Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap menyinggung pembangunan infrastruktur yang efisien dan berkesinambungan merupakan salah satu kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Jadi, jangan bermimpi ekonomi Indonesia bisa mengejar atau bahkan sejajar dengan negara-negara maju jika infrastruktur utama, seperti jalan tol, jembatan, jalur kereta api, pelabuhan, pelabuhan udara, bendungan atau fasilitas publik lainnya masih jauh dari ideal.
Baca Juga
Berkaca dari perkataan Jokowi, peran sektor konstruksi menjadi krusial dalam mewujudkan proyek pembangunan infrastruktur di berbagai daerah Indonesia yang berjalan dengan lancar, efisien, dan tidak rentan manipulasi. Pemanfaatan teknologi bisa menjadi salah andalan untuk mewujudkannya.
Advertisement
Di era transformasi digital yang terus berkembang dan mendisrupsi berbagai sektor industri beberapa tahun ini, industri konstruksi sebagai bagian dari sektor AEC (Architecture, Engineering, and Construction) bisa dikatakan belum secepat sektor lainnya, seperti retail, transportasi, finansial, dan manufaktur.
Padahal era industri 4.0 yang memanfaatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menciptakan efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik sangat besar manfaatnya bagi sektor konstruksi.
Salah satu teknologi yang mau tidak mau harus diadopsi sektor konstruksi adalah teknologi Building Information Modeling (BIM) yang disebut juga teknologi konstruksi yang berbasis industri 4.0.
BIM merupakan sebuah metode baru untuk permodelan di bidang arsitektur, teknik dan konstruksi untuk infrastruktur yang mengintegrasikan model virtual beserta data atau informasi teknisnya.
Menurut Autodesk, dikutip Kamis (15/9/2021), sayangnya adopsi BIM di Indonesia masih tergolong relatif lambat. Padahal berbagai pelaku industri AEC di Indonesia sebenarnya sudah menyadari pentingnya sektor ini selama bertahun-tahun, namun implementasinya di berbagai proyek masih rendah.
Pasar Kontruksi di Indonesia Terbesar se-ASEAN
Hal itu cukup menjadi perhatian pemerintah, mengingat pasar konstruksi Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dan keempat terbesar di Asia. Sudah semestinya adopsi BIM menjadi perhatian, terlebih pemerintah juga telah mencanangkan pembanguan infrastruktur senilai US$ 450 miliar hingga 2022.
Ambil contoh penerapan BIM di Malaysia yang sudah sejak 2007 digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum Malaysia. Pada 2011, Dewan Pengembangan Industri Konstruksi bahkan diberi mandat untuk mendorong implementasi BIM di negara Jiran tersebut.
Vietnam juga tidak ketinggalan dalam adopsi BIM, di mana pemerintahnya telah menerapkan peta jalan dan kerangka kerja (framework) untuk mendorong penggunaannya sejak tahun 2015.
Menurut pandangan Autodesk, Indonesia memiliki prospek positif dalam adopsi BIM dan kapabilitas digital lainnya di Indonesia. Inisiatif Connected Indonesia dan Smart City menjadi panduan peta jalan yang signifikan bagi sektor publik dan swasta dalam mempercepat adopsi teknologi.
Di sisi lain, lembaga pemerintah, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Waskita Karya yang telah banyak menerapkan adopsi BIM dalam berbagai proyek infrastruktur dapat memberikan contoh dan membuka jalan bagi organisasi lainnya untuk mengadopsi teknologi serupa.
Advertisement
Perkembangan BIM di Indonesia
Menurut Haresh Khoobchandani, Vice President, APAC, Autodesk, kurang dari setengah perusahaan di Indonesia telah memulai proses transformasi digitalnya. Namun, khusus sektor konstruksi masih relatif lambat dalam mengadopsi teknologi digital.
Untungnya, pemerintah RI telah proaktif merangkul trasformasi digital melalui berbagai proyek yang digarap di seluruh daerah Indonesia.
Selain mempersiapkan SDM yang andal, Indonesia, seperti diakui perusahaan yang punya berbagai produk solusi BIM ini perlu mengatasi dua hambatan utama transformasi digital, yaitu keamanan siber dan pembajakan perangkat lunak (software).
Berdasarkan survei IDC yang didukung Autodesk terhadap perusahaan konstruksi besar di negara-negara Eropa, Amerika dan Asia Pasifik diketahui kawasan Eropa dan Amerika masih lebih tinggi kematangan transformasi digitalnya dibandingkan kawasan Asia Pasifik.
Sebuah studi dari McKinsey juga menemukan 75 persen perusahaan yang telah mengadopsi BIM memberikan respons positif terkait dengan investasi, siklus proyek yang lebih pendek dan peningkatan efisiensi, termasuk penghematan dokumen kerja non-digital dan biaya material.
Manfaat nyata dari teknologi BIM pula yang mendorong pemerintah Singapura, Finlandia, dan Inggris untuk memanfaatkan BIM dalam proyek-proyek infrastruktur publik.
Permen Terkait BIM
Pemerintah Indonesia yang sedang giat-giatnya membangun infrastruktur di berbagai daerah juga menyadari pentingnya peranan BIM agar proyek infrastruktur berlangsung dengan baik.
Kementerian PUPR yang berkaitan langsung dengan berbagai proyek infrastruktur sudah merintis dan akan memandatkan BIM sebagai mandatory tools (alat wajib) dalam pelaksanaan tugas pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Harapannya, manfaat BIM bukan hanya dirasakan pada tahap perencanaan, pelaksanaan hingga operasional, tapi juga mencakup tahap pengadaan barang dan jasa serta audit.
Regulasi penerapan BIM juga mulai tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Sejauh ini payung hukum tersebut mulai diterapkan pada lingkungan Kementerian PUPR untuk bangunan gedung negara dengan luas lebih dari 2.000 meter persegi dan di atas dua lantai.
Advertisement
Belajar dari Kesuksesan Jepang
Berdasarkan survei IDC, Jepang menjadi negara Asia terdepan dalam penerapan BIM. Meskipun situasi dan kondisi di Jepang tidak sama dengan di Indonesia, Jepang sukses mengatasi berbagai kendala sektor konstruksi dengan mengadopsi teknologi ini.
Insentif yang diberikan pemerintah Jepang bagi perusahaan dalam memanfaatakn teknologi mesin robot dan AI (kecerdasan buatan) sukses membantu perusahaan konstruksi Kajima Corporation dalam menghadapi minimnya tenaga kerja karena melonjaknya populasi warga usia lanjut.
Adopsi BIM juga sukses membantu Jepang dalam melonjaknya berbagai proyek rekonstruksi akibat gempa bumi dan tsunami, termasuk Olimpiade 2020.
Kementerian Pertanahan, Transportasi, dan Pariwisata yang menjadi pelopor adopsi BIM di Jepang sejak 2017 juga telah memberlakukan penggunaan BIM untuk berbagai proyek konstruksi skala besar, seperti Takayama Common Building untuk gedung pemerintah dan Japan Coast Guard Academy.
Saat ini, Jepang terus memperluas cakupan penggunaan BIM di lebih banyak proyek konstruksi, perbaikan, dan desain.
Respons Pemerintah Indonesia
Pemerintah Jepang juga menyadari perlunya kolaborasi pihak publik dan swasta yang kuat untuk mensukseskan transformasi digital bagi bangsa.
Untuk itu, Jepang bahkan telah memberlakukan Undang-Undang “Super City ” pada Mei 2020 untuk semakin memacu adopsi teknologi dan mengurangi hambatan regulasi terhadap adopsi AI dan Big Data di berbagai sektor industri.
Meskipun tidak identik, respons pemerintah Indonesia juga cukup selaras dengan perkembangan teknologi digital. Hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) dianggap akan memperlacar penerapanan teknologi, termasuk BIM dalam mendukung ekonomi digital.
Lembaga keuangan asing mulai dari Morgan Stanley, Fitch Ratings, hingga Moody's Investor Servives memberikan respons positif terhadap hadirnya UU ini karena dapat memperkuat kebijakan moneter, inflasi yang relatif stabil, kebijakan fiskal yang lebih akomodatif, dan dapat mempercepat belanja infrastruktur.
Advertisement