Vidio Kantongi Pengguna Aktif Terbanyak di Indonesia, Kalahkan Netflix dan Disney+

Vidio menjadi aplikasi dengan pengguna terbanyak di Indonesia, mengakahkan Netflix, Disney+, dan Viu.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Okt 2022, 12:38 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2022, 12:30 WIB
Vidio
Ilustrasi aplikasi Vidio. Liputan6.com/Jeko I.R.

Liputan6.com, Jakarta Snapcart bekerja sama dengan tSurvey.id dari Telkomsel, melakukan survei terkait aplikasi hiburan di Indonesia.

Dengan mengunakan data dari segmen pasar telekomunikasi (telco 2022), ditemukan ada empat aplikasi hiburan terpopuler di Indonesia. Empat di antaranya adalah Vidio, Netflix, Disney+ Hotstar, dan Viu.

"Dengan menggunakan data telco 2022 kami menemukan bahwa di antara 4 aplikasi hiburan teratas, Vidio masih menjadi aplikasi dengan pengguna terbanyak," tulis Snapcart via LinkedIn, dikutip Jumat (14/10/2022).

Menurut Snapcart, Vidio bisa mengalahkan para pesaingnya karena memiliki beragam produk, mulai dari saluran TV hingga film.

<p>Survei Snapcart terkait aplikasi hiburan di Indonesia berdasarkan data telco 2022, bekerja sama dengan tSurvey.id dari Telkomsel. Dok: Snapcart</p>

Vidio tercatat memiliki 27,7 juta pengguna aktif, Netflix 11,3 juta, Viu 10,4 juta, dan Disney+ 2,4 juta.

Pengguna aktif tersebut terbagi dalam dua kategori yaitu pascabayar dan prabayar. Dalam hal ini pelanggan pascabayar merupakan pengguna Kartu Halo.

Pengguna pascabayar Vidio memiliki persentase 42 persen, Netflix 32 persen, Viu 19 persen, dan Disney+ 7 persen.

Sementara untuk pengguna prabayar, Vidio 54 persen, Netflix 21 persen, Viu 20 persen, dan Disney+ 5 persen.

Vidio Kalahkan Netflix dan Disney+ di Indonesia, Jadi Raja di Negeri Sendiri

Vidio logo
Vidio, sebuah platform Over-The-Top (OTT) terkemuka karya anak bangsa. (Istimewa)

Sebelumnya, menurut riset Media Partners Asia (MPA), Vidio yang merupakan layanan video streaming milik PT Elang Mahkota Teknologi (Grup Emtek), menjadi layanan paling populer dalam hal konsumsi video premium di Indonesia.

Mengutip Bloomberg, Selasa (3/10/2022), Vidio bahkan disebut mengalahkan kedigdayaan Netflix dan Disney+ di pasar domestik.

Meskipun Disney+ memiliki lebih banyak pelanggan, sebagian besar berasal dari kemitraan dengan Telkomsel, masyarakat Indonesia lebih menyukai Vidio yang kini memiliki 3,5 juta pelanggan.

Vidio adalah kisah sukses layanan digital lokal yang langka, dan menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan media lokal lainnya di seluruh dunia.

Raksasa Barat mendominasi pasar video online di hampir setiap wilayah utama di luar China. Netflix melesat ke posisi terdepan di Brasil, Meksiko, Korea Selatan, Australia, dan sebagian besar Eropa Barat.

Lalu, Amazon adalah salah satu pemain terbesar di Jepang dan wilayah Eropa tertentu. Adapun Disney+ adalah pemimpin pasar di India.

Para pemain lokal sebagian besar masih gagal menjadi pesaing alternatif dari luar negeri. Akan tetapi, masih ada peluang pasar ketika pemain luar tidak menanamkan banyak uang.

Netflix dan rekan-rekannya belum melakukan investasi besar di Indonesia. Meskipun populasinya besar, Indonesia belum memiliki industri film lokal yang signifikan dan penduduknya relatif masih miskin. (PDB per kapita berada di antara Thailand dan India)

“Sebagian besar pesaing yang Anda sebutkan, setidaknya yang dari barat, sebenarnya tidak menginvestasikan banyak uang di produksi konten lokal Indonesia,” kata Managing Director Emtek dan CEO Vidio sekaligus PT Surya Citra Media (SCM), Sutanto Hartono.

Namun, bukan berarti tidak ada peluang besar. Kue pasar video premium pun terbilang menjanjikan di Asia Tenggara.

Penggunaan Layanan Video-On-Demand Melonjak

Managing Director Emtek dan CEO SCM, Sutanto Hartono menjadi pembicara di APOS Summit in Singapore, Rabu (28/9/2022). (Dok. Vidio)
Managing Director Emtek dan CEO SCM, Sutanto Hartono menjadi pembicara di APOS Summit in Singapore, Rabu (28/9/2022). (Dok. Vidio)

Menurut laporan MPA, layanan video premium hanya mengambil pasar 7 persen dari waktu yang dihabiskan pengguna Asia Tenggara di layanan streaming pada Q2 2022. Penggunaan layanan video-on-demand berlangganan pun melonjak, dan telah melampaui TV berbayar di pasar Asia Tenggara.

Jika ada layanan atau platform yang dapat menarik hanya 10 persen dari populasi di Indonesia, mereka akan memiliki sekitar 30 juta pelanggan.

Vidio saat ini mendanai hampir 40 series lokal dalam setahun, lebih banyak dari yang dibuat para pemain luar jika digabungkan. Perusahaan juga memiliki hak siar dari Liga Inggris dan NBA. Penonton NBA memang kecil, tapi mereka cukup kaya dan loyal.

Vidio juga menawarkan layanan dengan harga yang lebih tinggi dari pada pesaingnya. Ada layanan gratis dan tiga jenis layanan berbayar berbeda, dikelompokkan berdasarkan perangkat dan pemrograman apa yang dapat pengguna nikmati.

Penggemar olahraga harus membayar lebih dari orang yang tidak menginginkan olahraga dan penggemar olahraga juga harus membayar lebih untuk menonton di perangkat selain ponsel.

Netflix lebih ketat soal harga ketimbang para pemain lainnya. Itulah alasan besar mengapa Vidio menghasilkan lebih banyak pendapatan di Indonesia daripada pesaingnya, meskipun memiliki basis pengguna yang lebih kecil.

Netflix atau Disney+ diprediksi dapat menyalip Vidio jika mereka mau berinvestasi lebih banyak di Indonesia.

Tapi untuk membuat layanan yang sesuai dengan penonton Indonesia akan butuh waktu dan biaya besar dibandingkan keuntungan yang akan diperoleh.

Sebagian besar perusahaan Barat memutuskan tidak akan melakukan investasi besar-besaran dan berharap layanan mereka di belahan dunia lain bisa membantu meningkatkan jumlah pelanggan.

Strategi tersebut dinilai tidak akan bisa berhasil di Indonesia, atau sejumlah pasar lain di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika. Di situlah letak peluang bagi pemain lokal dengan sumber daya mumpuni berpeluang untuk mendapatkan keuntungan lebih besar.

Grup Emtek Fokus Mengembangkan Platform Vidio

Managing Director Emtek dan CEO SCM, Sutanto Hartono menjadi pembicara di APOS Summit in Singapore, Rabu (28/9/2022). (Dok. Vidio)
Managing Director Emtek dan CEO SCM, Sutanto Hartono menjadi pembicara di APOS Summit in Singapore, Rabu (28/9/2022). (Dok. Vidio)

PT Elang Mahkota Teknologi (Grup Emtek) telah bertransformasi dari perusahaan penyedia layanan komputer pribadi, menjadi kelompok perusahaan modern dan terintegrasi yang kini memiliki empat pilar bisnis, yakni layanan kesehatan, media, teknologi, dan layanan keuangan. 

Menurut CEO Emtek Alvin Sariaatmadja, saat menjadi salah satu pembicara dalam APOS Summit di Singapura, Kamis (29/9/2022), Vidio kini menjadi fokus bisnis. 

Vidio merupakan platform OTT (over the top) atau layanan media berbayar lokal terbesar di Indonesia yang dimiliki Grup Emtek. Saat ini, ungkap Alvin, dirinya akan memfokuskan investasi, waktu dan tenaga untuk terus mengembangkan Vidio.

"Kami mendapatkan kesempatan untuk memiliki dan membangun sebuah platform (Vidio) dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Jadi saya mengerahkan segala upaya untuk meraihnya."

Alumni Universitas New South Wales itu memiliki visi untuk membuat jangkauan Vidio lebih luas, dengan menjadikannya penyedia konten untuk pemain global. "Tentu saja, dalam kerangka waktu itu kami akan mengejarnya, kami akan fokus," kata Alvin.

Alvin mengatakan dirinya sangat beruntung memiliki tim yang diyakini mampu mewujudkan target tersebut. "Kami memiliki tim luar biasa yang bisa mengeksekusinya dan menciptakan sinergi antara semua unit bisnis yang berbeda. Kami akan fokus dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya," ungkapnya.

Peluang Besar Vidio

CEO Emtek, Alvin Sariaatmadja berkesempatan untuk menjadi salah satu pembicara dalam APOS Summit di Singapura, Kamis (29/9/2022). (Tangkapan layar: Benedikta Miranti)
CEO Emtek, Alvin Sariaatmadja berkesempatan untuk menjadi salah satu pembicara dalam APOS Summit di Singapura, Kamis (29/9/2022). (Tangkapan layar: Benedikta Miranti)

Pada kesempatan tersebut, Alvin juga ditanya mengenai bisnis Emtek lainnya, yakni televisi. Ia mengaku terkejut karena industri TV ternyata masih terus berkembang melampaui perkiraannya, jauh dari kata tamat. 

"Saya pikir mungkin karena fakta bahwa ini adalah layanan tak berbayar. Itu bertahan lebih lama dan akan lebih lama lagi dari yang kita perkirakan," katanya.

Alvin mengaku, awalnya ia telah mempersiapkan diri untuk merelakan bisnis televisi untuk mengembangkan Vidio atau layanan direct-to-consumer (DTC).

Tapi ternyata, televisi saat ini masih sangat penting bagi pengiklan untuk menjangkau khalayak atau massa yang banyak. Saat ini, Alvin mengaku pihaknya terus berupaya untuk memahami dan mempelajari perkembangan bisnis televisi dari pasar atau market yang lain.

"Namun, suka cita dan ketertarikan, setidaknya untuk saya pribadi, adalah untuk melihat Vidio terus bertumbuh ke tingkatan yang lebih tinggi," tambah dia. 

Vidio, ungkap Alvin, kini telah berhasil menarik empat juta subscriber berbayar. Ia menargetkan bisa bertambah menjadi 10 hingga 20 juta pelanggan. Angka tersebut jauh lebih besar dari pelanggan televisi berbayar di Indonesia, yang puncaknya mencapai 4 juta.

Menurutnya, DTC memberi peluang untuk mendapat lebih banyak pelanggan dan pada tingkat yang jauh lebih efisien daripada televisi berbayar (PTV). 

Gandeng Kreator Konten Lokal

CEO Emtek, Alvin Sariaatmadja berkesempatan untuk menjadi salah satu pembicara dalam APOS Summit di Singapura, Kamis (29/9/2022). (Tangkapan layar: Benedikta Miranti)
CEO Emtek, Alvin Sariaatmadja berkesempatan untuk menjadi salah satu pembicara dalam APOS Summit di Singapura, Kamis (29/9/2022). (Tangkapan layar: Benedikta Miranti)

Alvin kemudian menyatakan bahwa dirinya berupaya untuk menggaet kreator konten lokal yang relevan.

"Kemampuan produksi konten lokal cukup terbatas, jika kita dapat menggaet dan bermitra dengan pembuat konten lokal, maka ibaratnya semua sudah di tangan," ujar dia. 

Tahun ini, ucap Alvin, Vidio memproduksi sekitar 40 serial original. Ia pun berharap jumlah itu akan tumbuh menjadi sekitar 50.

"Jadi kami sangat serius dalam memastikan bahwa kami memiliki penawaran konten lokal yang eksklusif dan relevan dengan masyarakat selain konten olahraga -- yang jelas sangat efektif dalam jangka pendek namun menciptakan ketergantungan dan harganya akan terus naik. Jadi, kami harus menggunakan konten-konten olahraga dengan cara yang tepat, sembari dalam waktu yang bersamaan membangun konten-konten lokal yang menarik penonton." 

Alvin melihat live event menjadi sumber pemasukan yang potensial untuk Vidio. Seperti halnya live concert yang saat ini telah dilakukan. Juga gamifikasi yang tidak sekedar game tapi lebih dari itu, seperti menggabungkan Fantasy League dan sport yang bisa meningkatkan engagement.

"Kami secara aktif terus melakukan eksplorasi," ucapnya memungkaskan.

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya