Lombok TV Minta Deadline Migrasi ke TV Digital 2 November 2022 Ditunda

Lombok TV meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan simulasi ASO pada 2 November 2022.

oleh Yuslianson diperbarui 26 Okt 2022, 22:51 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2022, 22:50 WIB
Ilustrasi TV Digital
Ilustrasi TV Digital. Kredit: Mohamed Hassan via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika) menyebutkan proses migrasi TV analog ke digital tetap berjalan sesuai rencana, yaitu pada 2 November 2022.

Dalam konferensi pers bersama Menkopolhukam, Senin (24/10/2022), Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan, saat ini ada 222 kabupaten/kota di Indonesia yang menghitung hari menjelang ASO (Analog Switch Off).

Walau tidak ada perubahan rencana penghentian siaran TV analog, Lombok TV meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan simulasi ASO pada 2 November 2022.

Hal ini diungkap oleh kuasa hukum Lombok TV, Gede Aditya Pratama, dimana permohonan perpanjangan itu terkait putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 40 P/HUM/2022 tentang uji Permohonan Uji Materiil Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Permohonan Layanan Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar).

"Dalam salinan putusan itu, MA membatalkan Pasal 81 Ayat 1 PP Nomor 46 Tahun 2021 tentang Postelsiar yang diajukan Lombok TV," kata Gede dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/10).

Disebutkan dalam pasal ini, lembaga penyiaran harus menyewa multipleksing dari slot penyedia multipleks.

"Karena itu, menurut Mahkamah Agung, pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ucapnya.

Gede menjelaskan, "Berdasarkan amar putusan MA, pasal yang diuji materiil itu bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang (UU) Penyiaran sebagaimana diubah oleh Pasal 72 Ayat 3 UU Cipta Kerja.

"Karena UU Penyiaran yang direvisi menjadi UU Cipta Kerja hanya mengatur ASO, maka harus dilaksanakan dua tahun setelah UU Cipta Kerja diterbitkan."

Sementara itu, terkait multiplexing tidak diatur dalam UU Cipta Kerja. Sehingga hal itu menjadi salah satu pertimbangan MA.

"Kalaupun multipleksing harus diatur, harus diatur dengan undang-undang. Bisa dengan revisi UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja. Tidak diatur di PP. Karena kalau diatur dalam PP, seperti ini kasusnya. Dibuat sepihak saja," ucapnya.

Awal Mula Persoalan

Ilustrasi TV Digital. Dok: Digital TV Group

Informasi, persoalan ini berawal dari terbitnpa Pasal 81 ayat 1 pada PP nomor 46 Tahun 2021 tentang Postelsiar yang dinilai mendiskriminasi pelaku usaha kecoil penyiaran televisi.

PP ini merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Pada saat yang sama, semangat UU Cipta Kerja adalah menciptakan iklim usaha yang jelas, kondusif, dan adil bagi semua pelaku usaha, terutama yang bergerak di industri penyiaran televisi.

Di bagian 60A UU Penyiaran atau Cipta Kerja tidak ada norma mengatur LPS yang tidak ditunjuk sebagai Penyelenggara Multipleksing harus menyewa slot kepada LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) untuk dapat menyediakan layanan program siaran.

Akibat putusan MA ini, LPS tidak dapat lagi menyelenggarakan layanan program siaran dengan menyewa slot multiplexing dari penyelenggara multipleksing.

Penyelenggara multipleksing juga sudah tidak bisa lagi menyewakan slot kepada lembaga penyiaran yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing.

 

Seharusnya Perhatikan Nasib Stasiun Televisi Lokal

<p>Ilustrasi tv digital dan tv analog/Shutterstock. </p>

Yogi Hadi Ismanto, Direktur Lombok TV mengatakan dengan UU Cipta Kerja semestinya pemerintah memperhatikan nasib dari stasiun televisi lokal.

Dengan tetap dilaksanakannya ASO pada 2 November mendatang, maka tidak ada pilihan lagi untuk LPS non penyelenggara multipleksing tidak bersiaran.

“Setelah putusan MA terbit, teman-teman di Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) pun sebagai penyelenggara multipleksing sudah mengirim surat ke presiden Jokowi minggu lalu tentang keberatan terkait ASO dan keputusan MA. Begitu juga dari kawan-kawan dari Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATLI),” katanya.

Pada sisi lain, Menkominfo Johnny G. Plate sendiri sudah memahami ada wacana permintaan penundaan ASO berbasis ketidaksinkronan dasar hukum ini sejak Mei 2021 dan pada waktu itu tanggapan pihak pemerintah lebih condong pada perkembangan aplikasi operasional penerapan kebijakan ini tanpa merujuk pada aturan tertentu.

Kala itu dia menuturkan, hasil evaluasi penetapan sistem multipleksing pada 22 provinsi sudah diumumkan pada 26 April 2021 dan diberi waktu masa sanggah hingga 30 April 2021.

(Ysl/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya