Liputan6.com, Jakarta - Wamenkominfo (Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika) Nezar Patria menyatakan Indonesia memerlukan tata kelola AI nasional yang lebih inklusif. Hal ini tidak lepas dari pemanfaatan AI di Tanah Air yang kian intensif.
Untuk bisa melakukan hal tersebut, Kementerian Kominfo pun mengadakan FGD (Forum Group Discussion) mengenai kebijakan teknologi kecerdasan artifisial dengan 43 perwakilan pemangku kepentingan yang terkait langsung.
Baca Juga
FGD ini juga merupakan tindak lanjut dari rencana Kementerian Kominfo untuk mengeluarkan Surat Edaran Panduan Pemakaian AI untuk semua sektor. Nantinya, surat edaran itu akan menjadi pedoman etis untuk pengembangan dan penggunaan AI di Indonesia.
Advertisement
"Diskusi yang dibagi dalam dua sesi berhasil menangkap kebutuhan tata kelola AI di tingkat nasional yang mempertimbangkan risiko pemanfaatan AI dari sektor publik dan privat," tuturnya mengutip siaran pers yang diterima, Senin (27/11/2023).
Adapun salah satu isu yang menjadi perhatian dalam FGD tersebut adalah soal Pemanfaatan dan Nilai Etika Kecerdasan Artifisial. Ia menuturkan, ada beberapa hal yang menjadi sorotan terkait topik pembahasan tersebut.
Salah satunya adalah penyusunan Surat Edaran AI perlu memerhatikan perkembangan inovasi dan daya kompetisi produk anak bangsa. Jadi, pengembangan AI di Indonesia bisa tetap relevan dengan pertumbuhan inovasi global, sekaligus memberikan dukungan berkelanjutan.
Lalu, diperlukan adanya penentuan positioning Indonesia dalam pengembangan atau pemanfaatan AI. Dengan demikian, potensinya dapat dimaksimalkan secara objektif.
"Pengembangan dan pemanfaatan AI harus dibarengi pada penyusunan regulasi ekosistem yang bersifat transparan, akuntabel, dan fair dengan tetap menekankan pada prinsip human-centric dan explainability," ujar Nezar melanjutkan.
Kolaborasi dan Komitmen Multistakeholder
Selain itu, ia juga menyatakan, kolaborasi dan komitmen multistakeholder sangat diperlukan untuk menyusun kebijakan yang ideal. Terlebih, ada kebutuhan untuk merespons potensi, tantangan, dan risiko AI lewat penegasan pelaksanaan edukasi.
"Tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga pengembang atau penyedia AI baik dari sektor publik dan privat," tutur Wamenkominfo.
Kemudian, Surat Edaran Etika Kecerdasan Artifisial harus dapat dijadikan panduan menjawab kebutuhan kepatuhan regulasi dan tanggung jawab pengembang maupun penyedia AI.
Untuk itu, ia menuturkan, pengaturannya perlu dapat menghadirkan ketentuan yang jelas, sehingga bisa menjadi panduan yang siap digunakan para stakeholder di ekosistem AI.
Advertisement
Wamenkominfo Nezar Patria: Penggunaan AI Harus Transparan, Inklusif, dan Nondiskriminatif
Sebelumnya, Wamenkominfo Nezar Patria juga menekankan pengembangan dan pemanfaatan teknologi AI harus dijalankan dengan transparan, inklusif, dan juga non-diskriminatif.
"AI itu harus bersifat inklusif dan nondiskriminatif juga. Lalu harus transparan terutama untuk generatif AI," tegasnya dalam acara Next Level Al Conference di Semarang, Jawa Tengah, dikutip Senin (27/11/2023) dari situs resmi Kominfo.
Ia menilai prinsip itu memiliki arti penting karena perkembangan teknologi AI banyak manfaat di berbagai sektor kehidupan. Nezar menyontohkan banyak beredar video yang dibuat dengan teknologi AI bahkan deepfake.
“Kami berharap developer aplikasi bisa memberikan watermark-nya bahwa gambar yang ditampilkan adalah hasil generatif AI. Ini penting supaya publik tidak tersesat dan tidak punya impresi salah terhadap produk AI yang mereka konsumsi," imbaunya.
Oleh karena itu, menurut Wamenkominfo, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memitigasi segala risiko yang akan terjadi.
"Kami optimistis bahwa AI akan banyak manfaatnya ke depan, tapi kita juga harus bersiap untuk memitigasi risikonya,” Nezar menuturkan.
Ia menyebut salah satu upaya meminimalkan risikonya yaitu dengan Surat Edaran (SE) Menkominfo mengenai Pedoman Etika Penggunaan AI. Pedoman ini akan menjadi norma dasar bagi para pengembang dan pengguna AI.
“Mengingat AI lebih banyak menggunakan data, maka SE dihadirkan sabagai panduan agar setiap developer yang menggunakan AI bisa menjalankannya secara transparan. Melalui SE tersebut, Indonesia memiliki framework etik sebelum berangkat kepada regulasi yang lebih komprehensif,” ucapnya.
Selaras dengan UU PDP
Kementerian Kominfo akan terus memantau perkembangan inovasi di bidang AI. Pada saat bersamaan, akan menyelaraskan dengan regulasi yang sudah ada, seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Nanti akan ada peraturan pemerintah dan peraturan menteri, termasuk UU ITE yang direvisi. Nanti kalau sudah ditetapkan akan menjadi pendukung ekosistem regulasi emerging technologies seperti AI ini bisa kita atur," Nezar menjelaskan.
Co-Founder Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) Bambang Riyanto mengatakan saat ini dunia sedang berada pada Era Narrow AI yang memungkinkan penyelesaian tugas khusus seperti men-track gambar, menerjemah, atau menunjuk lokasi.
Sebelumnya, teknologi AI banyak digunakan untuk sentimen analisis, merangkum dokumen, melakukan transaksi, atau prediksi dari teks melalui prompt atau perintah.
"Visi dari AI ke depannya untuk membentuk sesuatu yang lebih general yang memiliki kemampuan seperti manusia. Bisa mengenal wajah, bisa mengerti bahasa yang diucapkan oleh orang lain, bisa memecahkan masalah, melakukan pembelajaran, dan memahami," tutur Bambang.
Lebih dari itu, teknologi AI merupakan satu bidang teknologi yang ingin menciptakan komputer yang lebih cerdas mendekati kecerdasan makhluk hidup atau manusia.
"Seperti kemampuan belajar, menalar, problem solving. Ini yang ingin ditiru AI," Bambang menandaskan.
(Dam)
Advertisement