Liputan6.com, Jakarta - Rumania akan menjadi negara pertama di luar Amerika Serikat (AS) yang memiliki teknologi reaktor nuklir modular kecil (SMR).
Mengutip Euro News, Selasa (19/9/2023), dengan ukuran yang lebih kecil dan dirancang untuk dapat dirakit di pabrik, SMR mampu menghasilkan sejumlah besar energi rendah karbon. Dengan ukurannya kecil pula, reaktor ini memungkinkan untuk dipasang di tempat dengan lahan kecil.Â
Baca Juga
Teknologi ini masih dikembangkan, namun, dampak krisis energi telah memicu minat dan dukungan politik untuk tenaga nuklir di seluruh Eropa.
Advertisement
Awal tahun 2023 ini, pemerintah Rumania menggambarkan SMR sebagai "teknologi nuklir terbaru, teraman dan terbersih."
Menurut laporan, Rumania dan Amerika Serikat telah membangun teknologi nuklir canggih ini dalam skema Project Phoenix. Di mana, reaktor-reaktor ini akan menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara yang sudah tua.
Sebelumnya, sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir dengan enam modul di Doicesti, sebelah utara Bukares, telah menerima dana hingga EUR 254 juta. Pembangkit ini dapat menciptakan lebih dari 2.000 lapangan kerja dan menghindari produksi 4 juta ton karbon dioksida per tahun.
Rumania juga akan melatih para ahli energi nuklir masa depan dari seluruh Eropa di Universitas Politeknik Bucharest.
Utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim John Kerry baru-baru ini mengunjungi universitas tersebut. Ia menyaksikan demonstrasi tentang apa yang akan terjadi selama gempa bumi di simulator ruang kendali SMR NuScale.
Nantinya, reaktor nuklir Project Phoenix akan dibangun juga di Republik Ceko, Polandia, dan Slovakia.
Â
Finlandia Buat Baterai Pasir untuk Atasi Masalah Energi
Sementara itu, Finlandia juga ciptakan teknologi baru untuk mengatasi permasalahan energi. Penelitian Finlandia telah menciptakan terobosan dalam teknologi penyimpanan energi hijau dengan menginstal baterai pasir pertama di dunia yang dapat menyimpan green energy selama berbulan-bulan.
Teknologi inovatif ini dapat menjadi solusi untuk masalah pasokan energi sepanjang tahun yang sering kali menjadi tantangan dalam industri energi terbarukan-- sebutan lain green energy.
Seperti dikutip dari Kemdikbud, energi terbarukan merupakan sumber energi yang berasal dari sumber daya alam dan tidak akan habis karena terbentuk dari proses alam yang berkelanjutan. Contoh dari energi terbarukan adalah seperti sinar matahari, ombak, angin, dan air.
Sementara itu, baterai pasir ini disebut sebagai green energy karena menggunakan pasir kualitas rendah untuk menyimpan energi panas yang dihasilkan dari listrik murah dari panel surya dan turbin angin.
Pasir menyimpan panas pada suhu sekitar 500°C, yang kemudian dapat digunakan untuk memanaskan rumah-rumah saat musim dingin ketika harga energi menjadi lebih mahal.
Finlandia, sebagai salah satu negara yang memiliki perbatasan terpanjang dengan Rusia di Uni Eropa, memiliki pasokan gas utama dari Rusia. Konflik di Ukraina telah mempersulit mereka di masalah pasokan energi terbarukan.
Mengutip BBC, Rabu (6/9/2023), Finlandia pun menyebut pentingnya solusi energi terbarukan seperti baterai pasir guna mengatasi ketergantungan terhadap sumber energi yang tidak stabil.
Meskipun investasi dalam produksi energi terbarukan meningkat, tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri ini adalah bagaimana caranya mereka dapat mengatasi masalah intermittency.
Intermittency adalah bagaimana cara menjaga pasokan energi tetap tersedia ketika tak ada sinar matahari dan hembusan angin, terutama karena perubahan iklim.
Advertisement
Cara Kerja Baterai Pasir
Perangkat ini telah diinstal di pembangkit listrik Vatajankoski yang mengoperasikan sistem pemanas untuk wilayah tersebut.
Energi listrik memanaskan pasir hingga 500°C melalui pemanasan resistif, metode yang mengalirkan arus listrik melalui benda untuk menghasilkan panas.
Konsepnya hampir sama dengan sistem kerja penghangat ruangan, hanya saja, pada bagian ini, pasir yang dipanaskan untuk menjaga energi panas tersebut.
Manfaatnya, pasir adalah media yang sangat efektif untuk menyimpan panas dan kehilangan sedikit energi dari waktu ke waktu.
Para pengembang mengklaim bahwa perangkat mereka dapat menjaga pasir pada suhu 500°C selama beberapa bulan.
Jadi, ketika harga energi lebih tinggi, baterai mengeluarkan udara panas yang memanaskan air untuk sistem pemanas wilayah yang kemudian dialirkan ke rumah, kantor, dan bahkan kolam renang setempat.
Saat ini, salah satu tantangan yang sedang dihadapi adalah apakah teknologi ini dapat ditingkatkan untuk memberikan perbedaan yang signifikan dan apakah para pengembang dapat menggunakannya untuk menghasilkan listrik serta panas.
Produksi Baterai Mobil Listrik Ternyata Hasilkan Lebih Banyak Emisi Karbon Buat Lingkungan
Masih masalah energi, kendaraan listrik seperti sepeda dan mobil listrik (EV) menawarkan sistem transportasi berkelanjutan guna menghadapi perubahan iklim. EV juga menggunakan alternatif energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan daripada mobil pembakaran bensin tradisional.
Namun faktanya, seperti yang diungkap EVBox, Selasa (12/9/2023), beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembuatan baterai EV dapat menghasilkan emisi karbon yang lebih tinggi dibandingkan dengan mobil bensin.
Hal ini disebabkan oleh sejumlah besar energi yang dibutuhkan untuk pengadaan bahan baku dan proses pembuatan baterai EV.
Sebagian besar konsumsi energi ini terkait dengan produksi baterai yang membutuhkan ekstraksi bahan langka dan sulit didapat seperti lithium, kobalt, dan mangan.
Nah, baterai mobil listrik merupakan komponen kompleks yang mengandung banyak rare earth elements (REE), seperti lithium, nikel, kobalt, dan grafit.
Sesuai namanya, bahan-bahan ini sulit ditemukan dan diekstrak, membutuhkan penambangan intensif dan bahkan beberapa proses polusi untuk memisahkannya dari tanah. Inilah sebabnya mengapa memproduksi baterai kendaraan listrik dapat menjadi tantangan bagi lingkungan.
Baca selengkapnya di sini.
Advertisement