Liputan6.com, Jakarta - Pencurian mata uang digital pada tahun 2019 telah melonjak tajam jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Laporan perusahaan forensik blockchain CipherTrace menyebut, kerugian atas pencurian mata uang digital diperkirakan melonjak menjadi USD 4,4 miliar atau sekitar Rp 62 triliun dalam sembilan bulan pertama tahun ini.
Baca Juga
Angka itu naik 1,5 kali lipat lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai USD 1,7 miliar saja.
Advertisement
"Peningkatan seratus lima puluh persen pada pencurian dan penipuan mata uang digital mencerminkan bagaimana penjahat beradaptasi untuk nilai yang lebih besar dan lebih baik," ujar Dave Jevans, CEO CipherTrace, dikutip dari Reuters, Jumat (29/11/2019).
Beberapa tahun terakhir ini mata uang digital telah menarik perhatian regulator di banyak negara di dunia. Para pengembang dan pelaku pasar mata uang digital tengah mengupayakan untuk bisa masuk ke arus utama seperti halnya mata uang fiat.
Dua Kasus Terbesar
Adapun dua kasus pencurian besar yang menjadi pendorong utama lonjakan tahun ini adalah kasus yang menyebabkan pengguna secara akumulatif kehilangan USD 2,9 miliar yang melibatkan PlusToken, sebuah perusahaan dompet dan pertukaran mata uang digital. Diduga kuat kasus ini menggunakan modus skema Ponzi.
Kasus lainnya adalah lenyapnya USD 195 juta milik pengguna layanan perusahaan pertukaran mata uang digital di Kanada, QuadrigaCX.
"Bahkan tanpa dua kasus itu pun kami masih menyaksikan banyak kejahatan bernilai jutaan dolar," kata Dave. "Ada peningkatan relatif konsisten pada aktivitas kriminal mata uang digital dari tahun ke tahun dan kami tidak berharap itu berubah dalam semalam."
(Why/Isk)
Advertisement