Rusia Bakal Periksa Facebook dan WhatsApp, Ada Apa?

CEO Facebook baru saja menghadap Parlemen Eropa dan masih dikejar-kejar Parlemen Britania Raya. Sekarang, giliran Rusia ikut memeriksa Facebook. Ada tujuan apa?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 26 Mei 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2018, 09:00 WIB
5.000 Pelaut Ikut dalam Pawai Militer di Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin memberi sambutan saat perayaan Hari Angkatan Laut di St.Petersburg, Rusia, Minggu (30/7). Sebanyak 50 kapal perang dan kapal selam unjuk gigi di Sungai Neva dan Teluk Filandia. (AP/Alexander Zemlianichenko)

Liputan6.com, Moscow - Baru saja CEO Facebook Mark Zuckerberg menghadap Parlemen Eropa dan masih dikejar-kejar Parlemen Britania Raya, sekarang otoritas telekomunikasi Rusia mendadak berencana memeriksa Facebook.

Roskomnadzor selaku pengawas telekomunikasi Rusia akan mengadakan pemeriksaan pada Facebook, dan kemungkinan juga WhatsApp, demikian laporan agensi berita Rusia, TASS, Sabtu (26/4/2018).

"Kami bertekad melakukan audit lengkap pada perusahaan Facebook dan kemungkinan WhatsApp di wilayah Rusia untuk memastikan mereka mengikuti legislasi kami," ucap Alexander Zharov, ketua Roskomnadzor.

Kabar itu disampaikan di sela-sela Forum Ekonomi Internasional St. Peterseburg. Kedua platform tersebut akan diperiksa, apakah sudah menyimpan data warga lokal di Rusia, serta pemeriksaan terkait penghapusan konten terlarang.

Rusia memang sudah membuat aturan bahwa data warganya harus disimpan di negara tersebut.

Langkah Rusia pasti akan memberikan krisis prinsip pada Facebook. Di satu pihak, Facebook menyebut siap menghormati hukum tiap negara, di sisi lain Facebook sudah bertekad melindungi data pengguna, sementara Rusia terkenal ingin mengetahui data pribadi warga, seperti yang terjadi pada kasus Telegram.

Roskomnadzor pun masih belum mau buka-bukaan soal perihal langkah yang mereka ambil selanjutnya setelah pemeriksaan selesai.

"Jadi, keputusan akan diambil berdasarkan hasil audit," kata Zharov. Pemeriksaannya sendiri baru akan diadakan pada Desember mendatang.

Facebook dan WhatsApp tidak sendirian. LinkedIn sedang terancam diblokir bila tidak ikut hukum Rusia, sementara Telegram sudah resmi dilarang di negara itu.

 

Rusia Ingin Mengetahui Data Pribadi

Presiden Rusia Vladimir Putin
Presiden Rusia Vladimir Putin (Grigory Dukor/Pool Photo via AP)

Tidak berlebihan bila memprediksi perseturuan Facebook dan Rusia pasti akan menjadi panjang, pasalnya tidak mungkin Facebook menyerah begitu saja, sama seperti Telegram yang masih belum menyerah menggoyang pemerintahan Rusia.

Sebelumnya dikabarkan pihak keamanan Rusia berargumen kalau kerahasiaan di Telegram berpotensi dipakai para teroris. 

"Informasi yang didistribusi di Telegram bisa saja mengandung ekstremisme dan terorisme, dan dapat mengancam Rusia dan semua warganya, termasuk pengguna Telegram," ucap perwakilan Roskomnadzor.

Telegram pun dipaksa membuka data pribadi, dan itu memancing perlawanan dari CEO Telegram Pavel Durov.

"Privasi bukanlah untuk digadaikan, dan hak asasi manusia tidak boleh dikompromikan karena rasa takut atau ketamakan," tulisnya.

Durov juga menginstruksikan agar kuasa hukum Telegram tidak datang ke pengadilan di Moscow saat sidang pemblokiran dilangsungkan, pasanlya Durov menganggap sidang itu sebagai dagelan semata.

 

Telegram Melawan

[Bintang] Sederet Foto Pavel Durov, Pencipta Telegram yang Ganteng Abis!
Bukan cuma aplikasi Telegram yang disukai banyak orang, penciptanya, Pavel Durov juga bikin cewek-cewek pada baper. (Foto: scontent.cdninstagram.com)

Pasca-keputusan pengadilan di Moscow, otoritas di Rusia memerintahkan para penyedia layanan internet untuk segera memblokir Telegram di negaranya.

Durov ternyata tidak gentar dan malah melawan dan memperingati Rusia akan kerugian nasional yang akan mereka alami bila tidak memakai Telegram.

Dilansir Fortune, Durov menulis di media sosial VKontake mengenai risiko pemakaian platform luar negeri sebagai alternatif dari Telegram.

"Keamanan nasional Rusia akan berkurang, karena sebagian data personal warga Rusia akan beralih dari Telegram menuju WhatsApp/Facebook yang dikendalikan Amerika Serikat (AS)," tulis pria 33 tahun tersebut.

Serangan balik Durov tidak hanya dilancarkan lewat satu penjuru, ia pun rela menggelontorkan uangnya untuk melawan upaya Rusia menyensor internet.

"Untuk mendukung kemerdekaan internet di Rusia dan di tempat lain, saya mulai memberikan bitcoin untuk individual dan perusahaan yang menjalankan socks5 proxy dan VPN," tulisnya di Telegram.

Pria yang gemar memakai baju hitam itu mengaku dengan senang hati mendonasikan jutaan dolar (puluhan miliar rupiah) demi tujuannya.

"Saya menyebut ini Perlawanan Digital, sebuah gerakan terdesentralisasi yang mendukung kemerdekaan dan progres digital secara global," tulisnya.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya