Tak Patuhi Aturan, Rusia Siapkan Sanksi Denda untuk Google

Gara-gara tidak mematuhi aturan Rusia, Google juga terancam untuk dijatuhi sanksi denda sebesar 700.000 ribu roubles atau setara USD 10.000 atau setara Rp 150 jutaan.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 28 Nov 2018, 07:30 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2018, 07:30 WIB
Ilustrasi Google
Google rilis data tren traveling masyarakat Indonesia berdasar aktivitas pencariannya. (Foto: unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Rusia menuding raksasa internet Google tak mematuhi aturan negara tersebut. Pasalnya, perusahaan AS itu menolak permintaan pemerintah Rusia untuk menghapus laman atau website yang dianggap terlarang di Rusia.

Mengutip laman The Verge, Rabu (28/11/2018), agensi komunikasi pemerintah Rusia, Roskomnadzor dalam pernyataannya menyebut, Google tak terhubung dengan database berisi daftar website terlarang di negara itu.

Hal ini membuat pemerintah Rusia menuding Google tak patuh dengan aturan pemerintah setempat.

Gara-gara tidak mematuhi aturan Rusia, Google juga terancam dijatuhi sanksi denda sebesar 700.000 ribu roubles atau setara USD 10.000 atau setara Rp 150 jutaan.

Meski dendanya cukup sedikit, dalam laporannya, Reuters menyebut, pemerintah Rusia tengah menyiapkan langkah yang lebih dramatik.

Misalnya saja, mempertimbangkan untuk mendenda Google dengan nilai satu persen dari total penghasilan tahunan Google karena tak mau mematuhi aturan serupa.

Sayangnya, Google tidak memberikan komentar saat dimintai tanggapan atas kasus di Rusia ini.

Rusia sebenarnya telah merancang serangkaian peraturan dalam beberapa tahun terakhir. Peraturan-peraturan ini memberikan kekuatan lebih banyak kepada pemeritah untuk menerapkan penyensoran web.

Pemerintah Rusia sempat bentrok dengan situs web seperti Wikipedia dan lain-lain gara-gara aturan tersebut.

Sebelumnya, Google pernah menghadapi pinalti dari Rusia. Kejadian itu berlangsung pada 2016, di mana saat itu Rusia mendenda Google senilai USD 6,75 juta karena Google dianggap melakukan praktik monopoli atas Android-nya.

Denda Google

Ilustrasi Android 9 Pie
Ilustrasi Android 9 Pie (Foto: Google)

Sebelumnya pada pertengahan tahun 2018, Google berurusan dengan regulator Eropa. Saat itu, persoalan cukup serius karena Komisi Eropa menganggap sistem operasi Android merupakan cara ilegal perusahaan untuk mengukuhkan mesin pencari besutannya. 

Karena itu, Komisi Eropa menyebut anak perusahaan Alphabet itu telah melakukan monopoli dan meminta perusahan melakukan perubahan model bisnis.

Jika tidak dipenuhi, Google akan mendapat hukuman berupa denda mencapai lima persen dari rata-rata omset harian global.

Dikutip dari BBC, Kamis (19/7/2018), perkiraan denda yang harus dibayarkan Google mencapai 4,3 miliar euro (setara dengan Rp 72 triliun). Menurut Komisioner Kompetisi Margrethe Vestager, konsumen seharusnya memiliki pilihan dari perangkat yang dibelinya.

Seperti diketahui, Google kini mewajibkan OEM Android untuk menyertakan sejumlah aplikasi besutan perusahaan, termasuk Google Search dan Google Chrome. Langkah itu yang kini ditentang Komisi Eropa.

Monopoli Android Dianggap Jadi Bisnis Ilegal Google

Google
Kantor pusat Google di Mountain View. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Vestager menilai ada tiga cara ilegal yang dilakukan Google dalam menjalankan bisnis Android. Pertama, manufaktur perangkat Android diharuskan memasang aplikasi Google Search dan browser Chrome sebagai syarat mendapatkan akses ke Play Store.

"Google juga membayar sejumlah manufaktur dan operator yang setuju memasang aplikasi Google Search secara eksklusif di perangkatnya," tuturnya.

Tak hanya itu, Google juga dianggap mencegah manufaktur menjual perangkat yang menjalankan versi Android alternatif. Caranya, perangkat mereka diancam tidak mendapatkan izin untuk menggunakan aplikasi Android. 

Di sisi lain, Vestager sebenarnya mengetahui bahwa Android tidak melarang penggunanya mengunduh peramban alternatif atau memakai mesin pencari lain. Namun, hanya ada satu persen pengguna yang memilih mesin pencari lain dan 10 persen peramban alternatif.

"Begitu pengguna memilikinya (aplikasi Google Search dan Google Chrome) dan bekerja, akan sangat sedikit pengguna yang penasaran untuk mencari aplikasi atau peramban lain," tuturnya menjelaskan.

(Tin/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya