun politik ini. Polri saat ini tengah memburu dalang hoax melalui keterangan para tersangka yang ditangkap dan bukti-bukti petunjuk lain.

(Tom/Ysl)

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya