Pemerintah Obral Insentif Untuk Freeport

Pemerintah menanggapi surat PT Freeport Indonesia yang meminta insentif karena bersedia membangun pabrik pemurnian mineral (smelter)

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Mar 2014, 19:43 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2014, 19:43 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah langsung menanggapi surat PT Freeport Indonesia yang meminta insentif karena bersedia membangun pabrik pemurnian mineral (smelter). Rencananya, tambang emas raksasa itu menawarkan pembangunan smelter dengan skema Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS).

Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah akan memberikan insentif berupa tax allowance. Namun kemungkinan insentif lain bagi pengeruk emas ini masih terbuka lebar.  

"Insentifnya tax allowance, itu sudah cukup membantu. Tapi nanti kita lihat lagi mungkin perlakuan PPn kalau memang diperlukan sambil lihat satu-persatu komoditinya. Dua insentif itu yang jadi perhatian kita," ujar dia di Jakarta, Kamis (20/3/2014).

Insentif ini, lanjut Bambang, akan berlaku bagi semua perusahaan tambang yang menggarap pembangunan smelter dalam kapasitas besar. "Kami akan fokus yang besar-besarnya, karena mereka perlu mencapai keekonomian yang memadai," jelasnya.

Dia mengakui, keputusan memberikan insentif karena dalam skema KPS perlu ada kewajiban penyediaan tanah dan lainnya. Inilah yang mungkin belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.

"kalau niat bangun smelter tidak lama bisa 3 tahun. Makanya niat itu penting dari awal. Dari awal harus segera dibuat supaya selesai di 2017," saran Bambang.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa telah menerima surat berisi poin-poin renegosiasi termasuk pembangunan smelter. Menurutnya, Freeport menawarkan skema Kerja sama Pemerintah dan Swasta (Public Privat Partnership/PPP).    

"Freeport yang menyuntik dana, kita yang memberi insentif. Dan mungkin ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ikut proyek itu. Jadi ini masih perlu pembahasan mendalam, namanya juga renegosiasi," ucapnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya