Pemerintah Bentuk Task Force untuk Tentukan Insentif 5G Buat Operator

Pemerintah membentuk task force untuk menentukan besaran insentif 5G untuk operator telekomunikasi dalam menggelar layanan 5G.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 08 Nov 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2023, 19:00 WIB
Indosat Ooredoo Hutchison 5G Partner Formula E Jakarta 2022
IOH bersama mitra strategisnya Ericsson, akan menghadirkan layanan 5G di sekitar lokasi Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC). (Foto: Corpcomm Indosat Ooredoo Hutchison).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membentuk task force atau gugus tugas untuk menentukan bentuk insentif 5G bagi operator.

Informasi ini disebutkan oleh Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) Muhammad Buldansyah ketika ditemui di Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Pria yang karib disapa Danny menyebut, saat ini task force atau gugus tugas yang membahas tentang insentif 5G itu telah dibentuk.

"Belum kumpul bareng, minggu lalu sama pak menteri, keputusannya itu buat task force, dari masing-masing operator siapa, dari Kominfo siapa," kata Danny.

Ditanya mengenai bentuk insentif yang diinginkan operator, Danny menyebutkan, bentuknya bisa bervariasi.

Terpenting dari semua ini, menurut Danny, Kominfo sudah setuju untuk memberikan insentif atas regulatory charge, dalam hal ini terkait pembebanan BHP frekuensi untuk menggelar layanan 5G.

Selanjutnya adalah bagaimana bentuk insentif yang dimaksud dicari dan mendapatkan persetujuan dari stakeholder, termasuk Kementerian Keuangan hingga DPR.

"Stakeholder yang lain ini kan ada Kemenkeu yakni Dirjen Anggaran, karena perlu juga memberi laporan kepada DPR. Sebelum masuk Dirjen Anggaran Kemenkeu inilah perlu dibuat formulasi perhitungan insentifnya," kata Danny.

Bakal Ada Tawar Menawar Soal Insentif 5G

Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison M Buldansyah. (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani)
Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison M Buldansyah. (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani)

Ia menyakini dalam menghitung formulasi insentif, bakal ada tawar menawar antara pemerintah dengan operator.

Salah satunya, kata Danny, ada usulan bahwa besaran BHP frekuensi untuk spektrum yang lama bisa diturunkan hingga 20 persen. Sementara untuk BHP frekuensi spektrum yang baru akan dilelang diberikan masa grace period (pembebasan) misalnya hingga empat tahun.

Selanjutnya, kata Danny, akan dimasukkan dalam formulasi terkait dampaknya terhadap keuangan negara.

Buldansyah menyebut, diberlakukannya insentif 5G ini akan berdampak langsung pada berkurangnya pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sektor telekomunikasi.

Namun ia meyakini kalau akan ada dampak positif dari upaya tersebut, salah satunya peningkatan pendapatan pajak dari sektor lainnya.

 

 

Insentif yang Ideal Menurut Operator

Indosat Ooredoo Hutchison
Logo Indosat Ooredoo Hutchison (Ist.)

Ketika ditanya soal bentuk insentif yang ideal dari sisi operator, Buldansyah menyebutkan kondisi idealnya, yakni regulatory charges seharusnya di bawah 10 persen dari pendapatan perusahaan.

"Saat ini angkanya secara industri di 11-12 persen, kalau ada spektrum baru lagi, bisa naik 14-15 persen. Jadi, diperlukan restrukturisasi PNBP agar sustain industrinya," katanya.

Ia berpendapat, agar industri bisa bertahan dan menguntungkan, regulatory charges idealnya 5 persen dari pendapatan. "Tapi mengambil langkahnya 7-8 persen itu nanti bisa dilihat lagi," katanya.

Dua Hal ini Dorong Operator Minta Insentif untuk Gelar 5G

Indosat Ooredoo Hutchison menyelesaikan integrasi jaringan setahun pascamerger kedua perusahaan (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani)
Indosat Ooredoo Hutchison menyelesaikan integrasi jaringan setahun pascamerger kedua perusahaan. Dalam foto (kiri-kanan): Chief Technology Officer Indosat Ooredoo Hutchison Desmond Cheung, Presdir dan CEO IOH Vikram Sinha, dan Director and Chief Regulatory Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Buldansyah. (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani)

Diungkap oleh Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Buldansyah, kualitas internet di Indonesia yang masuk ke peringkat bawah dari seluruh dunia, memperlihatkan adanya kondisi darurat di industri telekomunikasi.

"Ini mencerminkan operatornya tidak bisa berinvestasi untuk meningkatkan kualitas," kata Buldansyah yang karib disapa Danny, dalam media briefing di Kantor Indosat Ooredoo Hutchison, Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Operator terbatas dalam berinvestasi lantaran margin laba yang terlalu tipis. Hal ini karena besaran regulatory charge yang membebani perusahaan. 

Dalam hal investasi, kondisi darurat yang dialami oleh operator membuat mereka tidak bisa berinvestasi untuk meningkatkan kualitas. Danny menyebut, investasi yang dilakukan tak jarang hanya sebatas untuk mendapatkan margin.

"Investasinya terbatas ya, bukan terhambat. Ini konsekuensi logis, kalau keuntungannya kurang, investasinya juga tidak bisa maksimal," ia menuturkan.

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya