Pelaku Kriminal Jadikan Clash of Clans Tempat Cuci Uang

Menurut laporan, aksi pencucian uang di Clash of Clans ini melibatkan data dari kartu kredit curian.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 20 Jul 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2018, 10:00 WIB
Tencent beli Supercell
Tencent resmi akusisi pengembang gim Clash of Clans. (The Verge)

Liputan6.com, Jakarta - Metode pelaku kriminal dalam melakukan aksinya harus diakui terus berkembang. Terbaru, komplotan kriminal online dilaporkan telah melakukan pencucian uang melalui gim mobile.

Laporan dari firma keamanan siber asal Jerman, Kromtech, mengungkap aksi pencucian uang itu dilakukan di sejumlah gim mobile kenamaan. Pencucian uang ini melibatkan ribuan dolar Amerika Serikat.

Untuk diketahui, sejumlah gim mobile memang menyediakan opsi pembelian item dengan uang asli sebagai cara meningkatkan permainan. Celah ini yang ternyata kerap digunakan untuk pencucian uang.

Dikutip dari Kotaku, Jumat (20/7/2018), pelaku kriminal menggunakan 20 ribu kartu kredit curian untuk membeli item di Clash of Clans, Clash Royale, dan Marvel Contest of Champions.

Sebelum melakukan pembelian, para pelaku membuat akun palsu terlebih dulu. Setelah itu, akun tersebut dijual ke pihak ketiga, seperti G2G atau iGameSupply.

Sebagai gantinya, pelaku kriminal akan mendapat uang tunai, tanpa adanya hubungan ke kartu kredit yang dicuri sebelumnya. Peneliti keamanan Kromtech Bob Diachenko mengaku tidak menyangka ternyata gim mobile dapat digunakan sebagai sarana pencucian uang.

"Proses pembelian item di gim mobile harusnya dibuat lebih rumit dari yang ada saat ini," tuturnya. Menurut tim Diachenko, para pelaku melakukan pengaturan otomatis dalam proses pembuatan akun Apple agar dapat melakukan transaksi.

Dari analisis data di Clash of Clans, terungkap ada ribuan kartu kredit yang disimpan para pelaku melalui basis data MongoDB. Data tersebut diperkirakan ditambang dari kebocoran data lain.

"Ketika kami memulai penggalian ini, saya terkejut dengan jumlah bisnis bayangan di balik gems Clash of Clans," tuturnya. Sayangnya, hingga saat ini, masing-masing pengembang gim belum memberikan konfirmasi terkait laporan ini.

Kecanduan Gim Masuk dalam Masalah Kesehatan Mental

Ilustrasi main gim (iStock)
Ilustrasi main gim (iStock)

Terlepas dari kasus yang melibatkan pelaku kriminal memanfaatkan gim mobile untuk pencucucian uang, ada kabar yang tidak kalah mengagetkan dari organisasi kesehatan dunia (WHO) soal kecanduan gim. 

WHO kini menggolongkan kecanduan gim. Hal ini diumumkan Senin 18 Juni 2018, bersamaan dengan pengumuman edisi terbaru panduan klasifikasi masalah mental menurut WHO.

Sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari The New York Post, WHO mengklasifikasikan, gaming disorder (kecanduan gim) memiliki tiga karakteristik utama.

Menurut para ahli, kecanduan gim serupa dengan gangguan penggunaan zat terlarang dan perjudian.

"Salah satunya, perilaku penderita yang lebih mengutamakan gim dibandingkan kegiatan lainnya," ujar Dr Vladimir Poznyak dari Departemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Zat WHO.

Sementara, dua karakteristik lainnya adalah ketidakmampuan mengontrol diri atas gim serta tetap main gim meskipun tahu ada konsekuensi negatif yang disebabkan karena kebanyakan main gim. Misalnya saja pola tidur yang terganggu, masalah pencernaan, dan kekurangan aktivitas fisik.

WHO pun tidak serta merta menggolongkan kecanduan gim sebagai masalah mental. Lembaga kesehatan dunia di bawah naungan PBB ini telah meneliti perilaku pecandu gim setidaknya 12 bulan sebelum menentukannya sebagai masalah kesehatan mental.

"Keputusan ini tidak diambil dalam beberapa jam atau beberapa hari," kata Poznyak menegaskan.

Kendati demikian, Poznyak menyebut kecanduan gim hanya terjadi pada segelintir orang.

Pro Kontra Keputusan WHO

Ilustrasi gim online (iStock)
Ilustrasi gim online (iStock)

Keputusan WHO menggolongkan kecanduan gim ke dalam masalah mental pun mendapat sambutan dari Hilarie Cash, Pendiri reSTART. reSTART merupakan program rawat inap pertama di AS yang menangani pecandu video gim.

"Saya terkejut karena perlu lama bagi banyak orang mengetahui fakta ini. Saya juga mengerti, mereka (WHO) harus memiliki bukti kuat yang didasari penelitian sebelum menentukan jenis gangguan mental baru," kata Cash.

Kendati begitu, tidak semua pakar kesehatan yakin, mengkarakterisasi waktu bermain di depan layar merupakan sebuah gangguan. Beberapa di antaranya mengingatkan, hal ini bisa menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu bagi orangtua.

"Orang harus memahami, tidak semua anak yang menghabiskan berjam-jam di depan layar merupakan seorang pecandu. Kalau tidak, ruang medis bakal dipenuhi banyak orangtua yang meminta bantuan," ujar juru bicara British Psychological Society Joan Harvey.

Sekadar diketahui, kecanduan gim belum diakui sebagai masalah kesehatan mental oleh American Psychiatric Association (APA). Sebelumnya, APA menyebut diperlukan banyak penelitian dan uji klinis sebelum mempertimbangkan kecanduan gim sebagai masalah kesehatan mental.

(Dam/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya