Minta Masukan Warganet, Twitter Siapkan Kebijakan soal Deepfake

Twitter sedang menyiapkan kebijakan baru untuk mengatasi media sintesis dan dimanipulasi atau deepfake.

oleh Andina Librianty diperbarui 13 Nov 2019, 17:30 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2019, 17:30 WIB
Twitter
Ilustrasi Twitter (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Twitter sedang menyiapkan kebijakan baru untuk mengatasi media sintesis dan dimanipulasi atau deepfake. Sebelum kebijakan baru diberlakukan, Twitter meminta masukan publik melalui sebuah survei dan twit.

Dikutip dari blog Twitter, Rabu (13/11/2019), Twitter menyiapkan tiga opsi terhadap konten yang dinilai dengan sengaja mencoba menyesatkan atau membingungkan orang. Opsi pertama, Twitter akan memberikan pemberitahuan di sebelah twit yang dinilai deepfake.

Opsi kedua, memperingatkan orang-orang sebelum mereka membagikan atau menyukai twit semacam itu. Opsi ketiga, menambahkan tautan, misalnya, ke artikel berita atau Twitter Moment, agar orang-orang bisa mengetahui penyebab konten tersebut dianggap telah dimanipulasi.

"Selain itu, jika sebuah twit berisi media sintesis atau yang dimanipulasi telah menyesatkan, dan dapat mengancam keselamatan fisik seseorang, atau menyebabkan bahaya serius lain, kami dapat menghapusnya," jelas VP Trust and Safety Twitter, Del Harvey.

Gambaran Konten

Twitter
Ilustrasi Twitter (iStockPhoto)

Twitter memberikan gambaran soal konten yang dianggap sebagai media sintesis dan dimanipulasi. Menurut Harvey, aturan Twitter, layanan, dan fitur-fitur Twitter selalu berkembang berdasarkan perilaku baru yang dilihat pengguna di internet.

Twitter, kata Harvey, secara rutin berkonsultasi dengan para ahli dan peneliti untuk membantu perusahaan memahami masalah baru seperti media sintesis dan dimanipulasi.

Berdasarkan hal itu, Twitter pun mendefinisikan media sintesis dan dimanipulasi sebagai foto, audio, atau video apa pun yang telah diubah secara signifikan, atau dibuat dengan tujuan menyesatkan orang, atau mengubah makna aslinya.

"Hal tersebut (media yang dimanipulasi) kadang disebut sebagai deepfake atau shallowfake," tulis Harvey.

Survei Twitter

Kantor Twitter Indonesia
Kantor Twitter Indonesia

Twitter meminta pendapat publik soal kebijakan barunya untuk menangani deepfake tersebut. Survei sudah tersedia secara online dalam bahasa Inggris, Hindi, Arab, Spanyol, Portugis, dan Jepang.

"Mengenai bahasa yang belum ada, tim kami sedang bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah lokal, dan pembuat kebijakan untuk memastikan perspektif mereka terwakili," kata Harvey.

Pengguna Twitter juga bisa memberikan masukan langsung melalui twit dengan menyertakan tagar #TwitterPolicyFeedback. Periode pemberian masukan akan ditutup pada 27 November 2019.

"Kami akan meninjau masukan yang diterima, melakukan penyesuaian, dan mulai memproses memasukkan kebijakan ke dalam Twitter Rules, serta melatih tim tentang cara menangani konten tersebut. Kami akan menyampaikan pengumuman terbaru setidaknya 30 hari sebelum kebijakan diberlakukan," ungkap Harvey.

(Din/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya