Liputan6.com, Jakarta Kalangan pengusaha memperkirakan pertumbuhan industri non-migas pada tahun ini diperkirakan tidak akan setinggi tahun lalu. Bahkan menurut mereka, perkiraan pemerintah pertumbuhan industri non-migas bisa sebesar 6,4% dinilai sulit tercapai.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi mengatakan, sulit tercapainya target pertumbuhan industri non migas tersebut karena daya beli di dalam maupun luar negeri sudah jauh berkurang.
Baca Juga
"Jadi penurunan itu lebih karena lemahnya permintaan di dalam dan luar negeri," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Kamis (8/5/2014).
Advertisement
Sofjan juga mengungkapkan bahwa produk-produk non-migas Indonesia sulit berkompetisi dengan produk negara lain akibat mahalnya biaya produksi di dalam negeri. Belum lagi, banyak bahan baku produk non-migas yang masih harus diimpor.
"Karena banyak impor dan ongkos produksi semakin mahal, kapasitas produksi juga berkurang, turun menjadi 75% misalnya yang tadinya 100% produksi. Ya itu jadi sulit bersaing," katanya.
Penurunan tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang mulai diberlakukan sehingga memberikan dampak pada kemampuan daya beli terhadap produk non-migas.
"Ya itu tadi, karena kan sudah tidak boleh ekspor, otomatis ekspor turun, sementara smelter-smelter juga belum jadi. Orang-orang di wilayah sekitar pertambangan daya belinya menurun, mereka menahan beli mobil, dan sebagainya," jelasnya.
Kondisi seperti ini, menurut Sofjan masih akan berlangsung dalam 1-2 tahun mendatang. oleh karena itu dia pesimis pertumbuhan industri non-migas mampu berada di atas 6% per tahunnya.
"Di bawah 6% tentunya, apalagi investasi yang real yang mau masuk juga sepi. Ke depan juga semakin sulit, benar kalau Menteri Perindustrian bilang kondisi masih seperti ini dalam 1-2 tahun ke depan," tandasnya. (dny/gdn)