Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menjadwalkan pertemuan khusus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu esok (23/4/2014).
Rencananya, Kemenkeu akan mengirimkan Dirjen Pajak Fuad Rahmany untuk berdiskusi tentang pajak minerba dengan para petinggi lembaga pimpinan Abraham Samad itu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri memastikan bahwa dirinya tak bisa menghadiri pertemuan penting itu. Alasannya karena harus mengikuti sidang kabinet dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Pak Fuad yang ke sana (kantor KPK). Karena saya harus ke sidang kabinet," tutur dia singkat di kantornya, Selasa (24/4/2014) malam.
Kemenkeu dan KPK bakal melanjutkan diskusi terkait perpajakan di sektor mineral dan batubara. Hal itu juga dibenarkan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto.
Dia mengaku pihaknya berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk membahas pajak di sektor minerba. Sebab, sektor ini merupakan salah satu fokus KPK untuk mendalami isu perpajakan.
"Besok di KPK, kami akan ngomong soal pajak. Karena salah satu nasional interest KPK di ketahanan energi, termasuk sumber daya alam minerba. Kemarin sudah ada kajiannya mengenai minerba, jadi didalami lagi isu pajak ini," tambahnya.
Lebih jauh Bambang mengatakan, pihaknya mengkaji temuan pajak yang harus ditelusuri KPK di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Timur (Kaltim). Rencananya, kata dia, pemerintah baru mendatangi lima provinsi dari target 12 provinsi tahun ini.
"Kami mengundang menterinya, yakni Menteri Kehutanan serta Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM). Setelah menyidang menterinya, kita mengundang gubernurnya, lalu hasil kajiannya dipresentasikan dan dibuat agenda aksi," lanjutnya.
Kemudian bersama gubernur, tambah Bambang, pihaknya mengundang bupati dan walikota serta dinas terkait di wilayah itu. Setelah itu, seluruh data KPK dipaparkan.
"Misalnya 10 temuan penting di dalam minerba di daerah itu mulai dari NPWP, reklamasi, clean and clear yang belum selesai di 10 temuan itu. Nah kita buka semua," jelas dia.
Bambang mengaku menemui kejanggalan dari hasil kajian itu, produksi volume minerba per metrik antara surveyor, pemerintah daerah, dan bea cukai. Angkanya satu sama lain berbeda.
"Karena catatan masing-masing berbeda, akibatnya pungutan pajak jadi berkurang. Misalnya pertumbuhan di Kalteng 7% di atas pertumbuhan nasional tapi lebih banyak di sektor mineral tambang yg lainnya," pungkas dia.