Liputan6.com, Jakarta - Seorang mantan eksekutif ByteDance, Yintao Yu menuduh TikTok menggunakan bot untuk meningkatkan engagement (keterlibatan pengguna) di aplikasinya ketika sedang mencoba mendapatkan pasar Amerika Serikat (AS).Â
Melalui laporan The New York Times yang dikutip dari Engadget, Senin (15/5/2023), Yintao mengklaim ByteDance memecatnya setelah ia menolak praktik perusahaan untuk mencuri materi dari aplikasi lain.
Baca Juga
Menurutnya, insinyur di perusahaan ini telah mencuri konten populer (scraping) dari platform seperti Instagram dan Snapchat untuk dimasukkan ke TikTok.
Advertisement
Selain itu, ia juga menyebut perusahaan menjadi alat propaganda untuk Partai Komunis China dan karyawannya dapat mengakses data pengguna di AS. Ia menjelaskan, unit khusus anggota Partai Komunis China di kantor ByteDance Beijing yang memandu bagaimana perusahaan menjunjung nilai-nilai komunis.
Yintao juga mengklaim karyawan ByteDance memanipulasi Douyin, TikTok versi China, untuk menekan konten tentang protes di Hongkong dan meningkatkan konten kebencian terhadap Jepang.
Klaim tersebut kemungkinan besar memicu pengawasan lebih lanjut untuk aplikasi TikTok yang berpotensi menyebabkan pemblokiran secara menyeluruh bagi platform tersebut sebelum akhirnya bisa digunakan di AS.Â
Sebagai informasi, Yintao Yu meninggalkan ByteDance pada November 2018, tak lama setelah perusahaan mengganti nama Musical.ly menjadi TikTok.
Untuk itu, menanggapi tuduhan tersebut, seorang juru bicara ByteDance telah memberikan keterangannya kepada Engadget. Juru bicara ByteDance mengungkapkan pihaknya menentang keras klaim dan tuduhan tidak berdasar tersebut.
Â
ByteDance Menentang Keras Tuduhan Mantan Karyawannya
Di sisi lain, klaim dari Yintao Yu tersebut dapat menimbulkan dampak buruh bagi perusahaan dan aplikasi TikTok, terutama menyangkut kekhawatiran regulator AS atas keamanan data pengguna di negaranya.
Terlebih sebelumnya, anggota parlemen AS memang menyebut TikTok dapat mengancam keamanan nasional dan tidak dapat dipercaya untuk melindungi data penggunanya.Â
“Tuan Yu bekerja untuk ByteDance selama kurang dari setahun dan masa kerjanya berakhir pada Juli 2018. Selama waktu singkatnya di perusahaan itu, dia mengerjakan sebuah aplikasi bernama Flipagram, yang dihentikan bertahun-tahun yang lalu karena alasan bisnis,” ujarnya.
Kemudian atas tuduhan scraping, ia mengatakan bahwa ByteDance berkomitmen untuk menghormati kekayaan intelektual perusahaan lain.
“Kami memperoleh data sesuai dengan praktik industri dan kebijakan global kami,” pungkasnya menambahkan.
Advertisement
TikTok Telah Mengurangi Hubungannya dengan ByteDance
Di sisi lain, TikTok terus mencoba meminimalisir hubungannya dengan ByteDance dan China. Hal ini termasuk dalam kesaksian yang diungkapkan CEO Shou Zi Chew dalam kongres di AS pada Maret lalu.
Sejak beberapa bulan lalu, aplikasi berbagi video populer ini tengah dicurigai berpotensi menjadi mata-mata (spionase) China untuk mengumpulkan data penggunanya.
Dalam kongres tersebut, Chew bersaksi TikTok memprioritaskan keselamatan pengguna muda. Ia berupaya meyakinkan anggota parlemen untuk tidak memblokir aplikasi ini atau tidak memaksa ByteDance menyerahkan saham kepemilikannya.
Tak hanya itu, perusahaan juga telah mendedikasikan lebih dari satu miliar dolar untuk Proyek Texas, yang bertujuan memblokir data pengguna TikTok di AS dari ByteDance. Proyek ini merupakan salah satu upaya untuk meredakan kekhawatiran regulator AS terhadap aplikasi.
Elon Musk Sebut TikTok Sangat Merusak Usai Penelitian Ungkap Dampak Buruk Bagi Anak-Anak
Di samping itu, TikTok terus mendapatkan komentar tidak menyenangkan dari berbagai pihak, tak terkecuali CEO Twitter. Belum lama ini, Elon Musk, mengungkapkan keprihatinannya atas dampak buruk dari media sosial TikTok pada kelompok usia tertentu.Â
Dalam sebuah cuitan yang diunggah melalui akun Twitter-nya @elonmusk, Minggu (14/5/2023), ia membagikan foto artikel dari Wall Street Journal tentang penemuan terkait efek buruk platform TikTok terhadap anak-anak.
Foto itu menunjukkan sinopsis penelitian yang menyatakan para peneliti telah membuat akun pengguna fiktif berusia 13 tahun. Lalu, laman akun mereka dipenuhi video konten tentang gangguan makan, citra tubuh, tindakan melukai diri sendiri, dan kecenderungan bunuh diri yang tidak sesuai dengan usia pengguna.Â
Bersamaan dengan foto penelitian tersebut, miliarder sekaligus CEO Tesla ini menambahkan caption yang menyebut TikTok “Extremely destructive if accurate” atau yang berarti “Sangat merusak jika (penelitian) akurat.”
Advertisement