Galau Memilih, Pendiri BlackBerry Tambah Kepemilikan Saham

Pendiri BlackBerry meningkatkan kepemilikan sahamnya di BlackBerry menjadi 8% dari sebelumnya hanya 5,7%.

oleh Denny Mahardy diperbarui 11 Okt 2013, 16:10 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2013, 16:10 WIB
mike-lazaridis-131011b.jpg

BlackBerry sedang berada di masa yang 'paceklik' dengan himpitan masalah keuangan yang pelik. Tak heran jika perusahaan pembuat smartphone ini ramai diberitakan akan dijual.

Meskipun perusahaan asal Kanada itu sedang dalam lilitan masalah, pendiri sekaligus mantan CEO BlackBerry, Mike Lazaridis tak mau menyerah. Pria berambut putih itu disinyalir telah meningkatkan kepemilikan sahamnya di BlackBerry menjadi 8% dari sebelumnya hanya 5,7%.

Ia juga disebutkan memakai jasa konsultan Goldman Sachs dan Centerview Partner LLC. Menurut Phone Arena yang dikutip Jumat (11/10/13), kedua konsultan itu digandeng Lazaridis untuk membantunya mengambil pilihan terbaik dalam memutuskan langkah yang harus diambil BlackBerry.

Sebelumnya, BlackBerry disebutkan telah menandatangani letter of intent (perjanjian tentatif) untuk diakuisi dan dijadikan perusahaan tertutup oleh perusahaan konsorsium Fairfax Financial Holding Limited. Kesepatakan itu melibatkan dana senilai USD 4,7 miliar atau sekitar Rp 54 triliun.

Meskipun sudah mendapat peminat, sepertinya Lazaridis masih berusaha untuk menyelamatkan perusahaan yang didirikannya itu. Sebuah surat pengajuan disebutkan telah dilayangkan Lazaridis untuk membeli kembali perusahaan yang dulunya ia dirikan dengan nama Research In Motion (RIM) tersebut.

BlackBerry sendiri diketahui semakin memasuki masalah yang sulit. Perusahaan ini sedang getol melakukan efisiensi, salah satunya dengan mengurangi jumlah karyawan di seluruh dunia. Seorang analis bahkan memprediksi perusahaan berpusat di Waterloo, Kanada itu hanya mampu bertahan hingga 18 bulan ke depan.

Prediksi tersebut berkaitan dengan pernyataan CEO Thorstein Heins yang menyebut jika perusahaan memiliki uang tunai sebanyak USD 2,6 milyar. Dana itu diperkirakan hanya mampu 'menghidupi' perusahaan hingga Februari 2015. (den/dew)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya