Kinerja Bank Digital di Tengah Pandemi Covid-19

Hasil survei Inventure Indonesia dan Alvara Research Center menyebutkan bahwa penetrasi digital semakin masif di sektor perbankan.

oleh Iskandar diperbarui 26 Feb 2021, 18:30 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2021, 18:30 WIB
FOTO: Pengembangan Sistem Digital Perbankan di Tahun 2021
Nasabah beraktivitas di salah satu kantor cabang digital Bank BNI di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai transaksi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2020 mencapai USD 44 miliar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Bank digital tumbuh sangat pesat pada 2020 karena menyuguhkan kenyamanan dan efisiensi. Pemain di industri ini bahkan mencatatkan kinerja baik selama pandemi Covid-19.

Bank of Asia yang bermarkas di Kepulauan Virgin Britania Raya, misalnya, mampu melayani pelanggan global dan selalu berada di garis depan digitalisasi industri perbankan.

Mengutip Yahoo Finance, Jumat (26/2/2021), Bank of Asia hingga tahun 2021 diprediksi akan terus memimpin pengembangan perbankan digital dan menawarkan layanan keuangan lintas batas kepada para nasabahnya.

Di Indonesia, perkembangan bank digital kian pesat dalam dua tahun terakhir. Untuk menjadi bank digital, lembaga perbankan konvensional dapat menempuh jalur transformasi model bisnis maupun lewat cara lain seperti aksi korporasi lewat akuisisi.

Hasil survei Inventure Indonesia dan Alvara Research Center menyebutkan bahwa penetrasi digital semakin masif di sektor perbankan.

Layanan berbasis digital seperti internet banking dan mobile banking semakin sering digunakan oleh para nasabah. Masyarakat menilai berbagai layanan digital memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan. Tak ayal, banyak transformasi digital yang makin masif dilakukan oleh perbankan.

Beberapa saham perusahaan yang bisnisnya berkaitan dengan digital, termasuk bank digital, bahkan tercatat mengalami penguatan selama tiga bulan terakhir. Bahkan, beberapa di antaranya menguat lebih dari 100 persen.

Salah satu perusahaan digital yang mengalami kenaikan signifikan adalah saham PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB).

Perusahaan mengklaim nilai sahamnya naik dalam tiga minggu terakhir, yang mana pada awal Februari masih berada di posisi Rp 340/saham, kini meningkat menjadi Rp 810/saham per penutupan bursa pada Rabu, 24 Februari 2021, atau meningkat 238 persen.

Dalam sepekan terakhir, saham BBYB meroket 63,31 persen dan mengalami kenaikan selama tiga hari beruntun.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Transformasi Digital

Melihat fenomena tersebut, Tjandra Gunawan, Direktur Utama PT Bank Neo Commerce mengatakan transformasi digital yang dilakukan perusahaan disambut baik oleh para stakeholder perseroan, termasuk para investor.

"Kenaikan harga saham BBYB yang cukup signifikan beberapa waktu ini mendapat perhatian Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme dan kepercayaan masyarakat terhadap bank digital semakin tinggi," kata Tjandra melalui keterangannya.

Bank Neo Commerce (BNC), yang sebelumnya dikenal dengan Bank Yudha Bhakti mengumumkan pelaksanaan right issue untuk mendapatkan suntikan modal guna memenuhi Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait Pemenuhan Modal Inti minimum Bank melalui skema Penawaran Umum terbatas dan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).

Para pemegang saham utama salah satunya PT Akulaku Silvrr Indonesia, berkomitmen untuk turut serta dalam Penawaran Umum Terbatas (PUT) ini. Melalui aksi korporasi ini diharapkan perseroan akan mendapatkan suntikan dana sebesar Rp 249,82 miliar.

 

Indonesia Kebanjiran Investor Bank Digital

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana, mengaku sudah banyak investor yang bertanya terkait kehadiran bank digital di tanah air. Namun dia enggan membeberkan investor mana saja yang sedang melakukan pendekatan dengan para bankir Indonesia.

"Investornya saya enggak mau nyebut dulu, tapi banyak para investor yang menanamkan bank digital," kata Heru dalam Launching Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020-2025, Jakarta, Kamis (18/2/2021).

Heru menuturkan OJK saat ini tengah menggodok aturan bagi pendirian bank digital. Dalam rancangan kebijakan yang ada, bank digital setidaknya harus memiliki modal inti sebesar Rp 10 triliun.

"Kita lagi godok aturannya. Kalau memang digital bank baru ini permodalannya minimal Rp 10 triliun, tapi angka ini masih dikonsolidasikan," kata dia.

Heru menegaskan dari semua investor yang berminat untuk mendirikan bank digital di Indonesia atau bekerja sama dengan perbankan nasional, kemungkinan besar tidak semua disetujui OJK. Sebab, sebagai regulator, dia tak mau gegabah dalam memilih pemilik modal.

"Kemungkinan tidak semua investor ini layak punya bank karena persyaratannya ini ketat," kata dia.

OJK akan memperketat klasifikasi investor. Tujuannya agar bank yang dikembangkan di Indonesia memiliki visi yang baik dan berdaya tahan. Sehingga bank digital yang ada bisa tetap sehat dan bisa mengatasi berbagai masalah yang ada.

"Kita mau yang visi (investornya) baik, berdaya tahan buat kembangkan bank kita biar sehat dan mengatasi masalah ke depan kalau ada," kata dia mengakhiri.

(Isk/Why)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya