Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akhirnya mengumumkan perintah eksekutif (executive order) untuk layanan TikTok di Amerika Serikat. Selain media sosial tersebut, layanan yang juga mendapatkan perintah itu adalah WeChat.
Dengan perintah eksekutif ini, TikTok diberi waktu selama 45 hari untuk menghentikan layanannya di Amerika Serikat atau mencari pemilik baru untuk dapat menggulirkan layanan di negara tersebut.
Menyusul keputusan tersebut, TikTok mengatakan tudingan yang ditujukan pada mereka tidak berdasar. Mereka menegaskan tidak membagi data pengguna dengan pemerintah Tiongkok, termasuk memberlakukan sensor konten.
Advertisement
Baca Juga
Terlebih, TikTok saat ini berupaya untuk menjual bisnis mereka di Amerika Serikat pada perusahaan lokal. Karenanya, seperti dikutip dari BBC, Sabtu (8/8/2020) layanan milik ByteDance tersebut akan mengupayakan jalur hukum menanggapi perintah tersebut.
"Kami akan mencoba semua upaya hukum yang tersedia untuk memastikan tidak ada aturan yang diabaikan dan perusahaan kami termasuk penggguna diperlakukan secara adil," tutur TikTok. Namun hingga sekarang, belum ada informasi mengenai langkah perusahaan selanjutnya.
Sebagai informasi, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, setuju memberikan ByteDance waktu 45 hari untuk bernegosiasi menjual TikTok kepada Microsoft. Informasi ini berasal dari tiga sumber Reuters yang mengetahui hal tersebut.
Dilansir Reuters, Senin (3/8/2020), pemerintah AS mengatakan TikTok di bawah kepemilikan perusahaan Tiongkok menimbulkan risiko keamanan data pribadi. ByteDance merupakan perusahaan teknologi asal Tiongkok, yang berbasis di Beijing.
Upaya Microsoft Beli TikTok
Menyusul diskusi antara Trump dan CEOÂ Microsoft, Satya Nadella, perusahaan melalui sebuah pernyataan pada Minggu mengatakan, akan melanjutkan negosiasi untuk mengakuisisi TikTok. Kesepakatan diperkirakan tercapai pada 15 September 2020.
Menurut sumber, Trump mengubah keputusannya setelah tekanan dari beberapa penasihat dan anggota Republik.
Memblokir TikTok disebut dapat mengurangi dukungan dari pengguna muda menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) AS pada November mendatang. Selain itu, juga ada kemungkinan memicu gelombang tantangan hukum.
Advertisement
Pengawasan Negosiasi
Negosiasi antara ByteDance dan Microsoft akan diawasi oleh Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS). Ini adalah panel pemerintah AS yang memiliki hak memblokir perjanjian apa pun.
Sementara itu, pihak Microsoft dalam pernyataannya mengatakan belum ada kepastian kesepakatan akan tercapai.
"Microsoft sepenuhnya menghargai pentingnya mengatasi yang diperhatikan presiden, yaitu komitmen untuk mengakuisisi TikTok dengan merujuk pada tinjauan keamanan lengkap dan memberikan manfaat ekonomi yang tepat untuk AS, termasuk Departemen Keuangan AS," jelas Microsoft.
Di bawah kesepakatan yang diusulkan, Microsoft mengatakan akan mengambil alih operasi TikTok di AS, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Perusahaan memastikan semua data pribadi pengguna AS ditransfer ke dan tetap di AS.
Microsoft dapat mengundang investor AS lain untuk mengakuisisi saham minoritas di TikTok.
Sejauh ini belum diketahui jumlah dana yang akan dikeluarkan Microsoft untuk membeli TikTok. Reuters pada pekan lalu melaporkan bahwa ekspektasi valuasi ByteDance lebih dari USD 50 miliar.
(Dam/Ysl)